13 | Awal

5.3K 955 61
                                    

Revani, atau yang akrab dipanggil dengan Reva, mengernyit mendapati sebuah folder tidak dikenal dalam laptopnya. Penasaran, cewek itu pun membukanya dan terkejut mendapati banyaknya file berbentuk Ms. Word dengan berbagai judul.

Reva tersenyum bangga. Terlebih pada adiknya yang baru saja masuk ke kamar dan langsung merebahkan diri di tempat tidur.

Revi berjengit ngeri melihat kakaknya yang tersenyum padanya. "Kenapa lo?"

Reva terkikik. "Senang aja. Akhirnya, gue tau bakat tersembunyi dari elo."

Mendengarnya, Revi langsung mendelik dan kontan bangkit, menghampiri Reva yang duduk di depan meja belajar. "Lo bongkar-bongkar folder gue, ya?" tanya Revi, dengan nada protes.

Reva mencibir. "Siapa suruh nyimpan di laptop orang!"

Revi berdecak. "Kan, Bokap janji ngebeliin pas gue SMA nanti."

"Kelamaan itu mah. Emang lo sekarang nggak ada presentasi atau pelajaran TIK gitu, yang diharuskan punya laptop?" Reva mengernyit, heran. "Gue sih dulu ada."

Revi menggeleng. "Yaaa, ada. Cuma gue masih bisalah pinjam laptop teman kalau di sekolah. Kalau di rumah, kan, pakai laptop lo," ujarnya lantas mengangkat bahu. "Lagian gue juga nggak enak kalau minta sekarang-sekarang. Papa sama Mama kayaknya juga lagi ngumpulin duit buat SMA gue nanti. Karena mereka pasti udah duga kalau gue nggak bakal bisa masuk Negeri."

Tawa Reva pecah mendengarnya. Kalau dulu ia pasti akan membalasnya dengan, "makanya belajar!" tapi kini, Reva tahu kalau kalimat itu tidak akan ampuh! Lagipula, tidak perlu menonjol dalam bidang akademik pun ternyata adiknya sudah produktif dengan talenta menulis yang dimilikinya.

"Terus, ini semua nganggur di sini aja?" tanya Reva. "Udah nyoba ngirim salah satu tulisan lo ke penerbit?"

"Belum." Revi meringis. "Gue agak ngeri ditolak."

"Kan, lo belum nyoba. Kok udah mikir ditolak?"

"Nebak aja. Tulisan gue belum seberapa soalnya," jawab Revi, sekenanya.

Reva tersenyum lantas menepuk ringan lengan adiknya. "Percaya. Gue yakin naskah lo diterima."

Sebelah alis Revi terangkat. "Emang lo udah baca tulisan gue?"

"Belum sih," lirih Reva seraya meringis. "Tapi nanti malam gue coba baca. Judul yang mana yang udah tamat?"

Revi lantas menunjuk file berbentuk Ms. Word yang dinamai Mentari di Balik Mendung. "Baru itu. Tapi epilognya belum."

Reva manggut-manggut. "Ini ceritanya tentang apa?"

Revi tersenyum. "Baca aja. Lo pengin tau, kan, siapa cowok yang lagi gue suka? Nah, di situ dia jadi tokoh keduanya. Yah, kurang lebih novel itu berdasarkan kisah nyata."

"Ini cerita tentang anak SMP?!" tanya Reva, berjengit ngeri. Malas banget nggak sih kalau ia harus baca kisah cinta anak bocah seperti itu?!

"Bukan!" sergah Revi. "Gue buat Revi di situ udah SMA. Cowoknya udah kuliah."

"Nama tokoh utamanya Revi? REVI?!"

Dengan polos, Revi mengangguk.

Reva langsung berdecak. "Pakai nama samaran kek. Kalau nanti gue baca, yang kebayang muka lo gimana?!" protesnya, sewot.

"Abisnya, gue nggak nemu nama yang bagus..."

"Pelangi aja."

"Ha?"

Warna Untuk Pelangi [✓]Where stories live. Discover now