[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
“Kamu enggak kangen keluarga kamu di Bandung ??” kini giliran Mama yang balik bertanya, “kamu tinggal disini sendirian lagi, enggak takut ??”
“Kangen banget, makanya minggu depan mau pulang mumpung ada libur. Awalnya takut, tapi lama-lama terbiasa. Temen juga kadang nginep disini.”
“Si Ardian pernah nginep disini ??” tanya Alleta yang ikut bergabung di ruang tengah setelah menidurkan Addara.
Abel menggeleng, “Nggak, dia cuma pernah beberapa kali main kesini.”
Mama tiba-tiba mengusap punggung Abel, “Ardian itu sebenarnya anak yang baik dan penyayang, tapi dia nggak tahu gimana cara mengungkapkannya.” Abel mendongkak, “Mama liat kayanya kamu sayang sama Ardian, tapi kamu ragu sama dia. Mama pikir itu enggak masalah, kamu masih muda, banyak hal yang harus kamu lakuin selain mikirin Ardian.” Abel merasa kehadiran ambunya pada Mama Ardian.
“Mama panik banget pas Fandi nelepon kalo Ardian masuk rumah sakit.” Ujar Alleta, “Mama khawatir banget enggak ada yang ngurusin Ardian disini, eh ternyata ada cewek yang mau ngurus robot nyebelin kaya Ardian. Mama itu paranoid. Waktu itu Kenan susah cari pasangan, Mama jadi takut Ardian kaya Kenan.”
Mama Ardian langsung memeluk Abel dengan erat, “Mama bersyukur Ardian ketemu gadis baik-baik kaya kamu.”
Abel membalas pelukan Mama. Ah!! Abel benar-benar merindukan ambunya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Satu minggu setelah Mama Ardian menginap...
Abel mengepak pakaian yang akan ia bawa ke Bandung dibantu oleh Dila. Semua yang ada disekitarnya berjalan tidak seperti yang ia bayangkan. Setelah Mama Ardian dan Alleta menginap di rumahnya, keesokan paginya seorang gadis yang seumuran dengan Ardian datang ke rumahnya.
Ia memperkenalkan diri sebagai Dila, kekasih Fandi. Dia akan melaksanakan PKL di perusahaan tempat Abel bekerja. Dila mudah berbaur saat di kantor, dan ia pun mudah akrab dengan Abel.
“Udah segini aja yang mau dibawa ??” Dila memperhatikan ransel Abel di atas tempat tidur. Ransel itu sedikit lebih besar dari yang biasa Abel bawa ke kantor. Dila pikir Abel akan membawa koper besar berisi pakaian dan berbagai peralatan kecantikan, seperti saat dirinya pindah ke kosan dekat kantor Abel.
Menurut Dila, Abel adalah gadis yang berbeda dari gadis lain seusianya diluar sana. Abel lebih muda tiga tahun dari Dila, tapi ia lebih dewasa dari Dila. Abel juga mandiri dan pekerja keras, meskipun sedikit pemalu tapi Abel menyenangkan untuk diajak mengobrol.
Dila pun mengenal Ardian, menurutnya Ardian cukup baik –menurut Dila, Fandi tetap yangterbaik- hanya saja Ardian terlalu cuek, terlalu perfeksionis dan tidak peka. Menurut Dila juga Abel cocok dengan Ardian, karena Abel orang yang cukup penyabar, meskipun menurutnya Abel bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Ardian.
Tapi apa mau dikata, cinta sudah melekat pada hati Abel.
“Udah deh kayanya kak, aku juga kan bawa itu,” Abel menunjuk sebuah plastik hitam berukuran agak besar di sudut dekat pintu. “kalo kebanyakan bawa baju, ribet.” Abel lebih senang memanggil Dila dengan sebutan kakak, menurutnya itu lebih sopan dari pada memanggil nama.