1

5.9K 210 10
                                    

Waktu terus berjalan mengejar gerak, tinggalkan diam. Seperti saat ini, semua berjalan serba cepat hingga pijakan ini telah sampai pada bulan ke-sembilan. Dimana pada bulan ini, merupakan musim ujian tengah semester pertama bagi seluruh siswa dari tingkatan terendah hingga yang tertinggi. Hal yang sama tengah dialami oleh salah seorang siswi SMA di sebuah kota ini. Dia telah selesai mengerjakan beberapa mata pelajaran yang diujikan pada hari ini. Berceloteh tentang bagaimana sulitnya ujian tengah semester yang terlah ia kerjakan beberapa waktu lalu bersama sahabatnya. Tentunya cerita-cerita tersebut dihiasi dengan bermacam-macam raut muka yang kurang menyenangkan dari kedua belah pihak.

"Yasudahlah, jangan dibahas lagi. Kepalaku tambah sakit mendengarmu berkicau tentang matematika tadi."

"Baiklah nona Lana." Neta mendengus dan mengangkat tangannya sebagai tanda 'menyerah' kepada sahabatnya yang bernama Key Lana. Mereka sedang menghabiskan semangkuk bakso untuk masing-masing, es jeruk untuk Neta dan jus alpukat untuk Lana di salah satu meja di kantin sekolah.

"Boleh duduk di sini?" Neta dan Lana mendongak, mendapati tiga kakak kelas laki-laki yang terlihat barusaja berolah raga berdiri di depan mereka dan salah seorangnya bertanya kepada mereka.

"Semua meja sudah penuh, kita bertiga boleh duduk di sini?" Salah satu dari mereka menambahkan lagi. Mungkin Neta dan Lana terlalu kagum dengan mereka, sampai-sampai tidak menyahut pertanyaan mereka.

"Hei." Laki-laki yang bertanya pertama tadi melambaikan tangannya di depan wajah mereka dan baru membuat mereka sadar. Dengan sedikit kikuk, mereka berdua menggangguk dan bergumam minta maaf kepada ketiga kakak kelasnya tersebut.

"Kalian anak kelas sepuluh?" Salah seorang kakak kelas mereka yang duduk berhadapan dengan mereka bertanya setelah memesan makanan dan minuman.

Lana mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan kakak kelasnya itu, yang ia ketahui bernama Dika.

"Dika Ramadan. Kalau kalian ikut ekskul drama, kalian akan bertemu denganku." Dika berdiri memperkenalkan dirinya kepada kedua adik kelasnya dan tersenyum.

"Belagu banget, mentang-mentang ketua ekskul. Lagian sebentar lagi masamu juga sudah selesai." Feri mencibir perilaku kawannya. Ia juga menambahkan, "Feri Gunawan." Untuk memperkenalkan dirinya. Neta dan Lana tersenyum kepada kedua kakak kelasnya itu dan beralih menatap satu kakak kelas terakhir yang belum memperkenalkan diri kepada mereka, walaupun sebenarnya tanpa dia memperkenalkan diri saja mereka berdua sudah tau namanya.

"Samuel Artha." Suara merdu itu bisa sampai di telinga Neta dengan sangat lambat, seperti gerakan slow motion. Walaupun nyatanya orang yang memperkenalkan dirinya bernama Samuel Artha tersebut menyebutkan namanya tanpa memandang Neta dan Lana.

"Key Lana. Panggil saja Lana kak." Lana memulai memperkenalkan dirinya karena melihat sahabatnya masih diam saja. Dan mendengar Lana memperkenalkan diri, Neta pun memperkenalkan dirinya.

"Aku—."

"Vineta Shila." Bukan Neta yang mengutarakan hal itu, tapi salah seorang laki-laki di depannya yang mengutarakannya. Nadanya terdengar seperti pertanyaan, walaupun dia tidak memandang sang pemilik nama. Dan Neta masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, bahwa laki-laki yang menyela pengenalan dirinya dan mengetahui namanya adalah Samuel.

"Oh." Dika yang pertama kali mengutarakan ekspresi keterkejutan, mewakili teman-temannya. Tetapi setelah menyadari ekspresi kaget kedua adik kelasnya, ia langsung tertawa dan diikuti oleh tawa Feri.

"Jadi, kamu yang namanya Vineta Shila?" Setelah meredakan tawanya, Dika bertanya kepada Neta yang terlihat masih memandang aneh kepada tiga kakak kelasnya. Tetapi kemudian Neta mengangguk mengiyakan, walaupun dengan ragu.

"Ekspresi kalian seperti baru saja melihat hantu saja." Dika tertawa lagi, hingga perutnya terasa kram akibat menertawakan ekspresi dua adik kelas yang ada di depannya tersebut.

"Sorry ya, temanku yang satu ini emang agak creepy." Feri menambahkan pernyataan dari sahabatnya , Dika. Dan ikut tertawa. Samuel yang dari tadi hanya diam, kini memandang kedua sahabatnya dengan tatapan tajam dan kedua sahabatnyapun langsung menahan tawanya.

"Makan jangan sambil ngobrol." Hanya itu kalimat yang di ucapkan Samuel setelah mengancam kedua sahabatnya untuk tidak tertawa tadi. Entah sihir apa yang terdapat di dalam kalimat itu, membuat orang-orang di sekitar Samuel menjadi menurut dan makan dengan tenang.

***

Setelah kejadian di kantin sekolah tadi, membuat Neta tersenyum. Entah bagaimana cara kakak kelasnya yang bernama Samuel itu tau akan namanya, tetapi pastinya dia sangat senang. Karena Samuel adalah kakak kelas yang dia sukai dari awal ia menginjakkan kakinya di sekolah ini. Tetapi sepertinya senyum itu tidak terlalu bertahan lama setelah ia mendapatkan panggilan dari salah seorang yang dikenalnya. Orang tersebut membawa kabar yang kurang menyenangkan baginya. Yah tentu saja seperti itu.

"Kenapa?" Lana menyadari perubahan raut wajah sahabatnya setelah kembali dari kamar mandi yang menjadi muram.

"Kakakku tidak bisa dihubungi dan waktu bisa menyambung, yang menerima bukanlah kakakku, melainkan kawannya. Dia mengatakan bahwa kakakku sedang sibuk dan nanti yang akan menjemputku adalah dia." Lana memandang Neta dengan dahi berkerut, bingung dengan apa titik permasalahan yang sedang dihadapi sahabatnya.

"Apa masalahnya? Bukannya kamu masih ada yang menjemput?"

"Aku tidak mau kalau yang menjemputku itu kak Vandi. Dia itu orang yang sangat menyebalkan. Kalau saja aku psikopat, dia orang pertama yang aku bunuh." Lana tertawa menanggapi perkataan sahabatnya itu. Neta memang kalau marah kepada orang selalu bawa-bawa psikopat dan membunuh.

"Kemarin saja Vino yang kamu kata-katain seperti itu gara-gara dia gangguin kamu, sekarang temen kakak kamu yang kamu gituin." Neta mendengus sebal mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Tapi aku serius, kalau aku nggak suka sama kak Vandi. Orangnya nyebelin."

"Lama-lama kamu buat aja daftar orang-orang yang mau kamu bunuh kalau kamu jadi seorang psycho." Lana berucap sambil menertawakan sahabatnya.

"Boleh juga ide kamu Lan. Kalau begitu nanti kamu juga akan masuk ke dalam daftar itu.Dan namamu akan tercantum pada daftar paling atas. Karena aku pernah mendengar bahwa, Sahabatmu adalah ancaman sakit terbesarmu, benarkan?" Mendengar nada dan ekspresi polos dari Neta membuat Lana mendengus sebal. Siapa juga yang mau masuk daftar nama orang-orang yang akan dibunuh Psycho? Dan yang merencanakan adalah sahabatmu sendiri? Mungkin Lana berfikir sabahatnya ini emang gila saat membicarakan tentang membunuh dan psycho.

Who Are You?Where stories live. Discover now