14 | Rahasia (+ Pemberitahuan)

Start from the beginning
                                    

Diam-diam Rain berterima kasih pada Affan yang pernah menyuruh Rain mengantar Revi ke rumah cewek itu. Meskipun hanya sampai di depan gang, tapi Rain tahu yang mana rumah Revi. Hmm, nggak tahu-tahu banget sih. Rain cuma sok tahu aja.

Rain tersenyum saat seorang ibu-ibu yang tinggal di gang yang sama, keluar dari rumahnya dengan sapu lidi di tangan. Baru ibu itu akan menyapu halaman luar rumahnya, Rain berdeham.

"Permisi. Maaf ganggu. Ibu tau rumahnya Revi nggak?" tanyanya, sopan.

Ibu itu tertegun sebentar, sebelum akhirnya tersenyum. "Eleh eleh, kasep pisan ey. Kirain nyariin anak saya, eh taunya nyari neng Repi."

Rain tersenyum lebar. "Iya. Ibu kenal Revi?"

Ibu itu lantas menggeleng. "Teu."

Rain langsung berjengit mendengarnya. Cowok itu meringis kecil, menahan kekesalannya. "Ng, yaudah deh, Bu. Makas—"

"Cari siapa?" tanya seorang cowok yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah ibu di hadapannya. Rain menduga jika cowok itu adalah anaknya ibu tersebut.

"Revi, Mas. Kenal nggak?" tanya Rain.

"Oooh, adeknya si Reva, ya?" balas cowok itu membuat Rain mengernyit, bingung. Mana ia tahu seluk beluk keluarga Revi? "Kenal sama Kakaknya gue mah. Itu tuh, rumahnya yang dicat warna abu-abu. Yang pagarnya warna hitam."

"Oh, si Neng Pina?!" sahut ibu itu. "Atuh, Ibu mah kenal adiknya si Repa, teman kecilnya si Jodi itu. Cuma Ibu nggak ngeh tadi kalau yang kamu cari si Repina."

"Revina, Bu. Pamali gonta-ganti nama orang," tegur cowok yang ternyata bernama Jodi.

Rain hanya tertawa kecil menanggapinya. "Yaudah Bu, Mas, makasih infonya. Saya permisi. Punten," pamit Rain sopan, lantas berlalu meninggalkan si ibu yang terpesona dengan aksen Sunda cowok itu.

Begitu sampai di depan rumah bercat abu-abu itu, Rain lantas mengetuk-ngetuk pagar dengan koin seribuan yang ia temukan dikantungnya. "Permisi..." ucapnya lantang.

"Maaf aja, Mas!"

Rain langsung tercekik mendengar sahutan tak lazim yang diterimanya. "Ng... Saya mau bertamu. Bukan minta sumbangan apalagi ngemis!" balasnya sewot.

Pagar hitam di depan Rain cukup tinggi, nyaris sejajar dengan bahunya. Mungkin karena seragam sekolah yang membalut tubuhnya itu tertutupi oleh pagar, makanya ia disangka bukan ingin bertamu.

Terdengar kunci pintu diputar, sebelum akhirnya pintu kayu itu terbuka. Menampakkan seorang wanita yang lumayan mirip dengan Revi. Rain menduga jika wanita itu adalah ibunya Revi dan... Reva? Entahlah. Apa kakak Revi juga mirip dengan cewek itu? Dan Rain semakin penasaran dibuatnya.

"Oh, maaf," ucap wanita itu menyesal, lantas membuka gembok pagar. "Temannya Revi, ya?" tebaknya begitu ia menyadari seragam sekolah yang membalut tubuh pemuda di depannya.

Rain mengangguk dan menyalami tangan wanita itu dengan sopan. "Iya, Tante. Saya ke sini mau jenguk Revi. Dia sakit apa, Tante?" tanyanya.

Wanita itu tidak menjawab. Marisa hanya mempersilahkan Rain untuk masuk dan duduk di ruang tamu. "Duduk dulu, Nak..." ucap Marisa, menggantung.

Seolah tahu pikiran wanita itu, Rain langsung membungkuk dalam dan memperkenalkan namanya. "Rain, Tante."

"Rayin?"

"Iya. Rain. Tulisannya nggak pakai Y tapi," jelasnya.

"Oh, Rain." Marisa terkekeh menanggapinya. Ia cukup terhibur dengan sikap Rain yang terkesan agak polos dan sangat sopan. "Yaudah. Nak Rain duduk dulu, ya. Saya buatkan minuman sebentar."

Warna Untuk Pelangi [✓]Where stories live. Discover now