[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Lima belas menit berlalu, namun belum ada yang memulai pembicaraan. Hanya ada lagu yang -entah apa Abel tidakkenal- mengalun memenuhi mobil. 'Kalo kaya gini mending gue naik Gocar aja.' Batin Abel. Mata Ardian bahkan tidak beralih dari jalan raya, melirik Abel saja tidak. Sedangkan Abel sejak tadi terus mencuri pandang ke arah Ardian.
Saat lampu merah barulah Ardian melirik Abel. "Kamu tumben ngga ngajak aku ngobrol, biasanya kamu pinter nyari topik."
'Kebanyakan topik yang pengen aku bahas sama kamu, sampai aku bingung harus bahas yang mana dulu.' Batin Abel. Tapi sayang pemikirannya itu tidak meluncur dari mulutnya, mulut Abel seolah terkunci rapat, hanya matanya yang bergerak memperhatikan wajah Ardian. Abel hanya ingin memastikan sekali lagi bahwa yang menjemputnya benar-benar Ardian.
Ardian mengibaskan tangannya di depa wajah Abel, "Hey, kok malah bengong."
Abel gelagapan dan menundukan kepalanya, "Okaerinasai, Ardian." Ujar Abel setengah berbisik.
"Huh ?!! apa artinya ??"
Abel mengangkat kepalanya lalu tersenyum, "Itu ucapan selamat datang ke rumah, harusnya kamu bilang dulu tadaima, baru aku jawab okaerinasai."
Ardian mengangguk-anggukan kepalanya, "Tadaima." Bibir tipis Ardian tertarik ke dua sudut membentuk senyuman yang ramah.
"Okaerinasai." Abel ingin sekali memeluk Ardian seperti di anime, tapi sepertinya itu tidak mungkin.
Ardian mengalihkan pandangannya kearah lampu merah saat mendengar suara klakson mulai bersahutan. "Udah hijau." Ardian segera menjalankan mobilnya, "Rasanya aneh aku nyetir sebelah kanan, aku biasa nyetir di sebelah kiri pas di Korea." Jelas Ardian dengan datar.
"Aku pikir kamu cuma bisa bawa motor." Balas Abel.
"Aku udah bisa nyetir dari kelas dua SMA, tapi aku lebih senang bawa motor dari pada mobil, gampang nyalip di jalanan macet."
Abel hanya mengangguk mengiyakan ucapan Ardian, mobil kembali senyap setelahnya. Setengah jam kemudian mereka sampai di depan rumah Abel. "Masuk dulu." Ajak Abel saat akan membuka pintu mobil. Ardian sudah pernah mengantar Abel saat pertemuan pertama mereka, jadi mereka tidak perlu berputar-putar untuk sampai di rumah Abel.
Ardian sedikit mengacak rambut belakangnya, kentara sekali dia sedang gugup, "Sebenarnya aku mau langsung pulang, tapi karena ada yang mau aku omongin dan kamu maksa buat mampir." Ardian berhenti sejenak, "Yaudah ayo!!" Ardian mematikan mesin mobil dan mencabut kuncinya.
Abel hanya melongo mendengar ucapan Ardian, ia mengulang kembali ajakannya beberapa detik yang lalu. Dimana letak kalimat pemaksaannya ?? Abel tak mau ambil pusing, ia pun keluar dari mobil menyusul Ardian.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Abel menaruh dua gelas greencoffee dan kue beras favoritnya di atas meja. Lima belas menit lalu dia baru saja menyelesaikan mandi sorenya, baju kerjanya telah berganti dengan kaus warna putih longgar bergambar Shiraishi Urara dan Yamada Ryu dari anime Yamada-kun to Nananin no Majo.
Sedangkan sejak tadi Ardian hanya terfokus pada ponselnya. Abel pikir laki-laki itu sedang membalas email client. Nyatanya laki-laki itu tengah bermain game. Astaga tamu macam apa yang rela membiarkan kesempatan melihat-lihat interior rumah seseorang demi sebuah game.
"Jadi, kamu mau ngomongin apa ??" tanya Abel membuka pembicaraan, jika ia tidak mulai Ardian pasti akan terus terfokus pada game nya.
Ardian melirik Abel sekilas lalu menghentikan game nya dan menyerahkan ponselnya pada Abel. "Kamu tahu alamat itu ?? katanya sekitar sini, tapi aku ngga nemu di Maps."
Abel mengerutkan alisnya setelah membaca alamat dalam notes ponesl Ardian, "Ini sih di belakang kampung ini, dari kebun aku juga keliatan komplek ini mah." Abel memberikan kembali ponsel Ardian.
"Yang bener ??" Abel mengangguk, "Coba aku pengen lihat." Abel dan Ardian pun berdiri lalu berjalan menuju bagian belakang rumah. Ardian terkagum-kagum dengan semua sayuran yang berada di kebun kecil milik Abel, saat Abel mengatakan kebun ia pikir akan melihat tanah kosong yang ditumbuhi rumput tak jelas. "Kamu yang tanam ini semua ??"
"Iya aku yang tanam, besok wortel sama bayam udah bisa dipanen." Ujar Abel tanpa melirik Ardian. "Nih lihat!!" Abel membuka pagar hitam setinggi dua meter di sudut beton pembatas rumahnya. Ardian mendekat dan melongokan kepalanya. Benar saja di belakang rumah Abel berjajar rumah elit yang mewah.
"Yaudah nanti hari Sabtu antar aku kesana." Ardian berjalan kembali memasuki rumah. Lagi-lagi Abel melongo dengan tingkah ajab laki-laki itu. Tapi yasudahlah setidaknya ia bisa menghabisakan hari Sabtunya dengan Ardian.