3

2.9K 129 4
                                    

Pagi yang seperti biasanya, terasa datar dan tak menyenangkan. Rasanya ia ingin sekali berteriak pada semua orang bahwa ia merasa kesepian. Tapi yang ia lakukan hanyalah menghela nafas dan memakan makanan yang susah disiapkan untuknya oleh asisten rumah tangganya. Ia berangkat menggunakan angkutan umum, karena kakaknya yang tidak pulang sejak kemarin. Dan alasan lain, ia tidak akan merasa kesepian saat berada di angkutan umum. Saat memasuki kelasnya, rasa kesepian itu kembali muncul karena hanya ada Vino di dalam kelasnya. Delvino Anggara, salah satu teman sekelasnya yang biasa dipanggil dengan nama Vino. Laki-laki pandai dan rajin suka sekali menggoda Neta. Dia hanya mendengus sebal saat matanya beradu pandang dengan Vino. Ia melangkahkan kakinya menuju bangku belakang pojok kanan pada baris kedua dari belakang. Matanya menyipit dengan dahi yang berkerut saat matanya memandang isi kolong mejanya. Ia menemukan sebuah kotak kado berukuran tidak terlalu kecil yang muat masuk ke dalam kolong meja, berwarna polos merah dan berpita hitam.

"Punya siapa nih?" Neta mengambil kado tersebut dan menggoyang-goyangkannya. Vino yang menoleh kearah bangku Neta dan menyeritkan dahinya.

"Kayanya punya kamu deh. Mungkin dari penggemar rahasia." Neta menatap bingung ke arah Vino dan yang ditatap juga tak kalah bingung.

"Aku tidak tau ada anak yang masuk ke kelas ini sebelum aku. Jadi mungkin itu memang untuk kamu." Vino mengatakannya dengan lugas, seolah berkata dia benar-benar jujur.

"Yaudahlah, Aku simpan dulu saja." Vino mengangguk dan kembali tenggelam kepada buku yang tadi ia baca.

Kelas menjadi lebih ramai ketika bel masuk telah berbunyi. Sepanjang pelajaran berlangsung, pikiran Neta terus dipenuhi tanda tanya perihal kado tadi. Diakan bukan orang terkenal di sekolah ini, jadi mungkinkah ia mempunyai penggemar rahasia? Melamun sepanjang pelajaran menjadi hal baru yang dilakukannya sekarang, bahkan ketika seorang ketua kelasnya mengatakan kelasnya bebas pelajaran mulai setelah bel pelajaran ke tiga diapun tidak mendengarkannya. Matanya menatap kosong ke arah depan, dia terlihat mempunyai firasat buruk tentang hal setelah ini. Dan sahabatnya yang sedari tadi memperhatikannya, kini menyikutnya. Membuat Neta menghentikan aktivitasnya sejak jam pelajaran pertama tadi. Mata Neta bergerak menuju objek itu dan memberi tatapan seolah bertanya 'Apa?' kepada sahabatnya itu.

"Ngelamun mulu. Nanti kesambet baru tau rasa." Neta tidak menyahut, malah memperhatikan sekitarnya. Mengerutkan dahi melihat kelasnya kini hanya terisi beberapa anak yang bercengkrama ataupun bermain ponsel.

"Mereka banyak yang pulang. Ini jam kosong sampai pulang nanti. Kamu sih ngelamun aja. Ngelamunin apa memangnya?" Tanpa ditanya, Lanapun memberi jawaban atas pertanyaan di otaknya tadi. Dan sahabatnya juga bertanya apa yang membuatnya melamun dari tadi. Sebenarnya dia sendiri juga tidak tau kenapa dia melamun. Soal kado? Dia tidak akan ambil pusing tentang itu. Mungkin salah orang atau temannya yang iseng. Toh dia juga belum membuka isi kado itu. Dia hanya merasa kosong dan berfirasat aneh saja. Lana menghela nafas lelah, karena sahabatnya tidak kunjung berbicara dari tadi.

"Ada apa Neta?" Neta hanya mengehela nafasnya kasar.

"Kamu mau pulang Lan?"

"Aku masih mau di sekolah, nanti siang ada pendaftaran anggota Osis. Kamu mau ikut?" Neta menggeleng pelan dan kembali diam.

"Kamu mau pulang? Sepertinya kamu sedang kurang enak badan."

Neta menganguk dan Lana tersenyum tipis untuk menanggapi sahabatnya.

"Kamu tunggu di depan kelas sebentar, aku akan membereskan barang-barangku." Setelahnya Lana pergi keluar kelas. Neta membereskan barang-barangnya dan tak lupa memasukkan kado misterius itu ke dalam tasnya.

Setelah berpisah di koridor ia memutuskan untuk menelfon sopirnya. Karena kakaknya mungkin akan sangat sibuk untuk sekitar jam sepuluhan pagi ini. Sambil menunggu ia pergi ke depan pemberhentian bus dan mencoba mengisi waktu menunggunya dengan bermain game. Lelah bermain game ia teringat kado itu dan lantas mengambilnya dari tas ranselnya. Menengok kiri-kanan yang sepi, iapun berniat membuka kado itu. Setelah melihatnya, entah apa yang ada di pikirannya. Di pangkuannya terdapat kotak kado yang berisi buntalan kain berwarna hitam berbau amis dan sebuah note ditempelkan di atas bungkusan itu.

'Kemarilah, aku menunggumu'.

Itulah yang tertulis di sana. Dengan sangat penasaran, ia membuka bungkusan kecil itu. Setelah itu matanya melebar melihat apa yang ada di depannya. Matanya bergerak gelisah dan menutup kembali kado itu. Dia segera menuju tong sampah terdekatnya dan membuang bingkisan mengerikan itu. Tetapi ia tidak membuang note mengerikan yang ia temukan di atas buntalan kain tadi, ia mengantonginya dengan nafas terengah-engah. Bertepatan dengan itu, ia melihat mobil pribadinya berhenti di depannya. Dengan gerakan cepat ia masuk ke dalam mobil itu dan menenangkan dirinya di dalam mobil. Sungguh ia merasa takut saat ini. Wajah cantiknya berubah sangat pucat sekarang.

"Nona tidak apa-apa? Apa nona sedang sakit?" Mata Neta menatap ke jendela luar.

"Tidak apa-apa. Hanya sedikit tidak enak badan."

"Apa nona mau saya antarkan ke Rumah sakit atau saya panggilkan Dr. Nata?" Neta menghela nafasnya.

"Kita pulang saja. Aku tidak apa-apa Mr. Tio. Apa kakakku pulang hari ini?"

"Hari ini tuan muda Purnama datang sebentar untuk mengambil beberapa dokumen sepertinya dan hari ini sahabat tuan muda juga datang ke rumah. Mungkin sampai sekarang masih berada di sana nona."

"Vandi? Dan dia masih ada di rumah?" Neta yang sedari tadi menatap keluar jendela, sekarang matanya menatap kearah sopirnya itu.

"Iya nona. Sepertinya tuan Vandi menunggu anda pulang, nona." Kata-kata itu sungguh membuatnya sangat pening. Baru saja ia mendapat sebuah ancaman, ia sangat ingin menenangkan hati dan pikirannya. Dan sekarang ia harus berhadapan dengan sahabat kakaknya yang sangat menyebalkan yang mirip dengan Delvino Anggara. Walaupun begitu masih mending Vino, karena anak laki-laki itu masih bisa mengerti keadaannya saat ia tidak mood untuk di ajak bercanda. Sedangkan Vandi Wijaya itu, dia benar-benar tidak tau waktu untuk menggoda dirinya. Vandi itu benar-benar menyebalkan.

Who Are You?Where stories live. Discover now