ENAM

28 1 0
                                    

Tifa merasa sedikit tenang setelah tadi bertemu Airin. Drama.. salah satu cara yang ampuh untuk menyembuhkan skizofrenia yang Airin derita. Sebetulnya ada psiko-drama khusus untuk benar-benar total menyembuhkan skizofrenia. Tapi hal itu terlalu membutuhkan banyak tangan yang ikut campur sementara Airin tak ingin ada orang yang tau tentang keadaannya.

Airin terlalu gemilang di kampusnya kemarin. Banyak orang yang menaruh harapan tinggi kepadanya hingga ia bingung hendak memuaskan yang mana. Kalau dilihat dari kacamata psikologi, Tifa melihat faktor skizofrenia Airin bukan hanya karena putus dari Davi, tetapi juga banyak harapan dan tekanan yang berbeda menuntut diri Airin. Tifa dapat melihat Airin sedang kembali meraba-raba kemana langkah yang seharusnya ia ambil, Kemana suara yang seharusnya ia ikuti.

Miris memang. Airin telah kehilangan jati dirinya.

Orang tuanya berpisah. Ia kehilangan tempat bergantung. Ia kehilangan sumber kebahagiaannya hingga ia mencari kebahagiaan baru; Davi. Di sana lah Airin melihat sumber kebahagiaan barunya. Namun, saat Airin benar-benar menggantungkan kebahagiaannya, Davi malah menghancurkan semuanya. Menghancurkan dunia yang Airin harapkan bisa membawa ia kepada kebahagiaan yang sebenarnya.

Davi lah penghancur dunia Airin.

Tapi, bisa juga bukan. Airin jugalah yang bisa menghancurkan dirinya sendiri. Ia salah karena menggantung kebahagiaannya kepada orang lain.

Namun, Tifa mampu memahami kondisi Airin. Sejujurnya, Tifa berharap Airin seharusnya lebih awal menceritakan keadannya. Mulai dari perceraiannya orang tuanya, putusnya dengan Gerry dan tiba-tiba langsung berpacaran lagi dengan Davi. Hal itu terlalu cepat.

Iya. Airin terlalu cepat memutuskan. Airin terlalu tergesa-gesa mencari kebahagiaan baru setelah dua sumber kebahagiaannya hancur tak bersisa.

Airin ditekan dengan kejam oleh keadaan. Padahal ia punya sejuta mimpi yang harus ia capai. Begitu melangkah memasuki dunia perkuliahan, Airin berniat ingin menjadi berlian disana. Airin ingin menjadi sosok yang patut orang tuanya banggakan. Cum laude. Itulah tujuan Airin. But.. who doesn't?

Tapi... melihat keadaan Airin yang perlahan jatuh hingga terjerembap seperti ini, Tifa ragu Airin bisa melangkah lagi. Airin sudah jatuh terlalu dalam. Airin jatuh hingga tenggelam. Tifa khawatir kalau nanti mimpi-mimpi Airin gagal, Airin bisa jatuh terluka seperti ini lagi. Tifa harus segera menyembuhkan Airin. Kalau tidak, Airin bisa terus jatuh tak tertolong.

Dan Tifa tak ingin hal itu terjadi.

Namun sayang, Tifa tak tau Airin di rumah saat ini bagaimana. Ia sedang melangkah ke tempat tidur dengan sempoyongan. Jantungnya mulai berpacu keras hingga berdebar sampai telinga. Efek lima pil tidur dalam satu kali tenggakan membuat pandangannya kabur dan gelap. Dan Airin.... Tak tau lagi apa yang terjadi.

***

"Ini udah jam berapa, gengs?? Airin mana??" tanya Audri panik kepada semua pemeran drama di dalam aula.

"Gak tau, Dri, gak bisa dihubungi." Kata Bagas yang ikutan panik karena sudah dua jam latihan berjalan dan Airin tak kunjung datang.

"Demi apa??? Trus gimana???" kata Haura panik karena ini sudah H-7.

"Ck! Ya udah, Bassanio, untuk sementara lu latihan sama gue lagi lah. Nanti kita cari kabar Airin." Kata Audri mencari solusi.

"Oke, Dri." Kata Agam mengiyakan.

***

S K I L O V R E N I AWhere stories live. Discover now