Last Letter

883 55 1
                                    

Untukmu: Sahabatku.

Berapa lama kita bersahabat? Sehari? Seminggu? Setahun? Kau lupa?

Baiklah, kuingatkan kau. Kita bersahabat sudah lebih dari seribu hari. Satu kelompok saat Ospek, satu kelas saat kuliah, satu kost-an juga. Sudah ingat kan? Nah ada yang ingin kutanyakan. Kenapa kau selalu iri padaku jika menyangkut lelaki itu? Bukankah aku telah mengalah demi kalian? Apalagi kurangnya aku?

Lelaki itu, namanya Prasetyo. Teman kuliah kita. Lelaki pertama yang kucintai ketika memasuki bangku kuliah. Aku yang pertama kali mengenalnya dari pada kalian. Lelaki itu membuat jantungku berdegup kencang hingga nyaris kehabisan pasokan udara. Wajahnya yang tampan dan tapi terkesan lucu khas remaja yang baru lulus SMA membuatku rindu ingin terus menatapnya. Aku jatuh begitu dalam padanya.

Kita tak pernah sepakat membuat geng hanya karena kita suka hang out bersama. Agung, Ardi, Satria, Pras, Lina, Lisa, kau dan aku. Kita berdelapan memang cocok menyangkut hobi yaitu berkeliling kota tanpa tujuan. Orang bilang tidak ada persahabatan antara perempuan dan lelaki. Tampaknya itulah yang menyebabkan kita pecah belah. Aku sedari awal memang menyukai Pras. Bahkan sebelum kita berdelapan sering bepergian bersama. Lina datang diantara aku dan Pras. Aku masih ingat, kala itu kau memberitahuku Lina menangis tersedu begitu mengetahui aku menaruh hati pada Pras. Dengan berat hati aku melepaskan Pras untuk Lina demi persahabatan. Tetapi lihatlah akhirnya, ternyata Lina telah memiliki tunangan tanpa kita ketahui. Terang saja aku kecewa. Melepaskan Pras rasanya sia-sia. Padahal saat itu aku tengah dekat dengan Satria. Aku memang sengaja melarikan diri dari bayang-bayang Pras. Aku akhirnya memang menyukai Satria.

Satria, lelaki kedua yang kusukai setelah Pras. Kau tentu tahu aku jatuh terlalu dalam kepada Satria melebihi Pras dulu. Seperti Ardi yang juga mencintai Lisa yang telah memiliki kekasih. Pras yang kujadikan tempat curhat setiap kali Satria membuatku menangis. Persahabatan kita rumit. Hanya kau dan Agung saja yang tak memiliki hubungan spesial. Aku akhirnya patah hati juga setelah mengetahui Satria hanya menganggapku sahabat. Aku hancur? Tentu saja. Kau ikut jadi saksinya.

Sahabatku. Kau tahu bukan, aku butuh waktu lama agar bisa lepas dari bayang-bayang Satria. Kurang makan, kurang tidur, kehilangan semangat hidup, bahkan mencari pelarian sana-sini. Aku benar-benar kacau. Hingga akhirnya aku bertemu Fian. Pacarku hingga tiga tahun ini. Dia yang begitu sabar menghadapi tingkah gilaku. Dia yang mencurahkan semua kasih sayangnya agar aku melihatnya. Dan dia berhasil.

Persahabatan kita memang telah lama retak, ditambah Lisa yang drop out dari kampus tanpa kejelasan. Tanpa aku sadari ternyata kau diam-diam menyukai Pras. Sejak itu pula aku mengambil jarak dari Pras agar kau tak tersakiti. Aku rela kehilangan satu-satu lelaki tempatku bisa bercerita dengan bebas asalkan aku tidak kehilanganmu. Aku terlalu menyayangimu. Sayangnya kau tak menyadari.

Kau ingat bagaimana aku melindingimu dari mulut jahat gadis-gadis di kelas kita saat penasaran tentang hubunganmu dengan Pras? Ah bagaimana mungkin kau ingat. Sejak kau dekat dengan Pras, aku merasa terlupakan. Kau dengan mudahnya bercerita dengan orang lain soal perasaanmu terhadap Pras. Tetapi tidak denganku. Saat itu aku benar-benar sedih, kecewa, sekaligus marah. Kau tahu kenapa? Karena kau buat aku jadi satu-satu orang buta dan bodoh mengenai kau dan Pras.

Aku tahu kau begitu mencintai Pras. Tetapi aku tahu Pras tidak begitu terhadapmu. Katakanlah aku sok tahu. Tetapi ingatlah, aku yang pertama kali mengenal Pras. Memperhatikan sorot mata sedih dan bahagianya adalah kegemaranku dulu. Dari sanalah aku menggali perasaannya kepadamu. Aku sudah mencoba menasehatimu agar move on saat Pras akhirnya mencampakanmu. Kau tidak mendengarkanku bukan? Pras memperhatikanmu yang akhirnya kau salah artikan. Yang kau tidak tahu adalah Pras memang baik kepada semua orang termasuk semua perempuan. Sifat baiknya itulah yang akhirnya menyakitimu. Dan kau tetap saja terus berharap pada Pras.

Kekecewaanku selanjutnya adalah saat melihat sorot matamu yang penuh iri saat tahu aku dan Pras mendapat dosen pembimbing skripsi yang sama. Pras yang selalu menungguku bimbingan agar tidak sendirian ternyata menambah kekesalanmu terhadapku. Kau memang tak terang-terangan menunjukkannya padaku, tetapi aku tahu. Aku ‘kan perempuan dengan tingkat sensitivitas tinggi. Salahkan saja Pras yang mengikuti kemana-mana saat bimbingan ataupun ke perpustakaan. Aku tidak terlalu mengambil pusing tingkah Pras karena bagiku dia sudah seperti kakak lelaki. Tidakkah kau kasihan kepadanya karena hanya dia yang terdampar di dosen yang berbeda dengan kelasnya dahulu hingga hanya akulah yang dikenalnya?

Puncaknya adalah hari ini. Kami berencana menjenguk dosen pembimbing kami yang sakit. Sialnya kendaraanku rusak hingga hanya Pras-lah yang kuandalkan untuk menjemputku. Aku kira tidak ada masalah. Ternyata status twittermu membuatmu kecewa untuk kesekian kalinya. Aku tahu status itu ditujukan untuk Pras. Tapi aku jadi tak enak hati. Salahkah aku pergi dengan Pras karena kondisi yang tidak menyenangkan itu? Kami juga tidak pergi berdua. Kami pergi beramai-ramai dengan tujuan yang jelas.

Pras adalah lelaki pertama di bangku kuliah yang menarik hatiku. Tapi saat ini Pras tak lebih hanya kakak lelaki. Aku tidak akan bertanya bagaimana perasaan Pras padaku. Biarlah semuanya menjadi rahasia. Aku menyayanginya sebatas itu. Seperti aku menyayangimu. Kita bukan lagi remaja tanggung yang akan menjambak rambut karena berebut lelaki. Karena aku juga tak ingin merebut Pras. Kita sebentar lagi sarjana. Artinya kita sudah dewasa bukan? Jika boleh meminta, untuk terakhir kalinya kumohon lepaskan Pras supaya kau dan dia tidak saling menyakiti. Jodoh tidak akan tertukar. Tulang rusuk yang hilang pasti akan kembali ke tempat seharusnya. Begitulah cinta seharusnya, tidak saling menyakiti. 

Jika boleh mengulang maka aku ingin kembali disaat kita lengkap berdelapan. Tanpa cinta yang justru menggoreskan perih dihati kita. Aku merindukan kalian semua. Merindukan tawa dan tangis kita saat berdelapan. Aku menyayangi kalian.

                                                                 Jogja, 5-5-14.

Ritme HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang