[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Lima menit kemudian Sulastri mengantarkan secangkir kopi ke kamar Ardian lalu pamit untuk membereskan halaman depan. Ardian menunggu beberapa saat sebelum mulai menyerupt kopinya. “Masih kemanisan.” Lidah Ardian selalu tajam saat mencicipi sesuatu, lidahnya juga selalu tajam untuk mengungkapkan sesuatu yang ada dalam pikirannya. Saat awal berkenalan dengan Abel, gadis itu beberapa kali tersinggung karena ucapannya, setelah lama berkenalan, Abel mulai terbiasa dengan gaya bicara Ardian.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Sore hari dihari Jumat sekitar pukul setengah lima sore, Ardian berdiri bagian depan mobilnya tang tengah diparkir di depan Universitas Manhatta, Ardian sengaja menunggu Abel. Ardian memfokuskan perhatiannya pada game yang sedang ia mainkan, mengabaikan mahasiswi yang berseliweran di depannya sambil mencuri pandang. Mereka entah mempehatikan Ardian atau mobil Ardian yang limitededition dengan harga selangit.
Dari kejauhan Rezvan tengah mengendarai motornya mendekati Universitas Manhattan, saat membelokan motor memasuki gerbang dia melihat Ardian. Rezvan merasa familier dengan laki-laki yang berdiri anteng di depan mobil dengan ponsel dalam genggamannya. Namun Rezvan tidak mampu mengingat siapa laki-laki itu.
“Kak Rezvan !!” panggil Abel sambil melambaikan tangan saat Rezvan hendak memarkirkan motornya. Rezvan melambaikan tangannya sambil tersenyum dari balik helm full facenya. “Kaka mau ngapain ke kampus jam segini ??” tanya Abel saat sudah berdiri di dekat Rezvan.
“Aku mau laporan kalo praktik aku beres hari ini,” Rezvan memperhatikan penampilan Abel dari atas ke bawah, “Kamu cantik pake warna cerah gitu.” Hari ini Abel mengenakan kemeja florist dengan warna dasar merah muda pucat dipadukan celana bahan berwarna putih yang pas.
“Makasih.” Abel tersenyum.
“Ngomong-ngomong kamu mau kemana ?? tumben kuliah kamu udah beres jam segini.”
Semburat merah muncul pada pipi Abel, “Aku cuma ketemu sama dosen buat nyerahin tugas sama bahas tes JLPT.” Abel menghentikan sejenak ucapannya saat menyadari Ardian yang tengah menatapnya dari luar pagar. “Aku mau ketemu sama Ardian.”
Tubuh Rezvan seketika kaku saat mendengar ucapan terakhir Abel, matanya bergerak mengikuti arah pandangan Abel. Pantas saja dia merasa familier dengan laki-laki itu. Laki-laki itu Ardian, teman sekelasnya saat pertama masuk SMA. Perasaan tak menyenangkan hinggap pada hatinya saat menyadari semburat merah pada pipi Abel karena Ardian, bukan karena dirinya.
“Oh gitu, yaudah hati-hati di jalan.” Rezvan tidak ingin menunggu ucapan Abel, dia langsung menjalankan motornya mencari tempat kosong untuk memarkirkan motornya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.