[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Kali ini giliran Ardian mendorong troli di supermarket yang berada satu lantai di bawah Ace Hardware. Ardian memasukan banyak kopi instant ke dalam troli. “Kamu kenapa beli kopi banyak banget ?? ngga baik loh buat lambung.” Ceramah Abel sambil memasukan dua bungkus macha latte ke dalam troli.
“Programmer is a species that turns coffee into code.” Balas Ardian sambil terkekeh pelan. Ardian mendorong troli ke bagian makanan instant, ia memasukan banyak mie rebus aneka rasa ke dalam troli. Saat hendak mengambil mie goreng, Abel menghentikan gerakan tangan Ardian.
“Ini juga ngga terlalu baik buat kesehatan, Ar. Katanya kamu jalan ke gym tapi makanan kamu ngga di jaga, percuma dong.”
“Aku kan ngga bisa masak, Bel. Temen setim aku juga ngga ada yang bisa masak. Kata temen kamu yang tadi, kalo pesen makanan terus, boros.” Ardian memasukan dua bungkus mie goreng ke dalam troli.
Abel menatap galak pada Ardian dan menyimpan kembali mie goreng itu, “Aku masakin kamu sehari sekali. Sisanya terserah kamu.” Abel berjalan mendahului Ardian menuju bagian bumbu masakan.
“Gimana kalo dua kali.” Ardian menaik turunkan kedua alisnya.
“Aku aja di rumah cuma masak sekali, gak usah banyak nawar.” Abel tersenyum penuh kemenangan melihat Ardian yang mengangguk pasrah. “Kamu mau makan apa ??”
“Apa aja yang penting enak.” Jawab Ardian dengan enggan.
Suara Ardian terdengar seperti rajukan pada pendengaran Abel. “Kita beli ayam dulu. Kamu yang bayarin semua belanjaannya.”
“Dari tadi juga aku kan yang bayar.”
“Jangan marah gitu dong ah.” Abel menggoyangkan lengan kiri Ardian. Laki-laki berkacamata itu tersenyum menanggapi tingkah Abel yang terlihat lucu di matanya.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Abel dan Ardian sempat mampir ke restoran piza Amerika yang biasa Ardian singgahi. Ardian terlihat sangat lahap memakan piza nya, ia mengatakan “Programmer is an organism that turns pizza into software.”
“Terus aja semuanya di masukin ke komputer.” Balas Abel setengah mencibir. Ardian hanya membalasnya dengan tawa.
Pukul tiga lebih, Ardian dan Abel tiba di rumah. Ardian langsung memasang multi computernya saat barang-barang pesanannya sampai di rumah. Abel masuk ke dalam kamar Ardian setelah membereskan peralatan dapur lalu duduk di atas tempat tidur.
“Ada yang bisa aku bantu ??” tanya Abel setelah puas memperhatikan Ardian yang sibuk menyusun ketiga layar monitornya.
Ardian membalikan tubuhnya lalu tersenyum, “Kalo nggak keberatan... bisa ambilin laptop aku di mobil ??” Ardian mengacungkan kunci mobilnya. Abel mengangguk dan mengambil kunci di tangan Ardian.
Ardian duduk bersila di hadapan laptopnya yang baru saja diberikan abel, dia sibuk mengerjakan sesuatu pada laptopnya dan mengabaikan Abel.
Abel membuka Instagram pada ponselnya, sudah hampir setengah jam Ardian berkutat dengan laptop putihnya tanpa memperhatikan kehadiran Abel. Jarinya bergerak menyentuh tombol pencarian dan mengetikan kata programmer pada bagian hastag, ia pun mengklik hastag teratas yang berisi lebih dari lima ratus ribu kiriman.