12 | Kesalahan

Start bij het begin
                                    

"Cari tempat bacaan yang tenang."

Sebelah alis Revi terangkat. "Lah? Bukannya di sini tempat favorit lo?"

Rain mengerling. "Nggak kalau lo di sini."

Revi terdiam. Ia mengambil napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan kuat. "Gila ya lo?" Revi berdecak. "Sikap lo tuh kayak gue udah ngelakuin kesalahan yang fatal banget tau nggak?!"

"Ngebohongin orang emang salah, Revi."

Katakanlah Rain terlalu melebih-lebihkan hal yang sebenarnya sepele. Karena sejujurnya, ia memang telah memaafkan Revi sejak lama. Hanya saja, sejak cewek itu ikut-ikutan menjauh, Rain kembali marah. Terlebih pada dirinya sendiri, yang tidak jarang bereaksi aneh tentang apa pun yang menyangkut Revi.

"Ya, tapi nggak gini juga!" Revi berkacak pinggang. "Lagian, kenapa sih demen banget jauhin gue?"

"Kenapa sih suka banget dekatin gue?"

Revi tertegun mendengar balasan Rain yang sanggup memanah ulu hatinya. Jantungnya berdegup cepat. Tiba-tiba saja perutnya terasa mulas.

"Yaaah... ya... karena kita teman. Masa temanan jauh-jauh?!" kilah Revi, gugup.

Rain mengangkat bahu, sebelum akhirnya berlalu. Kesal karena jawaban Revi yang tidak masuk akal! Ugh! Memangnya, jawaban seperti apa yang Rain inginkan?

Rain benci Revi!

***

Seorang cowok berusia sekitar dua puluh tiga tahun itu berjalan memasuki toko buku. Di balik lidah topinya yang nyaris menutupi kedua mata, cowok itu menyisir pandangan. Mencari keberadaan buku yang akhir-akhir ini mengusik pikirannya.

Ia tersenyum begitu pandangannya terkunci pada sebuah buku yang dicarinya. Benda tersebut terpajang di rak best seller paling atas, tapi hal itu sama sekali tidak mengusiknya. Tubuh tinggi menjulangnya sanggup membuat ia meraih buku itu tanpa perlu meminta bantuan petugas di sana.

"Finally, I found you," lirih cowok itu seraya menatap lembut cover novel di tangannya.

Tanpa perlu membaca blurb-nya, cowok itu bergegas menuju kasir yang sepi akan antrean dan membayarnya.

***

Esoknya, Revi masih tidak menyerah.

Begitu turun dari bus, kedua matanya menangkap Rain berjalan memasuki gerbang sekolah. Cewek itu tersenyum. Ia berniat mencegahnya dan tidak membolehkan Rain masuk ke kelas kalau belum memaafkan Revi. Meskipun ia merasa jika dirinya tidak perlu meminta maaf. Toh, Revi membuat kesalahan yang besar. Rainnya saja yang kelewat baper, alias bawa perasaan! Dasar cowok sensitif!

Namun, baru akan memasuki gerbang, seseorang memanggil namanya.

"Revina?"

Kontan Revi menoleh. Senyum di wajahnya langsung menguap. Ia membeku.

Cowok itu tersenyum, menatap Revi di hadapannya dengan tatapan rindu. "Apa kabar?"

Jarak sejauh tiga meter di antara mereka, ternyata tidak mampu membuat Revi merasa aman. Saat cowok itu hendak mengikis jarak, Revi kontan mundur beberapa langkah.

Penolakan Revi yang kentara, lantas menggoreskan luka di hati cowok itu. Kedua mata hitamnya, menatap nelangsa Revi yang masih membencinya. Tidak cukupkah cewek itu memusuhinya, menjauhinya, dan menghakiminya selama bertahun-tahun?

"Rev—"

"Mau apa lo ke sini?" Revi melempar tatapan sengit.

Cowok itu meneguk ludahnya. "Aku nyariin kamu. Kamu kemana aja?" tanyanya lembut. Mengabaikan kentalnya aura permusuhan yang tersirat di kedua mata Revi.

Revi mendengus. "Oh ya? Apa lo juga nyariin Kakak gue selama ini?"

"Aku nggak pernah absen buat jenguk dia," tegasnya.

Jawaban cowok itu justru membuat Revi tertawa renyah. "Seolah gue bisa percaya omongan lo," sindirnya.

Aldi menggeleng. "Aku nggak bohong—"

"Udahlah!" sergah Revi seraya mengibas tangannya. "Terakhir gue percaya sama lo, orang-orang yang gue sayang pergi..."

"Rev—"

"...dan gue nggak sudi dekat-dekat sama pembunuh!" tukas Revi dengan bibir menipis.

"Aku bukan pembunuh," bantah Aldi. "Bukan aku—"

"Jadi, lo mau bilang kalau semua itu salah gue?!" pekik Revi, tersekat.

"Bukan. Nggak ada yang salah di sini—"

Revi mengacungkan telunjuknya, membuat mulut Aldi kontan mengatup rapat. "Diam! Gue nggak suka adu mulut sama perusak kebahagiaan orang," ucapnya sarkasme, sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Aldi yang tertegun.

Aldi menatap punggung mungil Revi dalam diam. Dadanya terhimpit menyadari waktu tidak mampu membuat cewek itu melunak. Revi tidak akan pernah memaafkan atas kesalahan yang telah ia perbuat di masa lalu.

Kesalahan yang mematikan.

🌈

Warna Untuk Pelangi [✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu