Safir lagi-lagi menggeleng tidak percaya. "Tapi ini Intan."

"Ya, Ruby mempunyai kembaran. Aku sudah mengambil semua datanya dan mengumpulkannya di dalam berkas itu."

Safir kembali membuka halaman-halaman berikutnya pada berkas itu. Ia bahkan tak bisa berkata apa pun karena terlalu terkejut. Bagaimana bisa ini menjadi sebuah kebetulan?

Melihat Tuannya yang memberi reaksi tak biasa, Banu tak tinggal diam. "Apa kau sedang jatuh cinta, Tuan?" tanya Pak Banu tiba-tiba.

"Apa maksudmu?"

"Kau terlihat berbeda. Mm ... maksudku."

Pak Banu sedikit menyungingkan senyumnya kala melihat wajah Safir yang terlihat tegang. "Tuan ... cinta itu memakai hati, bukan pikiran. Jadi dalam cinta gengsi itu harus dihilangkan sebelum kau kehilangan cinta itu sendiri."

Safir memandang lurus-lurus ke depan dengan mata menajam seolah ingin menerkam Pak Banu yang sayangnya berkata benar. Ia bahkan tidak tahu untuk apa dirinya mencari tahu tentang Ruby, bukankah seharusnya ia mencari tahu tentang pembunuh yang bersama Ruby? Yang membawa Ruby ke dalam masalah.

"Tahu apa kau tentang cinta?" Safir mendadak gugup, ia memandang Pak Banu dengan sorot mata tak ingin Pak Tua itu sok tahu. Jantungnya saja seperti mengalami serangan mendadak kala Pak Banu mengatakan hal itu.

Pak Banu tertawa kecil. "Saya tidak tahu cinta. Yang saya tahu, jika kau menyia-nyiakan sesuatu. Maka kau akan kehilangan sesuatu."

===

Tangan itu kebas, mati rasa. Hanya sunyi, tiada lagi suara apa pun di dalam ruangan yang penuh dengan buah-buahan beku. Bahkan untuk membedakan pagi dan malam ia tidak bisa. Ruby hanya terdiam, satu tangannya di rantai.

Banyak hal yang ia pikirkan. Seperti tentang masa lalunya, dulu ia ingin mengetahuinya. Tapi setelah ingatan itu kembali Ruby mendadak ingin melupakannya lagi. Dulu ia hanya menggoda Safir dan berharap Pria sombong banyak bicara itu dapat luluh di hadapannya, nyatanya dirinyalah sendiri yang terjerumus oleh pesona Safir. Dulu ia tak pernah berpikir panjang saat menyetujui kerja samanya dengan Chandra dan membuatnya berada dalam situasi seperti ini.

Apa Safir tengah mencarinya? Atau pria itu lega karena Ruby tidak lagi menjadi penguntitnya? Apa selama ini Safir memang tidak menyukai keberadaannya?

Air mata Ruby bergulir begitu saja. Wajahnya masih datar dengan banyak pikiran berkecamuk di kepalanya. Rasanya sesak, saat kau mencintai seseorang, tapi seseorang yang kau cinta bahkan tidak mengharapkan kehadiranmu. Ia salah bermain-main dengan Safir. Hatinya salah. Perasaannya salah. Membuat lubang dalam dadanya semakin menganga lebar, bahkan embusan napasnya saja membuat dadanya semakin perih tertimpa kenyataan.

KRIIEET ....

Suara pintu terbuka itu terdengar nyaring. Ruby tak merasa terusik sedikit pun, wanita itu sudah tahu siapa yang datang. Siapa lagi kalau bukan temannya?

"Jika kau lapar makan saja buah-buahan yang ada di sekitarmu. Itu semua masih segar!" Chandra mendekati Ruby. Berdiri tepat di depannya dengan tatapan mengintimidasi. Ia sedikit membungkukkan badannya agar dapat melihat ekspresi wajah wanita itu. "Kau itu milikku! Tidak ada yang boleh bersamamu selain aku!"

Ruby masih menunduk, mulutnya tertutup rapat enggan menjawab perkataan Chandra.

"Apa kau kedinginan?" tanya Chandra. "Kenapa tidak menjawab? Kau marah padaku?"

Ruby mengangkat kepalanya. Menatap Chandra bosan.

"Apa kau menyukai pria itu?" tanya Chandra lagi.

Pupil mata Ruby mengecil dengan cepat. Seolah percikan api tengah mengenai jantungnya. Panas dan ia ingin sekali berteriak dengan ribuan cacian untuk orang di hadapannya.

Chandra mengambil satu buah apel yang berjejer di rak sebelahnya. Ia menyingkirkan salju yang menyelimuti apel itu dan memakannya tanpa melepaskan tatapan pada Ruby. Setelah itu ia menjatuhkan apelnya ke bawah dan menginjaknya hingga hancur, kakinya menekan buah itu keras-keras tak membiarkan apel itu tersisa sedikit pun. "Kau dan Safir. Akan aku hancurkan seperti apel itu," kata Chandra penuh penekanan. Jika orang lain yang mendengarnya, mereka pasti sudah akan ketakutan dengan tubuh menegang, ditambah Chandra mengatakannya dengan wajah penuh penegasan, rapi Ruby masih menunjukkan tatapan tak peduli, seolah gertakan Chandra hanya main-main.

"Aku tidak tanya, dan jika kau ingin menghancurkanku, aku tidak peduli." Ruby tersenyum licik. "Seorang sepertimu yang hanya bisa mengancam dan menyuruh seseorang, tidak pernah bisa terlatih melawan pembunuh sepertiku."

"Ingat siapa yang melatihmu?" Chandra bertanya dengan geraman. Ia mencengkram kedua pipi Ruby keras membuat mulut Wanita itu sedikit terbuka. Chandra mengambil buah yang sudah hancur lebur karena sepatunya itu dan dengan kasar Chandra memasukkannya ke dalam mulut Ruby. "Makan, Jalang!!"

Ruby memberontak dengan kelakuan Chandra yang kelewat kasar. Dengan kesal ia menyemburkan apel itu dari mulutnya ke wajah Chandra dan lututnya naik memukul area sensitif pria itu.

Chandra tersungkur sembari memegang selangkangannya itu dengan wajah kesakitan. Sementara Ruby tak tinggal diam, wanita itu menarik kerah Chandra dengan tangan kirinya, dan tangan satunya yang terantai lagi mengepal kuat. Dilayangkan bogeman itu tepat mengenai sudut bibir Chandra membuat Pria itu tersungkur. Ia mengambil apel baru dari rak dan memakannya tanpa menyingkirkan salju itu terlebih dahulu, sembari kakinya menekan keras-keras paha bagian dalam Chandra, ia mengunyah apel itu dan menyemburkannya ke wajah Chandra.

"AAAHH!!" Pria itu berteriak keras saat Ruby kembali memperkeras pijakan kakinya di paha Chandra.

Ruby sedikit menunduk. Tangannya menarik rambut Chandra dan membenturkan kepala Pria itu pada lantai secara brutal sampai pria itu pingsan. Tangannya yang sedikit gemetar mengambil ponsel Chandra yang terlempar saat Ruby menendangnya barusan.

"Aku tidak peduli dengan apa pun yang kau ingin lakukan, tapi jangan coba-coba mengusik hidup orang yang aku sayang!"

===

1260 words.

With Your BodyWhere stories live. Discover now