EMPAT

24 2 0
                                    

Setalah mendapat kontak Davi, Tifa mulai menimbang-nimbang untuk menghubunginya. Sebetulnya Tifa khawatir Davi akan berpikir kalau ia mencampuri urusannya. Tapi.... mau bagaimana lagi? Ini demi Airin.

Hingga akhirnya, Tifa pun memutuskan untuk langsung menelepon Davi.

"Saya tidak tau siapa Anda, tapi yang jelas, saya sudah tidak ada urusan lagi dengan Airin." pekik Davi meracau setelah Tifa menyinggung nama Airin setelah salam di telepon. Davi pun hendak menutup telepon itu.

"Tunggu, Davi, tunggu. Saya gak minta kamu untuk bertemu dengan Airin, saya hanya mau tau kenapa kalian putus. Karena gak adil rasanya kalau saya hanya mendengar cerita dari Airin saja." Lanjut Tifa menjelaskan.

"Tapi saya gak mau bahas itu lagi. Saya gak suka sama cewek dramatis itu!" pekik Davi yang tanpa sadar langsung membuka benang merah kandasnya kisah cinta mereka.

"Ah! Oke, kita bisa ketemu kapan?" tanya Davi pada akhirnya.

***

Suasana Starbucks sore itu cukup lengang. Sepulang dari kampus barunya, Davi langsung bertemu dengan Tifa yang anggunnya sampai sempat membuat Davi tercengang. Mereka duduk di dekat jendela yang langsung menghadap ke lobby utama.

"Halo, Davi. Saya Tifa konselornya Airin." Kata Tifa memperkenalkan diri sebelum duduk.

"Konselor?" tanya Davi heran.

"Ya. Konselor psikis. Airin menderita Skizofrenia." Terang Tifa singkat.

"Pantes. Sudah saya duga dia itu emang sakit jiwa." Timpal Davi menjengkelkan hingga membuat Tifa mengangkat alis sebagai tanda sebal.

Ia bahkan sampai tak percaya Airin sempat berpacaran dengan pria seperti ini. Rambut klimis. Pakaiannya bahkan terlalu rapi untuk ukuran seorang mahasiswa seni.

"Maaf kita langsung saja. Saya mau tau kenapa kalian bisa sampe pacaran dan akhirnya putus." Kata Tifa langsung ke pokok permasalahan.

"Hah..." Davi menghela napas panjang dan memutar matanya malas. "Kan saya bilang, saya gak mau bahas itu." lanjutnya.

Tifa kembali mendelik. Attitude pria ini buruk sekali.

"Oke, secara singkat saja." Kata Tifa membujuk.

"Ya.. kita sekelas, sering bercanda, sering ribut karena masalah sepele, karena saya tampan dan dia lumayan, kita dicengin temen-temen sekelas, trus saya ajak dia ke café demi café dan saya tembak. Jadian enam bulan, lalu saya putuskan untuk selesai." Kata Davi dengan nada sedikit kesal diakhir kalimat.

"Kenapa selesai?"

"Dia sering mutusin saya sebelum-sebelumnya. Ya, oke, saya tau orang tuanya baru pisah dan dia abis putus setelah pacaran lima tahun. Tapi gak harus terus-terusan cerita ketakutannya ke saya. Trauma sih trauma. Tapi saya capek dengernya yang terus-terusan merengek takut kehilangan saya. Ya udah lah mending kehilangan aja sekalian." Kata Davi kesal.

Hening. Ada jeda sebentar.

"Lagi juga, dia gak cantik-cantik amat. Saya bisa dapet yang lebih cantik dari dia kalo saya mau. Apalagi di kampus baru saya, banyak yang lebih bening dari dia." Lanjut Davi lagi hingga membuat Tifa menggertakan gigi.

Secara sadar, Tifa mulai menelaah kepribadian Davi. Jam tangan Daniel Wellington, ponsel iPhone 6s dengan case elegant beserta lockscreen gambar dirinya sendiri dan dari gaya bicara serta bahasa tubuhnya, Tifa dapat melihat sisi narsistik yang selalu ingin dipandang di dalam diri Davi.

"Baik. Saya rasa sudah cukup pertemuan ini." kata Tifa bangkit berdiri.

"Oh, ya, silahkan.." kata Davi ikut berdiri.

"Saya harus kembali menengok Airin. Dari kemarin, dia tidak mau keluar kamar. Selalu melamun di dalam selimut. Lalu, saat saya menyinggung nama Davi, matanya langsung berbinar menyalak seperti orang yang habis dapat doorprize. Tapi setelah pertemuan hari ini, saya benar-benar bersyukur kalian sudah selesai. Selamat sore." Lanjut Tifa pedas dan melenggang pergi.

"Ho.... Ya, selamat sore!" timpal Davi tengil.

Tifa menghela napas tak percaya. Ia tak habis pikir dengan seseorang seperti Davi. Apa sih yang kemarin dilihat Airin oleh pria seperti itu? Benar-benar tak pantas disandingkan dengan Airin yang penuh wibawa dan cerdas. Lihat saja nanti kalau Airin sudah sembuh, Davi yang akan menyesal karena sudah menyia-nyiakan berlian seperti Airin.

***

S K I L O V R E N I AWhere stories live. Discover now