#10 Orang Tua

1.1K 101 0
                                    

Aku berjalan tanpa angkuh. Masuk melewati pintu gerbang  rumah besar itu. Kami berjalan lama untuk menuju rumah. Kepalaku menoleh-noleh  melihat kiri dan kanan.
Tiba di depan pintu, aku sangat takjub. Rumah ini benar-benar besar. Dinding nya juga tebal, tidak seperti rumah pada umumnya yang menggunakan  batu bata biasa, rumah ini sendiri mungkin menggunakan batu bagshot heath.
Tuan Stan membuka pintu besi yang tinggi itu perlahan. Rumah ini dalamnya begitu cantik. Sebelum masuk kedalam, kami harus melewati sebuah selasar panjang yang dinding-dindingnya penuh dengan lukisan-lukisan besar yang harganya tidak tahu berapa. Kami harus terus melangkah lurus ke depan.

"Lihat,, itu lukisan Jay semasa kecil. Lucu kan? Wajah nya selalu saja cemberut. Haha.." Nyonya Stan tertawa kecil sambil menunjuk-nunjuk kearah lukisan-lukisan besar yang terpampang di dinding-dinding rumah nya. Jay tampak acuh.

Bukan hanya lukisan-lukisan Jay, lukisan-lukisan kebersamaan mereka juga banyak. Dan yang paling mencolok dari semua lukisan-lukisan itu ialah lukisan pernikahan Tuan dan nyonya Stan yang terpampang jelas di atas pintu masuk ke dalam rumahnya. Nyonya Stan saat itu sangat cantik. Tuan Stan yang mencium keningnya begitu necis.

Kami berempat pun sudah masuk ke dalam rumah. Kali ini isinya lebih menakjubkan. Benda-benda mewah dan berharga pastinya mahal semuanya tersusun rapi disini. Aku berputar-putar girang dalam hati melihat kesekeliling dinding, tangga yang menuju lantai ke 2 , serta langit-langit rumah yang indah ini.

"Kau langsung saja ke kamar mu. Aku akan buatkan susu coklat yang paling enak untukmu. " Nyonya Stan mengelus kapala ku lagi.

"Ah, tidak apa. Aku tidak haus." Aku menolak.

"Kau pasti suka. Pergilah ke kamar untuk membenarkan diri."  Aku bingung. Kamar yang mana yang seharusnya aku masuk. Disini banyak sekali pintu. Entah pintu mana saja yang dalamnya kamar aku tidak tahu sama sekali.

"Kamar nyonya??" Tanyaku.

"Iya, kamarmu yang itu. Pintu yang berwarna silver itu." Nyonya Stan menunjuk kearah kiri ku.

Aku lalu meminta diri dan  melangkah kan kaki. Tapi tiba-tiba saja aku seperti di selimuti angin yang sangat dingin. Angin itu terus mengelilingi ku, hingga aku tak bisa bernafas. Aku mencoba melawan. Tapi kepala ku malah terngiang dengan mimpi pertengkaran papa dan mamaku.
Dada ku mulai sesak, aku terjatuh dengan kedua lutut ku menopang tubuhku. Tuan dan nyonya Stan panik, mereka mendekati ku. Nyonya Stan memegang pundak ku, tapi aku menepis nya. Lalu aku berdiri, dan meninggikan suara.

"Apa ada orang lain di dalam rumah ini selain kita!!??" Aku benar-benar hilang kendali.

Semua Benda-benda yang ada di atas meja dan lukisan-lukisan yang terpampang di dinding bergetar-getar bahkan ada juga yang sudah melayang.

"Tenang nak, kami punya 36 pelayan di rumah ini. Dan mereka juga sudah bekerja di sini sangat lama. Mereka semua sudah profesional, Jangan takut." Nyonya Stan mencoba menenangkan ku.

Mata ku berubah menjadi biru gelap. Aku benar-benar marah. Aku merasakan ada sesuatu. Sesuatu yang tidak aku sukai.

"Tenanglah! kau membuat mama takut!" Bentak Jay. Aku menatap Jay tajam. Nyonya Stan sedikit menjauhi ku.

"Tenanglah!! Mereka memang disini Indigo!!." Dadaku sesak, aku tambah marah, tapi seketika itu Jay menghentikan amarah ku dengan memukul tepat di wajahku. Aku tersungkur. Semua benda-benda melayang jatuh bercerai di atas lantai.

"Apa kau tak apa-apa nak? Tenanglah.. ada apa dengan Mereka,? Siapa yang kau maksud Mereka? Biar aku urusi." Tuan Stan terlihat bingung, ia lalu bergerak ke arah Jay.

"Jay, jawab!" tuan Stan tak sabar menahan kebingungan nya. Jay melirik ku. Aku tak melihatnya, aku me

"Mereka,.. bibi Carey dan paman Johan." Mendengar jawaban Jay. Aku yang tadinya tersungkur,  langsung berdiri dan memegangi kerah baju Jay kuat.

"Apa maksudmu Bibi hah!?" Aku benar-benar marah.
Benda-benda dan lukisan-lukisan kembali bergetar.

Tubuh Jay yang begitu besar juga ikut-ikutan terangkat. Tuan dan nyonya Stan panik.

"Lo sendiri dengar kan!", Jay menjawab dengan santainya. Aku melepaskan genggaman ku dari kerah baju nya Jay. benda-benda tak lagi melayang.

"Aku mau pulang sekarang. Aku tidak bisa tinggal di sini. Maaf." Aku pun berjalan keluar. Nyonya Stan mencoba mencegat ku.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini. Kenapa kau ingin pulang, apakah kau masih sakit nak?" Nyonya Stan begitu bingung.

"Tidak nyonya, aku sudah sehat,  sangat sehat. Tapi aku tidak bisa tinggal di sini. Ada sesuatu yannngggg eeehh.." tiba-tiba saja aku berhenti bernafas. Aku terjatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. Serta tak tahu lagi kejadian setelah itu.

"Naakk.." Tuan dan nyonya Stan terkejut melihatku pingsan, mereka mendekat dan mencoba mengangkat ku. Tapi tak cukup kuat. Akhirnya Jay yang menggotong ku ke kamar.

Aku terjaga, nafas ku masih saja sesak. Aku lihat di sekeliling ku. Aku masih di rumah tuan Stan.

"Masih hidup, gue pikir udah mati." Cela Jay yang tiba-tiba saja keluar dari toilet kamar.

"Kenapa mereka bisa disini, gue kira mereka sudah pergi keluar kota." Lirih ku. Jay mengambil gelas yang berada diatas meja lu menyuprut nya.

"Sebaiknya Lo maafin aja mereka. Lo tau, Lo akan tinggal di sini hingga beberapa hari kedepan. Mama begitu takut jika harus membiarkan lo tinggal sendirian di rumah lo yang tidak terurus itu." Jay tak menjawab pertanyaan ku.

"Ak.."

Jay memotong.

"Sudah gue bilang, mama sangat takut bila membiarkan lo tinggal sendiri dirumah." Jay menghentak kan gelasnya ke atas meja, Nadanya juga mulai meninggi.

Lalu Ia juga berjalan-jalan sambil memegangi beberapa aksesoris yang tergantung di dinding-dinding kamar yang besar.

"Gue udah cerita sama mama dan papa untuk tidak menyebutkan nama asli Lo dan asal Lo. Kemungkinan besar mereka tidak akan tau ko Lo it.." Aku memotong.

"Terima kasih. Tapi, itu tidak menjawab pertanyaan gue sama sekali." Jay mendekat, dan menyuprut kopi nya.

"Papa sama mama gue orang yang sibuk, mereka gak bisa menjaga gue sambil kerja. Jadi mereka mencarikan gue babysitter. Dan dalam pencarian, mama, mama bertemu dengan Mereka. Mereka sendiri sedang mengemis di jalanan saat itu, Karena kasihan mama bawa pulang dan jadiin mereka babysitter gue. Gue sangat benci Orang-orang yang gak gue kenal, Tapi bibi Carey mama Lo itu benar-benar mirip dengan mama, sehingga membuat gue yang dulu terkelabui.
Gue juga gak mau orang tua Lo tinggal di sini terus menerus. Umur gue udah 17 tahun, gue gak butuh orang tua Lo lagi. Dan gue benci Orang-orang gak penting kayak mereka." Jay meneguk semua sisa kopi yang ada di gelasnya.

"Bagaimana cara nya Lo tau jika mereka berdua itu orang tua gue. Bukankah gue gak pernah cerita apa-apa sama Lo.?" Tanyaku sambil Sedikit demi sedikit bangkit dari tidur ku dan duduk bersandar.

"Lo sendiri tau jawabannya kan. Perfect Indigo!" Jay menjawab pertanyaan ku alis kirinya dinaikkan. Lalu ia pergi keluar kamar.

"Benar dugaan ku selama ini, bahwa Jay itu juga seorang Indigo."

Aku lalu tersenyum. Perfect Indigo..

Tapi, Tiba-tiba saja dadaku kembali sesak dan telinga ku terngiang-ngiang dengan suara detak jantung, keras sekali...
Aku juga mendengar suara Jay yang sedang menghardik-hardik seseorang di depan pintu kamar ku, lalu ku mendengar suara perempuan menangis tersedu, suara itu..

"Aaaaaa.... " aku berteriak keras, seraya memegani kepala.

Gubrak.. suara pintu terbuka keras.
Dari luar Jay yang sempat terkejut dengan pintu yang tiba-tiba terbuka dan menghantam kuat kearah dinding. Langsung berlari cepat kearah ku.

"Indigo.!!!"

 See you next Bab
Dont forget *Vote 😆

#DintiFahlianti
#PerfectIndigo

Perfect Indigo Where stories live. Discover now