RETROGRESI

82 8 2
                                    

[11 TAHUN SETELAH RETROGRESI DIMULAI]


Apa kau percaya hidup itu selalu naik tanpa ada kemunduran sekali pun? Yah, karena aku tidak. Kupikir dunia ini sudah sangat hancur. Atau aku adalah kehancuran itu sendiri yang merombak dunia indah menjadi suram kelihatannya.

Dan ya, itulah yang kupikir semasa aku berumur sekitar delapan. Tapi apakah sepuluh tahun kemudian aku masih berpikiran sama? Tentu tidak. Justru... dari rasa depresi yang menjerat, menggiringku menuju kedewasaan yang meningkat dan terus meningkat.

Apa kaupaham maksudku?

*

Terlukis sebagai imaji...

LENTERA TEMARAM BERPENDAR di tengah ruangan. Berayun secara perlahan seperti metronom yang ingin menghipnotis. Membuat rasa penasaran bergejolak ingin mendekat. Seakan benda itu memiliki mulut yang membisikkan intimidasi untuk datang meraihnya.

Bisikan-bisikan halus terpantul dari segala sudut ruangan. Mungkin mereka meracau atau sedang bersendau gurau. Ada juga yang menangis tersedu-sedu dan tertawa terbahak-bahak. Bisikan itu beralih menjadi suara teriakan. Ini membuat kepalaku sakit seperti mau meledak.

"BERHENTI!!" teriakku dengan lantang tanpa keraguan.

Aku tahu, kau mungkin berpikir aku sudah gila karena suara-suara yang mencekam itu.
Tapi entahlah. Aku bahkan tak begitu mengenal diri sendiri.

Beruntungnya, suara-suara itu memudar dan lenyap. Meninggalkan aku sendiri bersama bayang kesepian.

Peluh membasahi dahi. Ini terlalu nyata untuk disebut mimpi. Barangkali inilah lucid dream. Entah ini sadar atau tak sadar, aku pun tak tahu. Ambang batas kesadaran dan ketidaksadaran tidak lagi kumengerti. Rasanya lumpuh. Sangat lemas dan ringan bagai helai bunga dandelion.

Di antara kesunyian, terdengar degup jantungku. Lentera berbohlam kuning hendak menyeret ke dalam dunia magis.

Ketenangan merayapi sekujur tubuh. Menelusup ke dalam pikiran dan sanubari. Adalah rasa yang sudah sangat lama tidak kurasa.

Namun dalam sepersekian detik, kegelapan datang. Melingkarkan ekornya ke leherku. Teringatlah aku akan memori sendu di waktu kecil.

*

Memori itulah yang mulanya kupikir adalah titik di mana retrogresi di mulai.

Sebuah perjalanan retrogresi yang sekaligus membuat rasa syukur menyeruak setelah bertahun-tahun lamanya
hidup bersama rantai penyesalan.

Memang rasanya begitu lama aku menyadari betapa indah petualangan ini. Hanya ada satu hal yang tidak kusesali. Hal itu adalah membatalkan niat untuk mengakhiri lebih dulu.

R E T R O G R E S IWhere stories live. Discover now