Kata Istimewa

61 8 13
                                    

Bukan marah yang membuat
aku membenci seseorang,
tapi kecewa.



Viarika dan Leon membaringkan tubuhnya pada tanah cokelat, menatap langit yang berbalut gulungan awan, tangan Leon menggenggam tangan Viarika membuat dirinya menoleh menatap Leon.

"Awannya cantik!" ucap Leon membuat Viarika kembali menatap awan. Viarika mengingat kalimat itu saat pertama kali Leon membawanya ke tempat ini.

"Kayak kamu!" lanjut Leon tanpa menolehnya. Leon masih mengingat ucapan Viarika yang mengatakan kalau awanya secantik dirinya namun kala itu Leon membantah ucapannya. Ia mendongakkan kepalanya menatap Viarika sambil tersenyum tipis.

"Leon aku boleh nanyak tentang kamu gak?" tanya Viarika polos membuat Leon menautkan alisnya, namun Leon mengangguk pelan mengiakan ucapannya.

"Kamu suka sama benda apa?" tanya Viarika membuat Leon berfikir sejenak. Viarika menggigit bibir bawahnya menunggu jawabannya.

"Piano. Kalau kamu?" sahut Leon, menanyai hal yang sama kepada Viarika.

"Musik box" jawab Viarika, Leon tersenyum kecut setahunya Lano juga menyukai benda itu.

"Tempat yang biasa kamu kunjungi apa?" tanya Leon, membuat Viarika menyesap bagian bawah bibirnya.

"Darmaga deket sekolah, kalau kamu pasti ladang dandelion ini kan?" celetuknya membuat Leon mengangguk mengiakan. Sesaat suasana berubah menjadi hening, hanya suara desiran angin mendominasi. Mereka membiarkan angin menyapu wayahnya sesekali Viarika tersenyum melihat dandelion yang berterbangan.

"Kata istimewa dalam hidup kamu apa?" ucap Viarika dan Leon bersamaan, Viarika terkekeh mendengar ucapan Leon yang sama sepertinya, sementara Leon tersenyum hambar, kenapa kalimatnya sama seperti Viarika.

"Vian" ucap mereka lagi lagi bersamaan. Leon mengernyit mungkinkah Viarika bisa membaca pikirannya atau sebaliknya. Viarika membuka setengah mulutnya kenapa kata hatinya dengan Leon sama. Jangan bilang Leon akan mengucapkan hal yang sama lagi.

"Kenapa?" sekali lagi ucapan mereka sama, Viarika menggeleng pelan sementara Leon mengusap kasar wajahnya, mungkin hati mereka lebih dulu membuat janji, hingga kata kata yang di ucapkannya saja sama.

"Kamu dulu!" usul Viarika, membuat Leon membuang nafas kasar.

"Vian bermakna kehidupan, tertawa tanpa harus berpura pura. Hidup aku yang dulunya hampa kini berubah setelah aku ketemu sama kamu, hati aku yang beku kini menemukan jati dirinya" ucap Leon pelan, Viarika diam membiarkan Leon terus berbicara, ia tidak pernah menyangkan akan jawaban Leon sebelumnya. Leon mendongakkan kepalanya menatap lekat manik Viarika, sungguh tatapan sendunya mampu menenangkan gemuruh dadanya. Leon menarik sudut bibirnya mengguratkan senyum simpulnya.

"Dulu aku hidup kayak patung bernyawa, aku selalu merasa sendiri dalam keramaian, tersenyum tipis sekan mengatakan kepada dunia aku masih memiliki sedikit kebahagian. Kehidupan yang berbeda yang aku temui saat aku ketemu sama kamu, cuma kamu Vi yang bisa buat aku senyum!" ucap Leon pelan. Ucapannya mampu membuat hati Viarika tersentuh, secara tidak langsung Leon mengatakan Viarika yang mampu mengubah pola fikir Leon, kehidupan kedua yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, dulunya ia bahkan selalu berfikir jika hidupnya tak berarti, semenjak perceraian orang tuanya. Leon seakan mengubah dirinya menjadi sosok pendiam, dingin, ketus, tersenyum saja bisa ia hitung dengan jarinya.

Ibarat kertas putih yang akan tercoret dengan tumpahan tinta hitam. Kehidupannya berubah semenjak dirinya bertemu dengan Viarika. Ia bisa tertawa lepas, membuat lelucon yang ia tahu sedikit berlebihan, ia seakan menjadi sosok yang berbeda jika bersama Viarika. Leon mendongakkan kepalanya menatap Viarika yang masih diam. "Giliran kamu!" celetuknya.Viarika menarik nafas panjang sebelum membuka bibir mungilnya.

 Vian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang