LIMA

26 2 0
                                    


Masih di Starbucks, Davi pun mulai menyeruput Frappucino pesanannya. Sebetulnya ada sedikit rasa bersalah. Tapi Davi kembali berpikir kalau kesalahan itu sepenuhnya kembali ke dalam diri Airin sendiri.

Davi jadi teringat ia sering dipaksa untuk ikut di segala kegiatan Airin. Airin seakan-akan ingin menunjukkan ke teman-temannya betapa bahagianya dia yang sekarang dengan Davi. Tapi sejujurnya, Davi merasa biasa saja. Ia juga tak pernah memberikan hadiah mewah kepada Airin. Masa hanya dengan beberapa melody yang Davi aransemen sendiri bisa membuatnya sebegitu terlena?

Padahal semasa awal kuliah saat pertama kali bertemu Airin, Davi melihat Airin sebagai sosok perempuan yang cerdas meski terkadang ia terlihat sering murung. Dari situlah Davi mulai iseng mengajak Airin bercanda karena Davi tak suka melihat orang lain sedih. Ya, mau bagaimanapun, Davi pasti punya sisi baik.

Namun... setelah berpacaran beberapa bulan, frekuensi kemurungan Airin meningkat dan semakin menjadi. Ia terus-terusan takut suatu saat Davi akan meninggalkannya. Ia terus-terusan takut suatu saat tak bisa jatuh cinta lagi kalau ia sampai harus kehilangan Davi.

Dan anehnya, ia selalu saja seakan-akan menjadi tokoh utama dalam film ataupun novel yang sedang ia baca.

"Aku takut jadi cewek dingin kayak Fleur setelah ditinggal kekasihnya deh. Kamu jangan ninggalin aku ya?"

"Aku jadi ngerasa kayak Milea yang ditinggal Dilan deh. Aku bisa ngerasain patah hatinya. Aku takut. Kamu tuh kayak Dilan yang bisa bikin aku seperti wanita paling bahagia di muka bumi. Jangan pergi ya, Vi."

"Aku mau kamu jadi Keenan-ku yang bisa ngewujudin cita-cita Kugy menjadi pendongeng."

Halah!

Awalnya Davi masih bisa tahan dengan daya khayal itu, tapi lama kelamaan Davi jadi gerah mendengarnya.

"Ah, sial!" Davi merutuk dirinya mengingat hal itu.

Sekarang bukan hanya Airin yang trauma terhadap masa lalu, tetapi dirinya juga. Ia jadi malas berurusan dengan wanita karena khawatir kejadian seperti Airin terjadi lagi. Ia malas berurusan dengan cewek yang ribet dan manja seperti Airin.

Yang jelas... Davi sekarang sangat menjaga jarak dengan Airin. Dan berharap tidak akan pernah lagi bertemu Airin.

***

Hari ini sudah masuk hari ketiga Airin diam di kamar. Airin masih tak mau makan ataupun minum. Rambutnya kusut acak-acakan. Bibir dan kulitnya kering karena AC ruangan. Matanya sembab dan kosong seakan tak ada nyawa di dalam dirinya.

Airin mulai membuka laptop. Mendadak ia rindu Davi. Ia rindu sekali sampai rasanya ingin berteriak karena tak kuasa menahan kerinduan ini. Ia pun membuka file kenangannya bersama Davi. Dilihatnya foto tersebut satu per satu hingga air mata tak kuasa kembali berderai membanjiri pipi tirus Airin.

Iya, Airin sangat kurus sekarang. Padahal dulu Davi sering meledek pipi nya yang cukup gempil untuk tubuh mungil Airin.

Airin pun mulai menangisi kebahagiaan mereka dulu.

Betapa lucu semesta ini. Baru beberapa bulan lalu mereka tertawa di tengah hujan badai sampai lupa waktu dan lupa rasa dingin angin yang menerpa. Sederhana dalam kendaraan roda dua yang membawa mereka kepada puncak indahnya kebersamaan. Seakan-akan dunia milik berdua dan bertekuk lutut pada kebahagiaan yang mereka ciptakan.

Betapa lucu semesta ini. Satu hari sebelum putus, mereka sempat membuat janji untuk bertemu melepas rindu. Melepas dahaga dari hausnya akan sentuhan. Melepas penat dari keadaan yang semakin tersedu-sedan. Melepas kekacauan dengan harapan yang tak lagi ada.

S K I L O V R E N I AWhere stories live. Discover now