7. My Dearest is A Programmer- Comparison

Start from the beginning
                                        

“Kamu sibuk ??” tanya Ardian memastikan.

“Sibuk sih ngga, tapi aku lagi ketemu sama teman lama.” Ujar Abel enteng.

Jadi gara-gara itu kamu ngga nelepon aku ?? Kenapa kamu ngga ngasih tau aku dari tadi ??’ batin Ardian. Tapi jika mengingat lagi apa urusannya mengetahui kegiatan Abel. “Cowok ??” tanyanya refleks.

“Iya.” Jawab Abel santai.

“Hm.” Ardian hanya bergumam tidak jelas, entah mengapa pertemuan Abel dengan laki-laki entah siapa itu sedikit mengganggu pikirannya. Ardian berpikir keras berusaha membayangkan hal-hal yang dibicarakan Abel dan teman lamanya itu.

“Kamu masih disitu ?? ada yang mau kamu omongin ??” tanya Abel membuyarkan pemikiran Ardian.

Ardian melebarkan matanya mengingat kembali tujuannya menelepon Abel. “Aku cuma mau minta maaf tadi udah nelepon kamu pas kamu lagi tidur.” Dalam hati Ardian tersenyum kikuk mendengar ucapan permintaan maafnya, benar-benar kaku, tidak seperti yang sudah ia susun dalam otaknya.

“Gapapa Ar, maaf aku ngga bisa jemput kamu di bandara. Pasti bakal aneh kalo aku tiba-tiba jemput kamu di bandara, keluarga kamu kan ngga kenal aku.” Jawaban santai dari Abel justru membuat sebuah pemikiran masuk ke dalam pikiran Ardian. ‘Kalo keluarga gue ngga kenal sama Abel, kenapa gue ngga kenalin aja Abel ke mereka. Biar gue ngga ditanyain pacar mulu.’ Terdengar agak jahat tapi Ardian tidak bermaksud untuk mengorbankan Abel.

Ardian berdeham pelan, ia berharap ucapannya kali ini tidak kaku seperti ucapan permintaan maafnya tadi. “Padahal datang aja biar aku bisa ngenalin kamu ke keluarga aku.”

“Ngen-.... apa Ar ?? ngenalin aku ke keluarga kamu ?!!” Ardian hanya bergumam mengiyakan pertanyaan Abel. “Ardian, jangan bikin aku berharap seolah kita punya hubungan lebih!! Sebelum kamu ngenalin aku ke keluarga kamu, lebih baik kamu kasih kepastian buat hubungan kita!!”

Respon Abel diluar bayangannya, ia pikir Abel akan mengiyakan ucapannya dan bertanya kapan akan membawanya berkenalan dengan keluarganya. Ini tidak seperti memainkan game, Ardian tidak bisa menebak akan ada bugs dalam game hingga seperti ini. “Kamu kenapa bel ?? ngga biasanya kaya gini.”

Nothing, kamu urus aja urusan kamu sendiri.” Tutup Abel.

Ardian menggeleng-gelengkan kepalanya, dia benar-benar tidak mengerti jalan pikir seorang perempuan. “Apaan tadi ?? hubungan lebih ?? kepastian ?? apaan maksudnya ??” tanya Ardian pada dirinya sendiri.

Ardian menegakkan tubuhnya lalu menutup Google Chrome yang masih menampilkan halaman forum blogger yang tadi dia buka. Tangan Ardian menggerakan mouse dan membuka Windows Explorer, ia mulai membuka folder yang berisi foto-fotonya dengan Kenan dan Fandi.

Dalam diam ia mulai membandingkan dirinya dengan Kenan dan Fandi, mereka berdua sama-sama sudah memiliki pasangan yang mau mengerti kesibukan masing-masing. Ardian mengusap pelan wajahnya, ia rasa wajahnya tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan Kenan dan Fandi. Ciri fisik mereka pun hampir sama, berwajah oriental dengan mata berwarna hitam. Hanya saja Ardian mengenakan kacamata sedangkan Fandi dan Kenan tidak.

Ardian pun tak habis pikir dengan Stefan, kenapa dari semua anggota timnya, Stefan lebih memilih mendekatkan sepupunya dengan Fandi. Bisa saja jika Stefan mengenalkan sepupunya  pada Ardian, mungkin Ardian tidak akan sendirian lagi sekarang. ‘Mungkin bukan jodohnya.’ Batin Ardian menghibur.

“Apa gue keliatan cupu gara-gara pake kacamata ??” Ardian melepas kacamatanya dan berjalan mendekati cermin yang menempel pada lemari. Baru saja beberapa langkah menjauhi meja, Ardian sudah tersandung koper yang ia letakan di dekat meja. Ardian menderita hipermetropi dan silindris sejak masih kecil, jadi ia tidak bisa lepas dari kacamata.

My Dearest is A ProgrammerWhere stories live. Discover now