#19 Puzzles

16 4 3
                                    

Sudah berkali-kali Hae Joo mendial nomor yang sama. Tidak ada jawaban sama sekali. Telponnya selalu masuk ke dalam kotak suara.

"Telpon aku jika kau mendengar pesan ini," begitu pesannya setelah percobaan kesekian kalinya.

Hae Joo melempar ponselnya ke sembarang sudut tempat tidurnya kemudian mulai membersihkan diri. Tidak lama setelah dia masuk ke kamar mandi ponselnya berdering. Hae Joo lantas kembali dan mengangkat telpon tersebut.

"Yeoboseyo!"

"Apa kau sibuk?" Hae Joo sedikit kecewa saat tahu sang penelpon bukan orang yang ditunggunya.

"Siapa ini?" sedikit mengernyit saat menemukan nomor tidak dikenal tertera pada layar ponselnya.

"Kau tidak mengenal suaraku?" ujar si penelpon dengan nada jahil.

Hae Joo diam. Dia tidak tertarik bemain tebak-tebak di telpon terlebih dengan orang yang tidak dikenalnya. Sesaat sebelum Hae Joo menekan tombol merah dia kembali berujar, "Jung Daehyun."

"Dari mana kau tahu nomor telponku?"

"Kau terdengar tidak senang, apa ada sesuatu?"

"Tidak ada, aku malas meladeni telpon iseng. Jawab pertanyaanku, dari mana kau mendapatkan nomorku?"

Daehyun terkekeh kecil membuat Hae Joo semakin kesal. "Maafkan aku, sebenarnya tidak begitu sulit mencari kontakmu. Hampir setengah anak kampus memilikinya."

Hae Joo berpikir ulang soal itu. Dia tidak yakin dengan ucapan Daehyun namun bisa saja itu benar. Hae Joo menyudahi topik tersebut, "Kau tidak masuk hari ini, apa lukamu tambah parah?"

"Tidak, sudah mengering sepenuhnya. Sepertinya apa yang kau katakan waktu itu benar, mungkin akan meninggalkan bekas."

"Benarkah?"

Daehyun tersenyum senang mendengar kekhawatiran Hae Joo. "Kau bisa melihatnya sendiri."

"Apa?"

"Aku ada di depan rumahmu."

"Nde?"

Hae Joo bergegas mengecek jendela. Daehyun bersender pada mobil Aston Martin Vanquish nya seraya melambaikan tangan ke arah jendela Hae Joo. Dengan handphone yang masih menempel di telinga Hae Joo bergegas keluar rumah.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Daehyun menunjuk handphone Hae Joo memintanya untuk mengakhiri pembicaraan mereka di telpon. Hae Joo mematikannya dan memasukan ponselnya ke dalam kantong celananya.

"Apa kau percaya jika aku bilang merindukanmu?" Mata Hae Joo membelalak dan mengundang tawa Daehyun. "Bercanda."

"Kau membuatku mual."

"Aku datang untuk bertanya beberapa hal mengenai kuliah. Tiga hari aku membolos, apa saja yang sudah ku lewatkan?"

"Oh, tidak banyak karena mungkin kampus jg masih dalam suasana perayaan jd jadwal dosen kembali di revisi. Hanya professor Song yang masuk kelas kemarin."

"Lega mendengarnya."

"Apa kau mau masuk?"

Daehyun memandang rumah itu beberapa saat sebelum menyetujui ajakan Hae Joo. Mereka duduk di ruang tamu, sejak memasuki rumahnya Hae Joo perhatikan Daehyun sedikit tidak nyaman.

"Ada apa? Apa kau sakit?"

"Huh?" Daehyun menerima segelas air yang disodorkan Hae Joo. "Sedikit pusing."

"Apa karena lukanya? Sebaiknya kita-"

"Tidak," Daehyun cepat memotong kalimat Hae Joo. "Bukan, aku belum makan apapun sejak pagi ini."

Kembali pupil mata Hae Joo melebar kali ini diikuti mulutnya yang juga terbuka lebar. Daehyun nyengir kuda di hadapan Hae Joo.

"Kau ini. Benar-benar membuat orang panik saja."

Daehyun menegak air minumnya dan bersender di sofa. Sedikit menekan dadanya yang cukup terasa ngilu. Sejauh ini pengendalian dirinya cukup bagus, begitu kata Yunho.

"Maafkan aku, tidak ada makanan apapun di rumah selain ramyeon. Apa kau mau?"

"Wah, tentu saja." Daehyun menghampiri Hae Joo di dapur. "Sudah lama aku tidak memakannya."

"Sungguh?"

Daehyun mengangguk kecil. Hae Joo bersemangat membuat ramyeon itu. Dia membawanya ke hadapan Daehyun setelah matang.

"Aku jamin kau akan menyukainya."

Daehyun meraih sumpitnya, "Aku meragukannya."

Hae Joo menunggu hingga Daehyun menyelesaikan suapan pertamanya. Dia tersenyum saat Daehyun mengangkat wajahnya dan menatap Hae Joo seraya mengacungkan jempol tangannya.

"Lihat, sudah kubilang kan?"

Daehyun makan dengan lahap dan menghabiskan seluruh isi mangkuknya tanpa sisa.

"Yoon Hae Joo!" Kebersamaan mereka lantas terhenti.

Baik Hae Joo maupun Daehyun sama-sama berdiri dari kursi mereka. Namun Hae Joo dengan raut senang sementara Daehyun datar.

"Sehun!" Hae Joo lekas memeluk namja itu. Melingkarkan kedua lengannya dengan erat.

Sehun diam dalam pelukan Hae Joo. Dia bahkan tidak membalas pelukan gadis itu. Tatapannya tertuju pada Daehyun yang mematung memandang mereka.

Hal yang membuat dadanya ngilu bukan hanya karena pemandangan yang ada dihadapannya namun juga isi kepala Hae Joo yang begitu senang bertemu dengan namja itu.

"Aku sungguh merindukanmu. Kau tidak mengangkat telponku, kau bahkan tidak menjawab pesanku."

"Aku harus pergi lama dan jauh darimu untuk sementara. Maafkan aku."

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang terjadi?"

"Aku tidak bisa ada didekatmu sementara dia juga disini." Hae Joo mengikuti arah pandang Sehun.

Tatapan mereka menjadi teka-teki untuk Hae Joo. Dia teringat pesan Xiumin untuk menjauhi Daehyun. Sebenarnya ada masalah apa mereka dengan Daehyun.

"Uhm, kukira kalian baru saling kenal." ujar Hae Joo.

"Suruh dia pergi maka aku akan tinggal dan menceritakannya."

Hae Joo tidak bisa mengusir orang. Dia tidak pernah melakukannya sekalipun. Meski dirinya membenci orang tersebut.

"Jika dia tidak pergi, aku yang pergi tapi jangan harap aku akan kembali."

"Tidak Sehun, tunggu." Hae Joo menahan tangan Sehun. Dia tidak ingin sahabatnya pergi. Tidak tanpa penjelasan pasti yang membuatnya harus ditinggalkan. Hae Joo takut hanya dengan mendengar kata 'ditinggalkan'.

Tanpa menunggu perintah Hae Joo namja itu keluar dari rumah Hae Joo. Pandangan Hae Joo masih pada Daehyun meski dia telah benar-benar pergi.

Sehun berhutang penjelasan padanya. Sedetail mungkin. Karena Sehun sendiri yang menghilang darinya. Dia kembali dengan kebencian terhadap Daehyun.

[Book 2] ALIVEWhere stories live. Discover now