Dear Future Husband

856 43 14
                                    

Dear future husband,

Apa aku harus mengatakan 'hai'? Mengingat entah sudah berapa lama kita tidak saling berkomunikasi. Kapan terakhir kali kita sekadar menyapa lewat pesan? Ah. Seingatku, terakhir kita hanya saling berdebat dan memilih menjauh satu sama lain.

Kita memang jarang bertemu karena menjalani hubungan ala lagu Raisa, LDR. Orang bilang dalam LDR yang paling penting adalah kepercayaan dan komunikasi. Kepercayaan, kurasa tidak jadi masalah untuk kita. Aku percaya kamu, dan sebaliknya. Namun, komunikasi kita seringkali jadi masalah.

Aku tahu salahku memang.

Hari ini, orang-orang kembali berkicau soal pernikahan. Tetapi aku sudah berubah. Aku tak lagi menjadikan hal itu prioritas. Kini, ada banyak hal yang menari dipikiranku.

Dear future husband,

Ada banyak ketakutan dalam diriku. Aku yakin kamu sudah tahu bagaimana semua sifat burukku. Semakin aku mencoba keluar dari benteng yang kubangun untuk menyembunyikan diri, semakin pula aku merasa ketakutan kalau orang-orang di luar benteng akan menyakitiku.

Jadi, aku tetap memutuskan bersembunyi, mengamankan hatiku.

Kamu tahu? Kamu terlalu banyak menuntutku, dan aku semakin sesak rasanya. Aku hampir tidak bisa lagi bernapas dengan baik.

Tingkahmu yang kekanakan, tidak dewasa, mampukah dengan semua sifat itu, bisa menjagaku dari kejamnya dunia ini? Semua orang memang tidak bisa berubah dengan mudah. Salahkah aku jika ingin kamu menjadi dewasa?

Usiaku memang lebih muda darimu, akan tetapi diriku yang selalu jadi dominan tidak mudah kamu kalahkan. Aku bisa berubah, namun sifatku yang dominan, egoku yang tinggi, mampukah kamu mengatasinya?

Aku sudah mencoba padamu, dan kamu tahu bagaimana jawabanmu sendiri.

Dear future husband,

Aku bukanlah perempuan yang punya hati seluas samudera layaknya ibuku atau adikku. Mereka bisa dengan mudah memahami orang lain, tetapi aku tidak begitu. Pendampingku yang harus punya sifat seperti itu, karena aku memiliki karakter. Kamu tahu artinya? Aku bisa memahami orang lain setelah mereka memahami aku. Egois memang, tetapi beginilah adanya diriku.

Aku bukanlah perempuan yang punya sejuta bakat. Bakatku hanya belajar. Ketertarikanku pada dunia menulis pun awalnya hanya pelarian. Kamu tahu semua cerita yang kutulis disini? Semua ceritanya berakhir happy ending. Tetapi, tahukah kamu, semua cerita yang kutulis pada tahun 2014, kutulis dengan keadaan patah hati luar biasa.

Aku hebat bukan? Patah hati malah menjadikanku produktif.

Aku terlalu banyak menonton drama korea dan membaca novel romance, namun kehidupan di dunia nyataku sepertinya tidak semulus itu. Kisah cintaku seringkali berantakan. Aku selalu baper saat membaca novel romance dan menonton drama korea. Namun di dunia nyata malah aku korban perasaan.

Dear future husband,

Aku seperti mati rasa. Aku hidup tetapi rasanya tidak hidup. Saat ini aku hanya mengikuti arus saja. Jika nanti arusnya deras, aku mungkin akan terseret, jauh ke dalam lautan.

Aku harus mengatakan ini...

Menikah ternyata tidak cukup hanya cinta atau materi. Orang yang menikah harus saling terbuka satu sama lain. Tetapi diriku ini? Hanya lewat tulisan saja bisa mencurahkan isi hati. Lalu apa seumur hidup kita hanya akan saling mengirim surat? Tidak begitu bukan?

Aku layaknya Nina dalam cerita Catch The Bride, dicintai oleh seorang lelaki sabar seperti Vanno, namun tidak bersyukur. Mereka membenci Nina, tetapi aku tahu rasanya jadi Nina. Dicintai itu lebih sulit ketimbang mencintai. Dicintai kadang menjadi beban.

Aku punya banyak hal yang ingin kuungkapkan langsung, entah itu suka-ku atau duka-ku. Namun aku tidak bisa. Tetap saja tidak bisa meski sudah kucoba. Jujur saja, aku selalu iri dengan mereka yang bisa dengan mudah mengungkapkan isi hati mereka pada orang yang disayanginya. Orang bilang iri tanpa tak mampu. Itulah aku, yang tak mampu secara lisan membagi rasaku padamu.

Dear future husband,

Aku selalu ingin tahu rasanya seperti apa punya hati yang berdebar, darah mengalir deras, ribuan kupu-kupu menggelitik di perut, taburan confetti, dan semua pertanda rasanya jatuh cinta. Karena dalam kamusku, tidak ada kata cinta disana. Aku hanya mengenal kata sayang saja.

Bisakah kamu membuatku jatuh cinta?

Suasana hatiku akhir-akhir ini buruk sekali. Sampai-sampai cerita yang seharusnya kutulis bahagia malah bersakit-sakit dahulu. Kulampiaskan segala kemarahanku pada tokoh-tokoh lelaki dalam ceritaku. Kubuat mereka menderita saat ini. Biar mereka tahu rasanya jadi aku!

Dear future husband,

Kamu tahu lelaki favoritku seperti apa? Mungkin gabungan semua tokoh lelaki dalam ceritaku. Aku tahu aku tidak bisa menemui yang seperti itu di dunia nyata. Jadi kuciptakan sendiri saja supaya aku bahagia. Setidaknya cobalah jadi humoris seperti Raditya Dika supaya aku senang.

Sebenarnya... Tidak perlu sampai begitu. Aku hanya membutuhkan lelaki yang bisa membuatku jatuh cinta setiap harinya.

Aku bukanlah lagi gadis remaja yang mudah merona pipinya jika dipuji. Sekarang ini aku sedang bertransformasi menjadi wanita dewasa. Ingat ya, wanita dewasa, bukan power rangers.

Jadi kamu perlu usaha keras untuk bisa menerbitkan senyumku, membuat semburat merah dipipiku, dan berbagai hal menyenangkan lainnya. Karena usiaku bukan lagi remaja yang kerjanya mengandalkan perasaan, jadi akan sulit membuatku jatuh cinta karena logika-ku yang bekerja disini.

Cinta perlu pengorbanan, bukan? Siapa yang harus berkorban? Aku atau kamu? Nah, karena kamu lelaki, kusarankan kamu dulu yang berkorban. Nanti ada giliranku.

Aku egois? Oh semua orang memang egois. Siapa yang tidak? Tidak ada!

Dear future husband,

Bukankah ini sudah terlalu panjang? Lagipula kamu tidak akan membaca, karena apa? Kamu tidak punya wattpad. Kalaupun kamu membaca, paling kamu hanya meradang lalu marah seperti biasa. Kamu itu terlalu kaku, kekanakan, tidak dewasa!

Ah, sudahlah. Aku lelah menulis sepanjang ini. Lagipula masih ada lebih seratus lembar kertas ujian yang harus kuperiksa.

Dear future husband,

Marahlah semaumu. Menjauhlah semaumu. Karena rumah bagimu, mungkin saat ini bukan aku. Kejarlah impianmu, gapailah cita-citamu. Kalaupun nantinya kita disatukan dalam rumah yang sama, itu berarti kehendak Tuhan berupa takdir.


Dari aku yang sedang galau,

LOVI

Ritme HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang