DUA

28 2 0
                                    

Sudah sebulan berlalu, Airin pun masih disibukkan dengan latihan drama. Ini udah kesekian kalinya mereka latihandan dan sudah H-14 menuju pentas. Airin sudah hafal naskahnya. Tapi entah apa yang ia rasakan, ia tak bisa mengekspresikan kemarahan, ia juga tak bisa mengekspresikan kesedihan. Airin masih belum mengenali bentuk emosi yang ada di dalam diirnya. Airin mulai hidup dalam topeng yang tak bisa ia lepaskan.

Selama ini, setelah putus dari Davi, Airin memutuskan untuk tidak lagi menunjukkan kesedihannya. Menurutnya, lebih baik semuanya ia telan dan rasakan sendiri daripada bercerita kepada orang lain, karena menurutnya, belum tentu orang lain benar-benar peduli atas apa yang ia rasakan.

Namun.... Airin jadi terjebak.

Hatinya luka, tapi ia pura-pura tertawa. Hatinya menangis, tapi ia pura-pura gembira.

Topeng. Topeng itu melekat ke dalam diri Airin sampai Airin tak lagi kenal siapa dirinya. Airin tak lagi tau apa yang seharusnya ia rasakan. Airin tak bisa lagi mengenali emosi yang menyelimuti dirinya. Kalau memang sedih, seharusnya ia menangis, tapi kenapa ia hanya diam? Kalau memang kesal, seharusnya ia marah, tapi kenapa ia hanya diam?

Ini sudah kesekian kalinya Airin ditegur oleh Audri mengenai emosi dan ekspresi.

"Ekspresi, Airin, ekspresi!"

Airin hanya bisa diam mendengar ocehan Audri. Ia benar-benar kewalahan atas dirinya sendiri. Ia ingin memunculkan semua ekspresi dan kekesalan yang ada di hatinya. Padahal setiap kali sebelum latihan, Audri selalu mengajak pemanasan dengan latihan vocal dan berteriak sekencang-kencangnya.

Tapi... Airin bahkan tak bisa meneriakkan apa yang ada di dalam hatinya.

"Airin, lu kenapa, sih? Apa yang ketahan? Apa yang gak bisa kelepas?" tanya Haura prihatin karena terlihat sekali banyak yang tak bisa Airin lepaskan.

"Lepasin, Airin. Lepasin aja." lanjut Haura lagi.

Airin menggeleng. Ia juga tak tau apa yang ia rasakan. Airin pun kemudian memilih untuk pamit ke toilet agar dapat menenangkan diri sejenak.

"Oh... Airin mau pup!" pekik Bagas meledek disaat yang tak tepat.

"Bagas!" pelotot Haura.

"Iya, ampun.."

Airin pun mencuci muka di wastafel. Ia bercermin. Melihat pantulan dirinya di dalam cermin. Matanya cembung. Kantung matanya hitam. Matanya sayu. Tak ada gairah dan semangat hidup disana. Airin kebingungan. Ia tak tau apa yang seharusnya ia lakukan kepada dirinya sendiri. Ia tidak bisa melawan delusi ini. Ia tak bisa menemukan dirinya lagi. Luka di hatinya selalu terbuka hingga ia harus menekan dadanya kuat-kuat karena tak mampu menahan rasa sakitnya.

Benar. Luka yang ditinggalkan Davi benar-benar membuatnya berkabung.

Airin sebetulnya lelah tetapi ia tak tau harus berbuat apa. Airin sebetulnya sudah kewalah tapi ia bingung menghadapi dirinya. Ia tak ingin terus-terusan seperti ini. Airin tak ingin terus-terusan terbuai oleh delusi ini. Airin capek. Sangat capek. Lelah. Letih menghadapi dirinya sendiri. Letih menangisi dirinya yang tak pantas untuk dikasihani.

Airin benci dikasihani. Airin benci apabila ada orang yang mengkhawatirkan dirinya. Itulah kenapa ia tak bisa menceritakan keadaanya kepada siapapun.

Airin terduduk lemas. Ia tak boleh terus begini. Ia harus bangkit. Ia tak boleh dikalahkan oleh delusi ini.

Airin menghela napas panjang, ia pun langsung kembali ke ruang latihan dengan tekad mengembalikan dirinya.

"Yuk mulai lagi." kata Airin mencoba semangat ketika kembali ke aula.

"Sip. Bassanio! Take action!" kata Audri.

"Oh, Princess Portia.. I have to help Antonio! He's my bestfriend, I have to help him!" Agam pun memulai dialognya.

"No, Bassanio! What if I help you both??" balas Airin mulai sepenuh hati.

"It's full of risk, Princess Portia. I have to go now..."

"No... Bassanio!"

Dan lagu Love Story dari Taylor Swift pun diputar. Di adegan ini, Airin harus terlihat sedih dan merasa kehilangan karena Bassanio meninggalkan Portia. Airin mulai mendalami peran yang ia mainkan. Ia mulai meresapi apa yang seharusnya ia rasakan. Kesedihan. Kehilangan. Kehampaan. Tiga hal yang harus bisa Airin keluarkan dalam adegan dramatis ini. Pelan, ia mulai merasakan luka yang Davi tinggalkan. Ia mulai sekuat tenaga memunculkan emosinya.

Dan....

"......you'll be the prince and I'll be the princess, it's a love story, baby just say... yes...."

Tepat setelah lagu berakhir teman-teman langsung bersorak riuh.

"Daebak, Airin! Gitu dong dari kemarin!" puji Haura tersenyum lebar dan bertepuk tangan.

"Gitu dong, Neng. Gua mah emang tau lu bisa." kata Audri memuji.

"Eh? Kenapa?" tanya Airin bingung.

"Ah, coba tadi di video-in! Kayak yang gak mau ditinggal banget sama Agam! Cie cie!" ledek Haura. Agam pun tersenyum salah tingkah.

"Mulai deh gosipnya..." timpal Airin sok bete.

"Keren keren, Airin! Besok-besok begini terus ya!" kata Audri lagi.

Airin mengangguk mencoba tersenyum. Perlahan ia mulai bisa mendalami peran.

Ia pun berharap semoga saja tak hanya hari ini ia kembali bisa merasakan emosi dalam dirinya.

***

W

S K I L O V R E N I AWhere stories live. Discover now