10

88 5 0
                                    

Neta menutup pintu kamarnya dan lekas menguncinya. Ia mengusap wajahnya secara kasar. Menggigiti kuku jarinya dengan gelisah. Mau apa laki-laki itu datang kembali?

Lelah memikirkannya ia lantas duduk di tempat tidurnya, berfikir akan apa yang bisa ia lakukan saat bertemu dengan laki-laki itu setelah ini.

Ah iya, laki-laki -lebih tepatnya, pria itu adalah seorang yang tidak sengaja memiliki darah yang sama dengannya. Walaupun ia sendiri tidak ingin mengakui laki-laki tersebut sebagai ayahnya. Nyatanya, hal itulah yang sebenarnya terjadi.

Terakhir kali ia bertemu dengan 'ayah'-nya adalah saat di pemakaman ibunya. Saat itu ia masih umur 10 tahun. 6 tahun di telantarkan oleh ayah kandungnya membuat ia sangat membenci orang tersebut. Selain itu, bayangan genangan darah yang keluar dari tubuh ibunya masih ia ingat dengan jelas. Dan laki-laki itu hanya akan membuatnya mengingat saat-saat tersebut. Bahkan bau anyir dan suasana saat kejadian itu masih bisa ia ingat dengan jelas.

Ia terisak pelan mengingat kejadian yang menewaskan ibunya 6 tahun silam. Saat itu ia hanya bisa diam, terlalu terkejut dengan keadaan. Melihat orang yang sangat ia sayangi tergeletak dengan genangan darah dibawah tubuhnya.

Ia melihat laki-laki itu berdiri dengan kaku didekat mayat ibunya. Bukan laki-laki itu pelakunya, setidaknya itu yang dikatakan pihak berwajib. Namun hanya ada laki-laki itu yang berada disana dan menatap kaku ke arah istrinya yang sudah tak bernyawa.

Pihak berwajib meminta neta, kakaknya serta ayahnya untuk dimintai keterangan. Bahkan pekerja rumahnyapun juga dimintai keterangan perihal tersebut. Hanya selang beberapa hari dari pemakaman ibunya, mereka secara bergantian di minta hadir di pengadilan untuk menyelesaikan proses persidangan.

Persidangan ini berlangsung beberapa kali dan hasilnya diputuskan bahwa dari anggota keluarga, tidak ada satupun yang bersalah. Mereka menyimpulkan bahwa kematian ibunya, karena sebuah ketidaksengajaan. Dan tidak ada unsur pembunuhan di dalamnya.

Setelah pemakaman dan kasus persidangannya selesai, yang ia tau laki-laki itu pergi dari rumah. Dan tidak pernah kembali. Atau setidaknya ia telah menganggap laki-laki itu juga sudah mati, ikut terkubur bersama dengan jenazah ibunya di liang lahat.

***

Ruangan dengan suara-suara erangan kesakitan dan tanpa penerangan tersebut terasa semakin sepi menurutnya. Menurut seseorang yang baru saja melewati ruang penyimpanan boneka. Mungkin ia membutuhkan beberapa koleksi lagi agar ruangan kesayangannya kembali ramai. Hal ini karena kemarin ia menyuruh dua anak buahnya untuk membereskan orang-orang lemah yang mati sebelum ia selesai bermain dengan mereka. Mereka terlalu lemah, padahal ia yakin bahwa darah mereka belum sepenuhnya habis untuk di keluarkan.

Ia sangat suka mendengar erangan kesakitan dari 'boneka'nya ataupun saat bau anyir tercium di hidungnya akibat 'permainan' yang sedang mereka mainkan. Selain ruangan penyimpanan boneka ia memiliki beberapa ruangan lain. Seperti ruang bermain, kamar tamu, ruangan favoritnya yang berisi barang pribadi miliknya maupun beberapa ruangan lainnya. Ah iya, di kamar tamunya sedang ada seseorang yang dengan bodohnya kemarin mendatanginya dengan suka rela. Bahkan orang itu dengan gaya yang sangat menyebalkan, meminta ia untuk menyerahkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Sebenarnya ia tidak ingin menjebak orang bodoh itu. Hanya ingin memberitahu orang tersebut bahwa ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan dengan bodohnya orang itu malah menanyakan dimana lokasinya berada. Yah, dengan terpaksa ia memberikan lokasi rumah cantiknya kepada orang bodoh itu dengan syarat ia harus datang sendirian.

Ia tertawa kecil mengingat orang itu benar-benar datang sendirian dan berlagak seperti super hero yang akan menyelamatkan warganya. Padahal orang itu bukan siapa-siapa. Hanya salah satu manusia bodoh dan lemah yang cocok ia jadikan sebagai boneka di ruangan penyimpanannya.

Mungkin ia bisa menjenguk tamunya di kamar tamu nanti setelah orang bodoh itu siuman. Karena menurut anak buahnya, orang bodoh itu sedang di bius untuk menyembuhkan luka tusukan pedang akibat ulahnya kemarin. Ah yasudah, ingatkan ia untuk datang ke kamar tamu nanti saat orang itu siuman. Dan semoga saja ia tidak langsung melayangkan pedangnya untuk orang bodoh tersebut.

Ia melangkah santai menuju ruang pribadinya, area favoritnya di rumah ini. Memasukkan password dan beberapa kunci manual yang ia pasang untuk ruangan ini, setelahnya ia masuk dan kembali menguncinya dari dalam. Ruangan 3×3 ini hanya memiliki satu penjahayaan dari lampu 5 watt berwarna kuning yang kabelnya menempel di dinding bagian utara kamar. Lampu itu sengaja tidak diletakkan di tengah ruangan karena ia tidak terlalu menyukai model ruangan dengan lampu yang terang dan menyeluruh.

Ia duduk di sebuah kursi yang menghadap pada ratusan foto bonekanya dan sebuah meja dengan pigora berbahan kayu ukir yang cantik. Pigora itu berisi foto dari seseorang yang ia tunggu kehadirannya di rumah ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang