Meledak!

6.9K 298 4
                                    

Dua bulan kemudian

Allecia tersenyum melihat perutnya kembali membuncit. Walaupun masih sedikit tapi, Allecia sangat senang. Mengesampingkan segala hal yang dia alami sejak kandungannya berusia tiga bulan, Allecia kini muai bisa merasakan kehadiran anaknya. Hal itu, membuat Allecia bertekat untuk menjaga baik-baik bayinya dan akan berjuang untuk bayinya apapun taruhannya

Allecia mengusap perut buncitnya. Memang untuk ukuran ibu hamil lima bulan perut Allecia tidaklah besar. Allecia terus mengusapi perutnya. Terkadang Allecia ingin mengatakan pada sang suami tentang apa yang dia rahasiakan tapi, urung dia lakukan saat dia melihat mata Alvaro menatapnya dengan tatapan sendu

"Nak, mami sayang sekali sama kamu. Cepat tumbuh besar ya nak. Kalau nanti mami nggak bisa jagain kamu, kamu jangan sedih ya... Ada kak Ardan, kak Arman, kak Arsen dan papi yang sayang sama kamu dan menjaga kamu. Mami minta maaf kalau nanti mami nggak bisa lihat kamu tumbuh besar" ucap Allecia

Tanpa Allecia sadari, di belakangnya sang suami mendengar dengan jelas apa yang dia ucapkan. Alvaro meremat jemarinya erat-erat. Apa yang menjadi misteri baginya selama dua setengah bulan terakhir, membuatnya tidak bisa lagi kerja dengan benar maupun tidur dengan baik. Semua pikirannya tertuju pada Allecia. Pada apa yang sebenarnya terjadi pada perempuan yang amat dia cintai itu

"Kenapa kamu berucap begitu?"

Allecia memekik kaget dan tentu saja Alvaro juga kaget. Allecia berbalik dan menghampiri Alvaro lalu, memukul bahu suaminya pelan

"Kenapa kamu nanya kayak gitu tiba-tiba?" Rengek Allecia

Alvaro terkejut. Dia tidak menyangka kalau dirinya akan mengucapkan hal itu. Dia mengira dia hanya memikirkan hal itu tidak mengucapkannya, seperti yang selama ini dia lakukan

"Kenapa kamu bilang kalau kamu nggak akan melihat anak kita tumbuh besar?" Tanya Alvaro balik membuat Allecia membeku di tempatnya

"Nggak kok. Aku nggak bilang gitu. Kamu salah dengar kali tadi"

Alvaro menyipitkan matanya. Dia semakin heran dengan Allecia yang selalu berbohong padanya. Alvaro akhirnya hanya mengusap pipi Allecia dengan tatapan sendu miliknya

"Ya sudah kalau kamu tidak mau cerita. Aku nggak akan maksa. Aku akan tunggu sampai kamu mau cerita..." Ujarnya lirih

Alvaro menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. Rasanya ada sesuatu yang menusuk jantung, hati, perut dan paru-paru Alvaro. Alvaro merasakan sakit dan sesak saat istrinya selalu berbohong padanya

"Sayang... Kamu marah?" Tanya Allecia

"Iya. Aku marah" jawab Alvaro dengan singkat sambil menarik napas dalam-dalam

"Aku marah pada diriku sendiri yang bahkan tidak tahu apa yang membebani istriku. Aku marah pada diriku sendiri dengan kenyataan istriku tidak bahagia denganku" lanjutnya

Alvaro menatap manik cokelat tua milik Allecia lekat-lekat

"Kalau kamu tidak bahagia denganku, tolong katakan saja dan jangan menyimpannya sendiri. Aku akan memberikan apapun yang kamu minta, jika itu membuat kamu bahagia. Katakan saja semuanya, aku akan menerimanya"

"Siapa yang bilang aku tidak bahagia dengan kamu?"

"Kamu"

"Aku? Aku tidak pernah bilang begitu!"

"Kamu tidak bilang memang tapi, semua perilakumu selama beberapa bulan ini mengatakannya. Kalau memang kamu tidak bahagia, katakan saja padaku. Jangan memendam sendiri dan menjadikan aku orang yang jahat, yang bahagia di atas kesedihanmu"

"Varo! Aku nggak pernah mikir kayak gitu!! Aku nggak pernah bilang aku nggak bahagia! Aku selalu bahagia dengan kamu dan anak-anak!! Stop dengan pemikiran gila kamu itu!! Kamu jadi orang yang nggak aku kenal sekarang!!!" Allecia mulai menaikan nada bicaranya

Alvaro mendengus. "Aku? Aku jadi orang yang tidak kamu kenal? Harusnya aku yang bilang begitu! Kamu berubah Alle!! Kamu nggak pernah lagi terbuka sama aku! Kamu pikir aku nggak tahu kalau kamu sedang berbohong sama aku?! Kamu pikir aku bisa kamu tipu semudah itu?! Siapa yang berubah sebenarnya?!! Aku atau kamu!?!"

Alvaro menarik napasnya dalam-dalam. Dia menenangkan dirinya agar tidak melemparkan kemarahannya pada Allecia lebih parah lagi. Allecia membeku di tempatnya, dia baru saja melihat sisi Alvaro yang tidak pernah terlihat olehnya

"Sudahlah... Aku tidak mau berdebat lagi denganmu. Kalau kamu memang ingin sendiri, tidak apa-apa. Selamat malam" ujar Alvaro sambil berbalik dan mengambil beberapa helai bajunya dari lemari dan mengambil tas kerjanya, kemudian Alvaro berjalan menjauhi kamar mereka

"Kamu mau kemana?" Tanya Allecia

"Ruang kerja"

Alvaro menuju ke pintu kamarnya dan untuk terakhir kali dia berucap. "Besok dan seterusnya kamu tidak perlu memikirkan aku. Anggap saja aku tidak ada di rumah ini" lalu, Alvaro menutup pintu kamar dan berjalan menjauhi kamar mereka

"Maaf Alle. Tapi, mungkin saat ini, ini yang terbaik"

From Me To YouWhere stories live. Discover now