7. My Dearest is A Programmer- Comparison

Start from the beginning
                                        

Kakek adalah orang yang pertama kali menyadari senyuman Ardian, “Ah, kamu senyum-senyum gitu, mikirin siapa ??” Mama, Papa, dan Kenan ikut memperhatikan Ardian.

Ardian menghentikan senyum bodohnya, ‘Harusnya kakek nanya mikirin apa bukan mikirin siapa.’

“Ada cewek yang mau ketemu sama lo ??” tanya Kenan.

Nope. Aku ke kamar dulu.” Pamit Ardian sambil membawa apelnya yang baru selesai dikupas setengah.

Dengan buru-buru Ardian menghidupkan salah satu layar multi komputernya, ia sengaja tidak menghidupkan ketiga monitornya karena belum ingin bekerja, meskipun pekerjaan sudah memanggilnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dengan buru-buru Ardian menghidupkan salah satu layar multi komputernya, ia sengaja tidak menghidupkan ketiga monitornya karena belum ingin bekerja, meskipun pekerjaan sudah memanggilnya. Ardian hanya ingin mencoba mendesign game nyeleneh yang melintas pada pikirannya beberapa saat yang lalu.

Sambil menunggu proses booting, Ardian mengambil ponselnya. Dia yakin tidak ada yang menarik pada notifikasi ponselnya selain kiriman dari grup Whatsapp. Ardian tidak menyangka jika keluarganya akan mengangkat topik tentang pasangan.

Selama ini ia belum terpikirkan untuk mencari pasangan, bukan enggan hanya saja belum terpikir. Ardian bingung bagaimana cara berkenalan dengan perempuan. Reiki sempat menyarankan untuk mencari pacar online, namun Ardian berpikir ulang.

Algoritma hanya untuk membantu manusia, bukan untuk menyelesaikan semua masalah.’ Jawab Ardian saat mendengar saran Reiki. Jika pun ia berhasil mendaftar di situs perjodohan online belum tentu ada gadis yang meliriknya.

Ponsel ditangannya tiba-tiba bergetar menampilkan pengingat Google. Hampir saja ia lupa  menelepon Abel untuk meminta maaf sudah mengganggunya tadi pagi.

Setelah muncul tampilan dekstop, Ardian pun me-refeshnya beberapa kali. Tangannya bukan bergerak membuka Photoshop dan mulai mendesain, ia malah membuka Google Chrome. Tangannya dengan lincah mengetikan alamat website forum blogger yang mempertemukannya dengan Abel.

Akhir 2013 lalu, Ardian mengikuti sebah kompetisi blog programming tingkat internasional di kampusnya. Saat itu ketua forum blogger itu menyarankan Abel menjadi partner untuk mengisi blognya. Ardian hanya mengiyakan saja yang penting blognya sudah memiliki konten sebelum lomba.

Tidak salah, konten-konten buatan Abel memang menarik untuk dibaca. Namun sayang, Ardian hanya berhasil menyabet juara ke tiga, karena menurut juri design blognya masih sederhana. Wajar saja saat itu Stefan terkena demam dan Bryan sibuk belajar untuk ujian, jadi hasil design-nya tidak sempurna.

Ardian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, ia hanya baru bertemu sekali dengan Abel. Menurutnya Abel cukup menarik dan berani, karena selalu mengontaknya lebih dahulu. Abel terlihat menyukainya, tapi ia tidak yakin tentang itu. Dia tidak tahu bagaimana ciri-ciri seorang perempuan yang menyukai laki-laki.

Ardian mengetik nama Abel pada kontak Whatsapp-nya kemudian mengklik tombol dial. Sebenarnya dia agak heran, sudah akan memasuki pukul dua siang, tapi Abel belum meneleponnya. Gadis itu pun tidak memberitahu menghadiri event dimana. Beberapa saat kemudian terdengar salam dari Abel, “Moshi-moshi, ada apa Ardian ??” suara Abel masih terdengar seperti anak kecil, padahal usianya akan memasuki dua puluh, tahun ini.

My Dearest is A ProgrammerWhere stories live. Discover now