5

2.4K 95 2
                                    

"Mau ke kantin?" Lana memandang wajah sahabatnya yang terlihat masih pucat tersebut.

"Masih sakit?" Tak mendapat jawaban, Lanapun kembali mengajukan pertanyaan yang kemudian tetap diacuhkan oleh sahabatnya. Tetapi yang ia dapat hanyalah kebisuan sahabatnya. Ia menghela nafas secara kasar.

Hari ini adalah hari ketiga setelah hari itu. Yang berarti Neta tidak masuk ke sekolah selama dua hari lamanya. Dua hari itu merupakan hari terburuknya. Ia kembali di teror, di teror oleh mimpi buruk dan pesan-pesan aneh. Ia sungguh tidak mengerti apa salahnya. Satu hal yang mengganggunya, tapi ia begitu takut unuk menemui orang itu. Orang yang entah bagaimana bisa ada dalam lautan ingatan Neta yang terdasar.

"Aku mau ke perpustakaan. Kamu ke kantin saja." Hanya kalimat itu yang keluar dari mulutnya saat jam kosong seperti sekarang dan dia pergi meninggalkan Lana yang kebingungan.

Lorong-lorong kelas menuju perpustakaan terlihat kosong. Hanya ada beberapa siswa yang berbincang-bincang di lorong-lorong itu, di depan loker-loker siswa. Neta melewatinya dengan santai, berjalan dengan tenang menuju perpustakaan. Pintu perpustakaan itu terbuat dari kaca, tidak berdecit. Tapi isi perpustakaan itu tetap saja mencekam. Walaupun buku-buku itu sudah tertata rapi dan selalu di bersihkan dari debu-debunya, tetap saja aura aneh berada mengelilinginya. Memilih buku novel karya lama, dia selanjutnya duduk di bagian belakang pojok. Perpustakaan ini sepi dan luas, bahkan tempat duduknya sekarang dengan tempat penjaga perpus terbilang sangat jauh.

"Sendirian?" Neta tergelonjak kaget mendengar penuturan seseorang dari sampingnya itu. Untung saja dia tidak terjauh karena hilang keseimbangan. Mata elang itu menatapnya dengan sebelah alis kanan terangkat, seakan meminta penjelasan. Neta mengangguk mengiyakan pertanyaan itu.

Laki-laki itu berjalan mendahuluinya dan duduk di depan bangku yang ia incar tadi. Netapun mau tidak mau mengikutinya dan duduk di depan laki-laki itu.

"Kakak sedang jam kosong?" Neta memberanikan diri bertanya, karena ia penasaran dengan kakak kelasnya yang berkeliaran di jam pelajaran seperti ini.

Kakak kelasnya itu menggangguk dan Neta merasa laki-laki ini bernasib sama sepertinya. Jam kosong dan memilih pergi ke perpustakaan untuk mengisi kegiatan. Selanjutnya mereka berdua hanya tenggelam pada bacaan masing-masing. Cara Neta membaca sampai membuat orang di sekitarnya hanya dianggap angin lalu olehnya. Tapi entah mengapa, saat ini ia kelihangan konsentrasinya akibat berada di dekat kakak kelasnya tersebut. Ia merasa mata elang itu terus meliriknya, padahal setiap ia melirik orang itu guna membenarkan firasatnya, mata elang itu fokus kepada buku yang ada di depannya.

"Kenapa?" Seperti maling yang tertangkap basah, dia tersentak kaget. Padahal mata elang itu belum menatap bertemu dengan matanya dan dia hanya dua kali melirik orang itu.

"Ya?" Neta kehilangan kata-katanya dan memberanikan diri menatap lurus mata itu. Menutup buku yang di baca, mata elang itu kini ganti menatapnya lurus.

"Ada yang salah denganku?" Mata yang indah itu terlihat begitu tajam, tetapi di dalamnya sangat terlihat indah.

Alis mata itu terangkat sebelah dan Neta baru saja menyadari kebodohannya. Ia baru saja mengagumi keindahan mata itu dan mengatakan hal itu kepada pemiliknya melewati tatapan matanya.

"Maaf." Neta sedikit menunduk meminta maaf. Dan saat ia kembali menegakkan wajahnya, ia melihat sekilas senyum tipis di bibir itu. Sangat tipis, tetapi sangat menawan. Laki-laki itu menunduk dan kembali membuka halaman bukunya.

"Boleh aku bertanya?" Mata elang itu kembali menatap Neta sebelum buku itu terbuka sempurna.

"Apa?" Neta menelan ludahnya gugup, kemudian dia menggeleng.

"Tidak jadi." Laki-laki itu mengangguk. Kemudian keningnya berkerut dan wajahnya mengeras dan ia menghembuskan nafasnya lelah.

"Kuperingatkan kepadamu." Setelah mengatakan itu, laki-laki beranjak pergi dari tempat duduknya dan pergi dari sana. Menghilang dari hadapan Neta. Sebelum Neta bertanya apa maksud laki-laki itu mengatakan hal tadi.

Neta sebenarnya hendak menyusul, tapi sebuah pesan masuk dari handphone miliknya membuat ia mengurungkan niatannya itu.

'Key Lana'

Begitu tulisnya. Pesan dari nomer asing yang beberapa hari ini mengganggunya. Ia mencoba mengabaikan pesan tersebut dan kembali tenggelam pada novel yang tadi ia pinjam.

Setelah selesai dengan novel-novelnya, ia kembali ke kelas saat kelas sudah kosong. Teman-temannya sudah kebali ke rumah. Jam pulang sudah terlewat. Sahabatnya juga mungkin sudah pulang. Saat melewati lorong-lorong tadi, ia merasa sekolahnya sudah cukup sepi. Memang saat ini hampir pukul setengah lima sore, sedang jam pelajaran usai pukul dua siang dan jam kegiatan ekskul selesai pukul empat sore. Hanya ada beberapa orang yang masih setia di sekolah. Ia berjalan menuju gerbang depan untuk menunggu jemputan. Di depan gerbang ia berhenti, merasa seseorang disebrang jalan sedang mengamatinya. Pakaiannya serba hitam. Jaket kulit, celana jens, topi, serta masker berwarna hitam. Orang itu terlihat sedang mengamatinya, walaupun wajahnya tertutup oleh topi dan masker. Namun beberapa saat kemudian, orang itu membalikan badannya dan pergi dari seberang jalan tersebut. Entah apa yang ada di pikiran Neta, karena ia malah mengamati orang itu yang semakin menajuh dari hadapannya.

Saat tersadar, ada seseorang yang menepuk bahunya pelan. Ia mengalihkan pandanganya dan menemukan sopirnya yang mengagetkannya tersebut. Sopirnya meminta maaf dan hanya diberi anggukan oleh Neta, sopirnya mengatakan bahwa nona mudanya itu daritadi sudah di panggil olehnya tetapi hanya diam dan memandang lurus ke depan. Dan di pikiran Neta saat ini, Apa sopirnya itu tau orang misterius tadi?

Who Are You?Where stories live. Discover now