🍁 D U A P U L U H DE L A P A N 🍁

584K 42.6K 5.2K
                                    

Setelah mendapat panggilan dari kakek, paginya Arthur dan Kinzy langsung check out dari hotel dan segera terbang untuk kembali ke Jakarta. Kini mereka sudah berada didalam pesawat yang sedang terbang menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta. Dan sedari mendapat panggilan juga, Kinzy tak pernah tenang. Ibu hamil itu terlihat sangat takut dan gugup.

Lain dengan Arthur yang sebenarnya belum mengerti apa yang ditakutkan Kinzy pada lelaki tua yang dipanggil kakek itu. Ia belum sempat bertanya, karena ia masih belum menemukan waktu dan situasi yang tepat.

"Zy, kamu jangan gitu. Kamu udah gak sendiri lagi. Disini," Arthur memegang perut Kinzy yang membuncit dengan telapak tangan yang lebar. "kamu sama dia." 

Kinzy hanya dapat membalasnya dengan helaan napas yang berat. Wanita itu terdiam cukup lama. 

"Bisa dibilang aku itu cucu kesayangan kakek. Sampai sayangnya itu terkesan over protective." Kinzy memecah keheningan diantara mereka. "Aku tinggal di Palembang selama tiga tahun sama kakek-nenek pas SMP, disitu aku dimanjain banget dan dikekang. Aku gak boleh pacaran, gak boleh berduaan sama laki-laki, gak boleh terlalu akrab sama laki-laki. Bahkan aku sempat dikasih dua bodyguard dulu pas ada kakak kelas yang deketin aku padahal aku udah nolak. Pokoknya aku harus benar-benar jadi sosok yang dia mau. Jadi, kakek pasti kecewa banget sama aku karena ini."

"Tapi 'kan ini bukan salah kamu. Ini karena temen sekolah kamu." Ucap Arthur mengingatkan siapa dalang dibalik semua ini.

"Loren itu sepupu tiri aku. Mamanya janda, nikah sama om aku yang juga duda. Kakek gak setuju sama pernikahan mereka. Kata kakek mereka cuma mau ngambil harta keluarga kita aja dan itu benar. Jadi kakek ngasingin Loren dari cucunya yang lain. Loren sadar, otomatis dia juga mikir kalau warisan ke mereka itu sedikit banget. Itu makanya,"

"Dia ngancurin kamu?" Tebak Arthur dan diangguki oleh Kinzy

"Mungkin dia pengen walaupun dia gak dapat warisan setidaknya diantara kami yang sepupunya merasakan apa yang dia rasakan." Tambah Kinzy.

***

Arthur dan Kinzy kini sedang berjalan menuju lobi bandara tempat adik kembar Arthur menunggu mereka. Tapi tiba-tiba saja enam laki-laki kekar bersetelan formal mengelilingi dan menahan langkah mereka. Tentu saja itu berhasil membuat kedua insan itu kebingungan.

"A-ada apa, ya?" Tanya Arthur sopan sambil merangkul bahu Kinzy seolah melindungi.

"Kami dari Pak Aslan untuk menjemput kalian. Silahkan," Salah satu dari laki-laki kekar berpakaian formal itu menjelaskan lalu mempesilahkan Kinzy dan Arthur untuk berjalan lebih dulu.

Berbeda dengan Arthur yang masih dengan kerutan di dahinya, Kinzy malah semakin takut. 

"Mereka dari kakek." Lirih Kinzy pelan tetapi masih dapat didengar oleh Arthur.

"Apaan nih?!" Tiba-tiba terdengar suara dari sebelah kiri mereka. Mereka dapat melihat wajah seorang pemuda yang terlihat mirip dengan Arthur. Ya, itu Kelvin. "Lu berdua ngapain masih disini? Yaudin, ayo!" 

"Maaf, silahkan." Lelaki utusan Kakek Kinzy tadi kembali mepersilahkan-menghiraukan suara yang baru saja berbunyi.

"Vin, kayaknya gue sama mereka aja deh. Mereka utusan dari Kakeknya Kinzy buat jemput kita. Sorry." Arthur menepuk bahu Kelvin dan segera berjalan dengan Kinzy beserta utusan Kakek Kinzy meninggalkan Kelvin.

Butuh waktu satu jam empat puluh lima menit untuk sampai dari bandara menuju kediaman tokoh besar keluarga Steamint. Disana, keduanya dipersilahkan untuk duduk di atas sofa ruang tamu. Tepatnya di hadapan Aslan Steamint. 

Sudah lima belas waktu mereka terbuang hanya untuk mendapatkan tatapan tak terbaca serta wajah tak bersahabat dari Aslan. Arthur masih menunggu apa yang akan keluar dari mulut lelaki baya itu. Sedangkan Kinzy rasanya sama sekali tidak mau mendengar atau pun melihat Aslan membuka mulutnya.

"Kamu boleh pulang." Aslan menunjuk Arthur dengan tajam. Tunjukan itu sukses membuat Kinzy maupun Arthur mengeryit bingung. "Terimakasih sudah merusak Kinzy dan menjaganya untuk sementara waktu. Sekarang tugasmu sudah selesai. Secepatnya kami akan mengirimkan surat gugatan cerai."

"T---" Arthur hendak menyampaikan protesnya.

"Kalau masalah biaya yang dihabiskan Kinzy, kami bisa menggantinya lebih. Kamu nggak usah khawatir." Aslan menyela protes Arthur.

"Bukan itu,--"

Lagi-lagi Aslan menyela, "dan kami juga akan merahasiakan identitas kamu pada anak Kinzy nanti."

"Tapi kenapa?!" Tanya Arthur cepat sebelum dipotong lagi oleh Aslan.

Aslan tidak segera menjawabnya. Ia hanya menatap Arthur lebih tajam, lalu menggerakkan senjata yang lebih tajam dari tubuhnya, "kamu bukan tipe saya."

Arthur tidak bisa menahannya lagi. Dengan emosi penuh, pemuda itu menggebrak meja yang berlapis kaca hingga retak dan darah segar keluar dari beberapa titik di tangan Arthur. Bersamaan dengan datangnya Kelvin yang napasnya tidak teraur diikuti oleh beberapa seksi keamanan rumah Aslan.

Napas Kinzy tercekat. Pikirannya mendadak kosong. Sepertinya suara retakan keramik yang dibakar dengan suhu tinggi akan menjadi suatu trauma baginya.

"YANG MERASAKAN PERNIKAHAN KAMI, BUKAN ANDA, TAPI KINZY!" Bentak Arthur keras. Saat ini  sepertinya semua saraf Arthur sudah mati. Ia bahkan tidak merasakan sakit sedikitpun pada tangannya.

Aslan tersenyum sinis, "dengan melihat kelakuan kamu yang seperti binatang tadi membuat kamu semakin jelek di mata saya."

"Tapi mereka saling mencintai!" Kelvin langsung membuka suaranya. Walaupun ia tidak mendengar seluruh percakapan sedari tadi, tapi Kelvin cukup mengerti kemana arah inti percakapan mereka.

"Cucu saya tidak mungkin mencintai seorang pemerkosa seperti dia!" Tatapan Aslan beralih pada Kelvin. "Toh saya sudah mendapatkan laki-laki yang lebih pantas untuk cucu saya. Saya akan menikahkan mereka secepatnya."

Kinzy ingin menyampaikan rasa protesnya. Tapi tenggorokannya terasa tercekat. Ia hanya dapat menyaksikan apa yang terjadi.

"Bawa mereka pergi!" Aslan menyeru pada orang-orangnya untuk segera membawa Arthur dan Kelvin enyah dari pandangannya.

Kinzy langsung tersentak kala orang suruhan kakeknya mulai bergerak mendekati Arthur. Kinzy lantas melepaskan semua isi kepalanya saat itu juga dan bergerak memeluk Arthur erat. Bisa saja pelukan ini menjadi sentuhan terakhir antara mereka.

Kinzy mencengkram erat baju yang Arthur pakai. Namun, seberapa erat pun Kinzy menahan, Arthur sepertinya tidak bisa membalas pelukan erat Kinzy. Ia malah merasa nyawanya hilang hingga raganya terasa lemah.

Arthur sudah ditarik sekuat mungkin oleh orang suruhan Aslan agar segera terlepas dari Kinzy. Sementara Kinzy ditahan oleh Aslan sendiri. 

Yang menahan Arthur saat ini hanya pelukan Kinzy. Ia rasanya tak sanggup untuk menahan diri sendiri agar tetap berada disisi Kinzy. Air mata Arthur mulai metenes kala tarikan Kinzy pada bajunya mulai mengendur.

Hingga Kinzy benar-benar lepas dari tubuhnya, Arthur hanya bisa menatap wanita itu dengan genangan air mata pada wajahnya.

***

Salam,

Kecoamerahmuda.

Bad Boy Is A Good Papa [END]Where stories live. Discover now