#12 New Begining

25 5 9
                                    

Ratusan pasang mata mengawasi sekelompok orang yang memasuki kawasan kampus mereka. Bukan hanya karena BMW M3 atau Aston Martin Vanquish yang mereka kendarai. Dua mobil super cepat itu saja sudah menjadi buah bibir semua yang memperhatikan.

Para pengendara dari mobil itu juga menjadi bahan tontonan yang menyegarkan mata. Namun tidak ada yang berani mendekat seolah insting mereka telah memperingatkan bahwa mendekati mereka hanya akan membawa bahaya. Salah satunya serangan jantung.

"Insting seorang buruan benar-benar bagus." Jongup bersuara dalam pikirannya.

"Tentu saja, meski mereka tidak menyadarinya beruntunglah insting mereka masih hidup untuk tidak mendekati pemangsanya," Youngjae membalasnya.

"Jangan salahkan aku yang memiliki wajah ini," kali ini Zelo berseru. "Wajahku saja sudah sangat menarik perhatian mereka. Apakah kedua orang ini perlu memamerkan mobil mereka."

Kalimat Zelo tersebut merujuk pada Youngjae dan Daehyun. Kedua namja itu menatap Zelo sarkastik. Diantara kelimanya yang membuat pikiran mereka terhubung hanya Daehyun dan Youngjae.

Daehyun hanya tersenyum memperhatikan pikiran-pikiran saudaranya. Tidak seperti kemampuan Youngjae yang dapat membaca semua pikiran yang ada. Kemampuan Daehyun hanya sebatas pada saudaranya dan yeoja itu.

Senyum itu hilang saat ke empat pasang mata saudaranya mengawasi Daehyun, "What?"

Namja itu lantas melenggang pergi menuju gedung fakultasnya. Ke empat orang disana masih memperhatikan Daehyun yang pergi dengan wajah penuh kecerian.

Hae Joo mengambil beberapa alat tulis yang diperlukannya dalam kelas. Sementara tas dan barang lainnya dia simpan dalam loker.

"Kau tidak akan percaya jika melihatnya," Gayeon telah menjadi ratu gossip di kampus ini.

Kali ini dia tengah bercerita tentang namja yang mirip dengan gambar Hae Joo. Yeoja itu tidak tahu jika Hae Joo hampir terkena serangan jantung atau setidaknya sesak napas saat bertemu dengan namja itu kemarin.

"Apa yang kau lakukan di fakultasku? Kau tidak ada kuliah?"

"Aku sedang menyampaikan informasi yang penting saat ini." Hae Joo memutar bola matanya mendengar penyangkalan Gayeon. "Oh my god! He is here!"

Hae Joo berbalik. Benar! Dia disini. Namja bermata silver itu disini. Di fakultasnya.

"Apa dia satu kuliah denganmu?" Gayeon berbisik.

Koridor itu tiba-tiba menjadi ramai. Namja itu menjadi pusat perhatian yang serius di sana. Matanya membuat Hae Joo terpesona.

"Hei apa hanya aku yang menyadarinya atau memang namja itu menuju kemari?" bisik Gayeon kembali. Hae Joo ingin menjawabnya meski hanya sekedar anggukan tapi tubuhnya bergeming dalam tatapan namja itu.

"Hai," suara itu lagi. Suara yang tidak asing ditelinga Hae Joo.

Bahkan suara merekapun begitu mirip. Hae Joo masih sibuk dengan pikirannya.

"Aku minta maaf soal yang kemarin," Hae Joo kembali dalam realitanya. Dia menanggapi dengan tersenyum sementara Gayeon menarik ujung baju Hae Joo. Memperingatkannya bahwa gadis itu perlu bercerita apa yang terjadi kemarin. Hae Joo menepis lengan Gayeon.

"It's okay," Hae Joo berhasil meloloskan suaranya.

Dia lantas teringat yeoja yang menarik pergi namja itu. Yeoja itu jika tidak salah ingat merupakan alumnus dari sekolahnya. Gayeon pernah menceritakan itu tempo hari. Tapi Hae Joo tidak ingat namanya.

Mungkinkah namja ini pacar dari dia. Hae Joo mulai berasumsi, "Aku harusnya minta maaf kemarin. Tapi adikku langsung menarikku pergi begitu saja. Sungguh, aku minta maaf."

Adik? Apa Hae Joo tidak salah dengar dengan apa yang diucapkannya barusan. Dia bilang yeoja itu adalah adiknya.

"Aku yang salah, aku juga minta maaf."

"Baiklah, kita impas?"

Impas dalam hal apa? Apakah mereka sedang taruhan atau apa? Hae Joo mengangguk kecil meski kedua alisnya bertaut.

"Uhm, aku baru disini. Bisa kau tunjukan dimana kelas analisis film?"

"Apa kau di jurusan Theater art and Movie?"

"Ya," namja itu tersenyum.

"Oh aku juga ada kelas professor Taehyun, kita bisa pergi bersama." Hae Joo menawarkan.

"Tentu," dia menjawab dengan semangat. "Apa kau di jurusan yang sama?"

"Yeah, wait a minute," Hae Joo mengambil beberapa alat tulisnya. "Aku akan menemuimu nanti, sampai jumpa." Hae Joo berpamitan pada Gayeon kemudian segera melangkah pergi dari sana.

Kehadiran namja itu bersamanya menambah jumlah mata yang selama ini memperhatikannya. Tentu saja tatapan itu kali ini ditujukan pada namja di sebelahnya.

"Apa kau baru disini?" Hae Joo memulai percakapan. Dia tidak suka suasana yang canggung dan hanya terdengar suara langkah mereka yang bercampur dengan bisikan-bisikan dari orang disekitar mereka.

"Ah, ya. Ini hari pertamaku, aku pindahan."

"Benarkah? Kau beruntung sekali, biasanya Academy ini tidak menerima mahasiswa pindahan."

Tidak ada jawaban, namja itu hanya tersenyum. "Sepertinya kau istimewa."

"Aku hanya beruntung."

Mereka sampai di ruang kuliah. Kelas sudah mulai terisi. Semua tempat duduk hampir penuh. Hae Joo menyapu ruangan tersebut dan menemukan tempat duduk di belakang.

"Apa kau ingin menunggu Professor dulu?"

"Sebaiknya aku duduk saja," Hae Joo mengangkat kedua bahunya.

"Terserahmu."

Hae Joo berjalan menuju bangkunya. Dia mulai membuka buku catatannya. Namja itu kembali mengikutinya.

"Kau tidak keberatankan? Semua kursi sudah hampir penuh."

Hae Joo menatap beberapa kursi yang masih kosong, "Apa sudah ada yang punya?"

"Huh?"

"Kursinya," Namja itu menunjuk kursi di samping Hae Joo. Dia pun menyadari bahwa namja itu masih berdiri menunggu persetujuannya.

"Ah, tidak. Duduk saja."

Hae Joo mempersilahkan. Dia memutar kepala dan mengatai dirinya bodoh kemudian kembali berbalik. Namja itu sudah duduk di kursinya dengan buku catatan.

"By the way, I'm Daehyun."

"Hae Joo."

"Hae Joo, it's pretty." ini kali pertama mendengar seseorang memuji namanya.

"Thank you." ucapnya seraya tersipu malu.

[Book 2] ALIVEWhere stories live. Discover now