#7 Masa Lalu

1.3K 124 2
                                    

Pintu terbuka perlahan. Seorang pria tua berpakaian rapi datang mendekat.

"Nak.." Orang tua yang gagah itu menyapa.

"Halo tuan".

Aku lega. Untung saja tuan Stan yang mengetuk pintu, bukan dia.

"Apa kau baik." Tanya nya.

"Baik, terima kasih. Anda sering sekali menjenguk, merepotkan anda saja."

"Ah.. tak apa. Sekalian aku menjenguk Jay.. Apa kau bosan,? Kau boleh bercerita dengan ku jika kau mau." Orang tua itu memulai pembicaraan. dan duduk disamping ku.

"Cerita,? Cerita apa? Tidak ada yang perlu aku bagikan kepada anda tuan. Bukankah anda yang hendak bercerita sesuatu kepada ku?"

"Dokter bilang, kau kesepian, hal ini menyulitkan pengamatan para dokter mengenai kondisi mu. Kami dan beberapa pihak yang aku perintahkan tidak bisa mencari tahu siapa keluargamu. Dan data-data yang kau isi di sekolah, juga sama sekali tidak membantu. Jadi, saat ini kami tidak tahu cara menghibur mu. Mungkin jika kau berbagi sedikit, bisa membuat mu merasa lebih baik."
Jelas tuan Stan.

"Aku minta maaf jika keberadaan ku selama aku disini sudah banyak menyusahkan anda dan pihak rumah sakit. Sebaiknya anda pulangkan saja aku. Aku juga siap untuk di hukum. Aku tidak butuh dokter-dokter disini. "

Tuan Stan menatapku dalam.

"Aku tidak akan menghukummu. Tenangkan dirimu, jangan merasa tertekan. Cerita lah sedikit, setidaknya tentang keluarga mu. Agar aku bisa menghubungi mereka. Mereka pasti sangat khawatir sekarang." Kata tuan Stan seraya memegangi tanganku.

Batin ku terhenyak, tangan tuan Stan begitu hangat. Tiba-tiba aku teringat seseorang, papa.

Tidak ada pilihan, aku mau tidak mau aku mulai bercerita.

"Sebenarnya selama ini aku hidup seorang diri. Aku tak punya yang anda sebut mereka tuan Stan. Aku sudah bersahabat baik dengan kesengsaraan selama ini. Aku hidup sendiri selama dua belas tahun terakhir. Kedua orang tua ku meninggal di saat yang bersamaan, dan di saat itu aku masih berumur 4 tahun. Ketika itu aku jatuh dari kamar atas, akibat terkejut sebab melihat orangtua ku betengkar. Aku lalu di rawat di rumah sakit, dan tak lama Ku dirawat tiba-tiba mereka berdua mengalami kecelakaaan dan  meninggal ditempat. Aku sendiri tidak tahu apa-apa, Dan pada akhirnya aku harus mengganti seluruh biaya kecelakaan orang tuaku dan perawatan ku di rumah sakit.
Semua harta benda orang tua ku yang ada dirumah sudah disita untuk membayar biayanya. Tidak ada satupun yang tersisa di rumah yang ku tinggal. Orang tua ku juga tidak menyisakan wasiat, asuransi atau tabungan sedikit pun untuk keberlangsungan hidupku.." tuan Stan terlihat mendengar ceritaku dengan seksama. Matanya hampir tak berkedip.

"..Saat itu, aku di antarkan pulang dengan dokter yang merawat ku saat itu. Selama seminggu setelah aku diantar, aku tidak makan apa-apa. Aku menahan lapar di perut dengan tidur dan meminum air. Tepat di hari ke empat belas, listrik dirumah ku mati. Air minum di dapur juga telah habis. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku terus hidup di kegelapan beberapa hari kedepannya. Aku lalu  menahan lapar dengan meminum air keran di kamar mandi. " Mata tuan Stan tampak berlinang.

"..Saat itu tubuhku sangat kurus. Aku juga merasa bahwa perut ku telah memakan perut ku sendiri. Hari demi hari dan aku tidak lagi bisa menahan. Aku lalu keluar rumah dengan merangkak sebab halnya aku tidak bisa lagi berdiri. Aku berharap kali-kali saja jika aku keluar akan ada orang yang mengasihani aku..."

"..Tapi, tak ada satu orang pun yang memandang ku. Semua orang menatap aku menjijikan, bukannya menolong, mereka malah menyiram serta melempari ku dengan kerikil. Aku kelaparan, tangan dan kaki yang kurus juga sudah lecet serta robek sebab aku merangkak di jalanan seharian.

"..lalu, Keberuntungan membututi ku hari itu, hari itu adalah hari diadakannya festival warna tahunan. Jadi di sana sangat banyak warga yang berlalu lalang. Para pengiring festival yang tidak melihat ku di jalanan menendang dan menginjak-injak ku. Beberapa orang yang lewat juga merasa iba kepadaku, beberapa bahkan melemparkan beberapa koin di depan ku. Seorang nyonya bertubuh gemuk tiba-tiba menggendong ku ke bahu jalan. Serta memberikan 2 buah roti kepadaku, tanpa pikir panjang aku langsung menyantapnya bulat-bulat. Bahkan nyonya itu pun terhenyak, lalu memberikan dua lembar uang ratusan ketangan ku. seraya mendo'a kanku.." Tuan Stan memegangi tanganku.

"..Dan kesengsaraan ku tidak berhenti sampai di situ saja. Aku bahkan tidak mempunyai satu pun teman. Baik itu di sekolah maupun di rumah, aku tetaplah kesepian. Di sekolah, teman-teman ku tidak mau mendekati ku. Mereka bilang bahwa wajahku memang tampan, tapi mata biru gelap ku yang sering berubah-ubah, sikap ku yang dingin  membuat mereka takut berteman denganku.." aku mengakhiri ceritaku. Tuan Stan tampak berlinang.

"Nak, kau sungguh malang." Tuan Stan mengusap matanya.

"Tidak seberuntung anakmu." Aku mencoba tersenyum.

"Akan tetapi, bagaimana caranya kau bisa bersekolah? Dan siapa kah dirimu sebenarnya? Jay bukanlah orang yang mudah bersosialisasi apalagi berteman. Lain hal, kali ini kau malah diminta untuk di jaga olehnya. Apa sebenarnya kalian berteman?" Tanya tuan Stan.

"Aku yang paling terkejut disini, aku bukan temannya. Aku hanya seorang remaja biasa. Dia bahkan membenci ku, kami seorang petarung di sekolah." Jawabku.

"Remaja biasa? Tidak mungkin. Jay bukan tipikal seperti itu. Kau tahu, anak ku saja sudah aneh, berhentilah menutupinya. Apa kau tahu yang sebenarnya? Apa kau menyadari keanehan dia? Dan mengancam akan menyebarkan rumor tentang nya di sekolah? Aku benar-benar tidak mengerti." Tuan Stan berdiri dari duduknya. Raut wajahnya tampak sangat bingung.

"Dan aku juga sudah membaca semua jurnal mu, isinya benar-benar menakjubkan. Jadi, tidak mungkin jika kau itu remaja biasa dan bukan siapa-siapa. Aku mungkin tidak mengenal anakku, tapi setidaknya dia tidak pernah seaneh ini." Tuan Stan terus bertanya-tanya.

Aku hanya menunduk. Ruangan itu baru terasa sangat sejuk. Hening sekali. Pertanyaan yang tuan Stan lotarkan tak bisa aku jawab dengan segera.

Tuan Stan kembali duduk. Ia mendekat, menatap mataku dalam. Berharap aku menjawab rasa penasarannya. Aku juga menatap wajahnya spontan, memang sedikit lebih tenang dadaku ketika bercerita tadi. Wajah tuan Stan juga tidak semenakutkan rumor yang tersebar. Aku jadi tidak terlalu merasa tegang. Hanya saja pertanyaan nya begitu sulit. Aku tidak pernah tahu akan menjawab apa. Apalagi soal Jay yang tiba-tiba berubah baik, aku bahkan berpikir apa aku akan di suntik mati pada akhirnya oleh Jay.

"Nak,,," tuan sedari tadi menunggu jawaban ku.

"emm.. aku tidak tahu harus menjawab apa. Aplagi yang menyakut dengan Jay. tapi, mengenai aku sendiri, aku seorang Indigo,, perfect Indigo.." tuan Stan sedikit menjauhiku.

****

See you next Bab
Dont forget *Vote 😆

#DintiFahlianti
#PerfectIndigo

Perfect Indigo Where stories live. Discover now