[[UNFINISHED]] CERITA INI TIDAK DILANJUTKAN KARENA BERBAGAI SEBAB, DIMOHON UNTUK TIDAK LAGI MENUNGGU CERITA INI UPDATE
Bagi Ardian hal-hal yang tak dapat masuk logika adalah hal yang harus ia hindari, termasuk perasaan. Hidupnya hanya terpatok pada...
Itu masih jauh, sekarang baru pukul enam pagi. Apakah gadis itu marah karena tidak membalas pesannya beberapa hari belakangan ??? Tapi seingatnya tidak ada satu pun pesan dari gadis itu. Ardian hanya menatap ponselnya, dia masih berpikir untuk mengirim pesan pada Abel atau tidak.
Ardian lebih memilih untuk membuat sebuah pengingat pada akun Google -nya untuk menghubungi Abel pukul setengah dua siang nanti. Setelah menyetel notifikasi, ia pun menyimpan ponselnya di atas nakas dan memejamkan mata menjemput mimpi.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Pukul setengah enam pagi Abel terbangun saat Rita -office girl kantor- membangunkannya sambil membawakan semangkuk bubur ayam. Setelah selesai salat subuh dan memakan sarapannya, Abel pun mengecek historycall nya untuk memastikan jika yang beberapa jam lalu meneleponnya benar-benar si programmer menyebalkan yang membuatnya galau beberapa hari belakangan.
Dua kali ia menscroll layar ponselnya. Hasilnya masih sama, nama Ardian muncul paling atas pada list panggilan masuk. Tiba-tiba sebuah panggilan masuk kedalam Whatsapp-nya, fotonya seorang laki-laki mengenakan jas kedokteran berwarna putih, nomornya tidak ia kenal.
"Moshi-moshi..."
"Moshi-moshi..." balas seberang sana. Abel menjauhkan sedikit ponselnya, tidak biasanya seseorang menjawab salam ditelepon seperti yang ia lakukan.
"Dare desu ka." Tanya Abel ragu-ragu.
"Watashi wa Dera Bagaswara desu, ohayou Abel-chan."
"Bagas ?!! ini serius kamu ?!!" ujar Abel setengah memekik.
Terdengar kekehan pelan diseberang sana, "Serius ini aku, Bagas yang genteng itu."
Abel sweatdrop mendengar ucapan narsis dari Bagas. "Sejak kapan kamu suka Jepang ??"
"Hahaha... panjang ceritanya Abel-chan. Kamu free ngga hari ini ?? ketemu yu."
"Aku free sih, tapi aku masih di kantor, harus siap-siap dulu."
"Ngapain kamu di kantor hari Minggu ??"
"Aku abis lembur." Abel menguap kecil.
"Hm... gimana kalo kita makan siang di Restoran Sushi ?? aku jemput kamu deh kalo kamu cape."
Abel tersenyum, ia masih ingat kebiasaan Bagas yang selalu datang ke rumahnya jika ia sedang malas keluar, laki-laki itu akan melakukan berbagai cara agar Abel mau ikut keluar bersamanya. "Ngga usah, Bagas. Kamu kirim lokasi aja, aku bisa sendiri kesana."
"Okay, jam satu ya bel."
"OK !!!" Abel pun mengakhiri panggilan dan memasukan ponselnya ke dalam saku.
"Ngga pulang bel ??" tanya Yoga yang entah sejak kapan duduk di sofa kosong di sampingnya, lelaki itu berusia pertengahan tiga puluh, bagian desain grafis yang menjadi partnernya dalam project dengan Om Bayu.
"Baru mau pulang, abang kapan pulang ??"
"Bentar lagi, desainnya masih perlu diedit." Ujarnya sambil membuka laptop di atas pangkuannya. Abel hanya ber-oh ria sambil membereskan ranselnya. Setelah semua barangnya masuk ransel, Abel pun berpamitan pada Yoga, kali ini Abel memilih untuk menggunakan angkutan kota dibandingkan ojek online.
Perjalanan dari kantor ke rumahnya hanya memerlukan waktu empat puluh lima menit, Abel langsung melempar tasnya ke atas sofa dan merebahkan tubuhnya di atas karpet cendol yang berada di bawah lemari televisi. Tangan Abel bergerak menggapai remot tv, meskipun tidak ada acara menarik di televisi setidaknya itu dapat membuat rumahnya tidak terlalu sepi.
Rumahnya berada di daerah Banjarsari, Jakarta Selatan. Lingkungan disekitarnya masih asri meskipun berada di tangah hiruk pikuk ibu kota. Rumah itu memiliki dua kamar, dapur, kamar mandi, ruang tamu, ruang santai, dan ruang makan.
Di belakang terdapat sebuah kebun kecil berukuran empat kali tiga meter yang ditanami bibit sayuran kiriman ibunya. Di bagian depan terdapat teras dan halaman kecil yang dihiasi bunga Begonia dan Mawar dibatasi dengan pagar besi setinggi satu meter berwarna putih agar orang-orang jahil tidak mengganggu halamannya.
Awalnya Abel tinggal disebuah kos-kosan sederhana di samping kantornya, enam bulan kemudian Vania memberi kabar jika rumah yang ia tempati saat ini akan dijual oleh pemiliknya karena akan pindah ke luar kota, menurut Vania rumah itu mirip rumah orang tua Abel yang berada di Bandung. Vania dan Fikri pernah beberapa kali ikut Abel pulang ke Bandung, menurut mereka hitung-hitung refreshing.
Abel membeli rumah itu dengan modal kredit perumahan dari bank tempat bekerja teman Vania. Cicilannya berakhir bulan Juli nanti sebelum Abel pergi ke Jepang, mungkin ia akan meminta Fikri untuk menjaga rumahnya selama ia pergi ke Jepang nanti.
Ponsel yang di saku Abel bergetar menampilkan pesan masuk Whatsapp dari Bagas, ia mengirim lokasi bertemu nanti. Tidak terlalu jauh dari rumahnya, restoran itu berada disebuah mall besar di lantai bawah sebuah apartemen menengah atas.
Abel menghela napas, tubuhnya masih lelah tapi sayang sekali jika ia membatalkan pertemuannya dengan Bagas, sudah hampir empat tahun mereka tak bertemu. Abel memejamkan matanya, sepertinya ia masih bisa tidur sekitar tiga jam sebelum bertemu dengan Bagas.