#18 Hidup

382 31 5
                                    

Otakku mencoba mencerna semua ini dengan baik. Dan akhirnya ia lumer juga. Aku kini paham yang terjadi disini, sebenarnya yang terjadi ialah aku adalah sepupu Jay, atau keponakan dari nyonya Stan dan tuan Stan dan seharusnya aku hidup kaya seperti Jay dan keluarganya. Tapi, dikarenakan sifat orangtuaku yang serakah serta mati rasa membuat orangtua Jay tidak langsung memberiku kekayaan nya karena takut akan aku yang kemungkinan menuruni sifat orangtuaku.

Kakek juga melakukan hal yang sama, yakni tidak memberikan ku kekayaan nya dengan mudahnya. Lagi pula kakek juga tahu bahwa cucunya ini istimewa, sehingga walau ia tidak memberikan kekayaannya aku akan tetap baik-baik saja.

"Merasa hina? Tersakiti hah!??" Jay mengetuk kepalaku dengan kepalannya.

"Ia tadinya. Sekarang sudah tidak." Aku bangun dari lamunan seraya mengelus kepalaku.

"Heh.. (Jay tersenyum mantap)"

"Gue seakan tidak percaya,tapi jika dipikir-pikir lebih baik gue memang hidup seperti ini. Hidup tanpa mereka. Gue juga di tinggalin sendiri, hidup dengan kemelaratan sejak lama, gue sendirian itu juga di mulai dari mereka, mereka yang ninggalin gue. Sendiri waktu itu, akan lebih baik jika tetap sendiri hingga saat ini.
Lagipula yang salah itu bukan kalian atau kakek, jika halnya mereka tidak meninggalkanku maka aku pasti akan baik-baik saja sekarang. Hidup layaknya orang lain, ada keluarga, uang, tidak pernah takut akan hari esok yang mencekam. Aku benci kalo mereka hidup disini dan lebih benci ketika aku mengetahui jika mereka masih hidup."

"Haha,, (tertawa sombong) gue tahu lo gak bakalan benci sama gue." Jay mendekatkan wajahnya dengan wajahku.

Apa dia sekarang sedang membully ku lagi? Sekarang? ketika orangtuanya tidak ada!?

"Tidak di berikan warisan.
Lo tahu gue juga tidak akan mau hidup sama mereka bahkan melihat saja tidak mau. Jadi apa lagi yang gue lakukan disini? Apa gue akan jadi budak lo? Atau jadi bahan bully lo?
Jika semuanya tidak, biarkan aku pulang. Jika hanya ingin pamer kekayaan sebaiknya jangan bawa aku kesini. Melihatmu di sekolah saja sudah cukup menyakitkan." Aku mendekatkan wajahku lebih dalam ke wajahnya Jay.

"Memang semuanya tidak (dengan enteng)" Jay menghantukkam keningnya ke keningku, aku kesakitan.

"Jadi biarkan gue pulang!"
Aku beranjak meninggalkan Jay.

"Heh! Brakk!! (Jay dengan poker face andalanya menutup pintu kamar dengan telekinesis nya keras.)"

"Apa yang sebenarnya lo inginkan hah!!?" Aku membalik badan menatap Jay.

"Yakin lo mau harta kakek? Yakin lo mau melihat mereka terus? Hah!!??" Jay memalingkan wajahnya dari hadapanku.

"Hah?? Maksud lo?" Aku bingung. Tidak menjawab, Jay hanya menaikkan alis kirinya.

"Siapa yang tidak mau harta ini! Lo pikir gue tetap ingin hidup melarat, siapapun didunia ini pasti ingin hidup seperti lo!"

"Yakin lo mau harta kakek? Yakin lo tetap ingin melihat mereka!" Jay mengulangi pertanyaannya.

"Akkhhhgghh!!! Kalian ingin gue apa! Gue bisa apa! Biarkan aku pulang jika tidak ingin memberikan uang!" Aku mulai kesal.

Benda mulai beterbangan untuk kesekian kalinya. Pintu yang tadinya Jay tutup kini kembali terbuka dengan keras. Angin dengan hembusan kuat tiba-tiba memenuhi kamar. Para penjaga yang berada di depan kamar juga ikut merasakan kemarahanku, sebab halnya hembusan angin yang menerbangkan benda-benda juga ikut sampai keluar kamar.

"Indigo.." panggil Jay hati-hati.

"Yaaakkkkhhhh!!!!" Aku mengusap-usap leher dan dadaku. Rasanya panas sekali. Seakan-akan ia sedang terbakar.

Jay berlari menjauhi ku, ia mendekat ke arah pintu dan berdiri tepat di depan seorang pria. Tangan kanannya di hadapannya menghalang angin yang berhembus.

"LUCIFER!! tahan!!" Jay kembali meneriaki ku.

Aku tak memperdulikan teriakan Jay. Aku tadinya hanya kesal dengan Jay. Tapi tiba-tiba saja aku merasakan ada seseorang yang menguping pembicaraan kami tadi. Itu membuatku tak nyaman, sehingga aku merasa resah. Tubuhku menolak perbuatan orang itu. Niatnya menguping membuatku muak. Penguping itu ialah papa.

"Akkhh.." papa ku tidak bisa menahan erangannya. Papa ku yang sedang memakai pakaian pelayan itu terlempar vas bunga di bahu kanannya. Jay yang ada di hadapannya melihat kejadian itu mulai ikut marah.

"Yaakkgghh!!!!!" Jay berteriak.

Dengan cepat angin yang tadinya mengelilingi kamar tiba-tiba saja berhenti. Benda-benda juga berhenti beterbangan. Mendadak tubuhku juga ikut terpental menghantam jendela yang berada di sudut kamar saat bersamaan dengan Jay yang menghentikan angin yangku buat tadinya.

"Eeggrrkkkhh..." aku menggeliat. Tubuhku terbaring sakit di atas pecahan beling.

"Apa paman tidak apa-apa?" Jay membalikkan badannya dan menolong papa.

"Ambilkan aku P3K cepat!!!" Jay memerintah pelayan yang berjaga didepan pintu.

"Jangan hiraukan aku, pergi selamatkan teman anda tuan." Papa menatapku dari jauh seraya menahan darah keluar dari bahunya.

Jay menoleh kearahku. Ia lalu mendekatiku. Aku masih kesakitan.

"Jay!!!" Aku berteriak. Jay kembali melemparku ke dinding kamar.

"Kau ingin bermain hah!?" Jay menunjukkan suaranya. Ia terdengar marah dan serius.

Brakk!!
Tubuhku menghantam pintu didekat jendela. Aku jatuh terlungkup. Pintu itu lalu terbuka lebar, angin di luar dengan mudahnya masuk.

Syuuttshh..
Tubuhku terangkat, terbang meninggalkan kamar. Lalu jatuh menghempas tanah di bawahnya. Aku baru saja jatuh dari lantai dua rumahnya Jay. Pria itu benar-benar tega membuangku keluar dari kamarnya dengan kasar.

Aku rasa wajahku penuh goresan luka. Bibir ku juga terasa perih.

"Lo mau bermain hah!! Kalau begitu bangun!! Ayo kita main disini!! Bangun!!!" Jay melompat turun dari kamarnya dengan mantap. Ia terdengar sangat kesal dengan perbuatan ku tadi. Ia juga tidak perduli dengan keadaanku, apa aku patah tulang atau organ dalam ku rusak, ia tidak perduli sama sekali keadaanku.

"Bangun!! Pengecut!! Lawan aku sekarang!! Cepat bangun!!" Jay menendang punggungku dengan keras. Aku masih tidak bisa bangun. Kepala ku sendiri terasa berat. Aku bahkan tak bisa membuka mataku sekarang.

"Hen.. hentii.." aku memohon kepada Jay untuk bisa menghentikan perbuatannya.

"Bangun!!" Jay menggila. Ia menarik kerah bajuku lalu mengangkatku bangun dari tanah. Dengan keras ia menghantam kan tinju kanannya ke rahang kiriku.

Aku hanya bisa diam. Aku ingin sekali membalasnya. Tapi aku tidak bisa. Tubuhku lesu, kepalaku sakit sekali. Jay di dekatku terus memukulku. Ia meninju serta menendangku.

Aku tidak bisa membuka mataku, aku bahkan tidak lagi merasakan sakit. Semua pukulan Jay terasa hambar. Ini semua karena aku tidak bisa melaraskan hati dan otakku. Jika aku marah, apa saja akan kulakukan. Tapi jika aku seperti ini, seperti sekarang yang sedang Jay lakukan padaku yakni memarahi ku, membuatku sangat bingung. Aku tidak pernah di marahi oleh siapapun sebelumnya. Hatiku terasa akan meledak,hanya karena ada orang yang peduli dengan amarahan ku, peduli dengan ku, membuatku terasa lebih hidup.

See you next Bab
Dont forget *Vote 😆

#DintiFahlianti
#PerfectIndigo

Perfect Indigo Where stories live. Discover now