[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Brokoli goreng tepung dan tahu goreng pun tak kalah menggoda.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Abel segera melepas celemek dan menggantungnya pada dinding, ia harus segera memanggil Ardian, laki-laki itu pasti sudah kelaparan. Sayang sekali untuk makan malam kali ini Abel tidak membuat makanan penutup, tapi biarlah.
Tiga langkah di depan pintu kamar Ardian, Abel menghentikan langkahnya. Dia teringat saat mengantarkan macha latte tadi. Kedua tangannya menyentuh kedua sisi pipinya, semoga saja pipinya tidak lagi memerah.
Baru saja Abel hendak melanjutkan langkahnya, pintu kamar terbuka menampakan Ardian yang tengah membawa gelas macha latte yang telah kosong. Ardian tersenyum sambil menunjukan gelas di tangannya, “Lain kali air nya tambahin lagi dikit, aku ngga terlalu suka manis.” Ardian menyodorkan gelas itu dan diterima dengan baik oleh Abel. “Makan malam udah jadi ??”
“Udah.” Entah mengapa Abel merasa canggung saat ini.
Ardian mengangkat jam tangan di tangan kirinya, “Nanggung bentar lagi azan magrib...” Ardian menurunkan tangannya dan menatap Abel, “Aku ke masjid dulu, kamu salat di kamar aku aja. Cukup kok, kamu kecil ini.” Ardian terkekeh pelan lalu berjalan menuju pintu keluar.
“Ih dasar nyebelin!!” Abel menatap kesal punggung Ardian yang semakin jauh darinya.
“Nyebelin tapi suka kan.” Wajah Abel lagi-lagi memanas, dasar laki-laki itu.
Abel masuk ke dalam kamar Ardian, seingatnya tadi Ardian membelikannya sebuah mukena berwarna putih dengan sajadah berwarna biru. Abel menemukan kedua benda itu diantara tumpukan barang-barang untuk menghias kamar ardain.
Abel kembali mendudukan diri di atas tempat tidur dan menatap sekeliling kamar, dindingnya dilapisi warna biru laut yang cerah. Meja komputer yang tadi dibeli Ardian pun berwarna biru, peralatan untuk menghias kamar pun berwarna biru. Satu hal yang Abel simpulkan, Ardian menyukai warna biru.
Abel mendekati laptop Ardian yang masih terbuka, entah apa yang sedang dikerjakan pada laptopnya itu. Abel hanya melihat sederet tulisan aneh pada sebuah lembar kerja berwarna hitam. Tidak ada yang menarik.
Dalam hati Abel mengeluh karena nasibnya hampir sama dengan Ardian, setiap hari harus berhadapan dengan laptop. Tapi Ardian tidak terlihat menganggapnya beban, dia terlihat sangat menikmatinya. Abel senang melihat laki-laki yang begitu mencintai passion dalam hidupnya, seperti Ardian dan Rezvan. Hidup mereka terlihat lebih terarah.
Ting tong !!
Suara bel menghentikan kegiatan Abel memperhatikan laptop Ardian. Abel buru-buru bangkit untuk membukakan pintu. ‘Apa mungkin Ardian udah balik dari masjid ??’ seingatnya ia belum mendengar suara azan saat di kamar tadi. Kemungkinan hanya ada dua, tamu yang berkunjung dan Ardian yang tengah menjahilinya dengan berpura-pura jadi tamu. Tapi siapa yang bertamu ke rumah ini, rumah ini saja baru dibeli kurang dari 48 jam yang lalu.
Dengan hati-hati Abel membuka pintu. “Assalamualaikum, jeng.” Sapa seorang wanita yang mengenakan gamis panjang berwarna putih gading dan kerudung dengan warna yang senada.
Abel melongo memperhatikan make up yang menempel pada wajahnya, lipstick berwarna merah terang terlihat lebih menyilaukan dari pada matahari yang mulai tenggelam di depan matanya. Abel baru menyadari jika rumah ini menghadap ke arah barat, akan menjadi hal yang menyenangkan jika setiap hari dia bisa melihat senja dari teras rumah.
“Wa-waalaikum salam.” Jawab Abel gugup saat menatap mata wanita yang terlapisi softlens berwarna abu-abu, matanya terlihat mengerikan di mata Abel, tidak seperti cosplayer yang sering ia wawancarai.