스물셋

1K 190 18
                                    

"Iya, Somi, kamu mau apa? Aku belikan semua yang kamu mau."

Seonho tidak bisa menahan tangisnya. Kata-kata itu terus terngiang di telinganya, sama persis dengan apa yang ia dengar siang tadi.

"Sudah, dong, jangan nangis."

"Memang brengsek si Guanlin," Hyungseob mengepalkan tangannya geram, "aku saja yang masih sesekolah sampai kecolongan!"

"Memang dia berubah, Ho?"

"Nggak, Kak. Kak Guanlin biasa saja awalnya," Seonho menjawab dengan masih tersedu, "tapi, aku yang selalu nggak ada waktu karena latihan. Aku yang salah."

Minhyun bertukar tatapan dengan Hyungseob, kemudian mereka membiarkan Seonho bercerita ketika tangisnya mulai mereda.

"Sejak awal aku bergabung dengan La Guardia, aku sudah disibukkan dengan banyak hal. Tiga bulan pertama aku berlatih pentas dan evaluasi praktik. Sisanya, berlatih dan belajar untuk ujian-ujian yang bisa kapan saja dilaksanakan," Seonho menunduk, "Kak Guanlin masih menelepon seperti biasa, tapi aku yang jarang menelepon, padahal sudah ada perjanjian. Kalian tahu juga, susah untuk sering bermain ponsel di sana."

"Lalu?"

"Libur tengah semester, tiba-tiba Kak Guanlin datang. Aku benar-benar nggak nyangka dia datang. Lebih parahnya, Kak Guanlin marah karena dia pertama kali lihat aku di sana sedang belajar piano bareng Kak Sungjae."

"Sungjae?" Minhyun mengernyitkan dahinya bingung.

"Iya, dia mahasiswa La Guardia yang satu tingkat di atasku. Kak Sungjae dari Korea juga, makanya aku banyak dibantu."

"Tapi, memang kamu nggak ada hubungan selain teman, kan?"

"Nggak, sama sekali. Lagipula Kak Sungjae sudah punya pacar, Kak. Namanya Kak Joy."

Hyungseob dan Minhyun serentak mengangguk paham.

"Aku sudah berkali-kali kasih penjelasan ke Kak Guanlin, tapi dia tetap nggak percaya. Dia bilang Kak Sungjae yang bikin aku cuek selama ini. Aku memang salah.."

"Sudah, jangan nyalahin diri kamu sendiri," Minhyun menasihati ketika Seonho mulai menangis lagi, "toh, Guanlin juga salah. Dia nggak mau dengar penjelasan kamu. Terus, dia seenak jidat pacaran sama Somi tanpa ada kejelasan tentang hubungan kalian."

"Iya, Ho. Tenang saja, bukan cuma kamu yang salah."

"Tapi.."

"Hyung- eh?" Woojin datang tiba-tiba ke rumah Hyungseob, melihat pintu yang terbuka, "Seonho sudah pulang?"





-Cigarette-





"Iya, Guanlin frustasi pada awalnya," Woojin menyesap kopi yang disediakan Hyungseob, "kamu tiba-tiba cuek, suka matiin telepon sepihak, nggak mau telepon duluan, banyak. Dan puncaknya, dia nyusul kamu ke New York."








"Ini parah, lho."

Daniel, Dongho, Hyunbin, Woojin, Samuel, dan Jinyoung yang sedang bermain kartu terperanjat. Guanlin yang sedari tadi diam tiba-tiba bersuara, tegas.

"Apa, Lin?" Daniel yang pertama kali mencari tahu.

Guanlin hanya menggeleng frustasi, "Aku mau ke New York."

"Oh, God," Samuel menahan emosinya, "kamu bisa tahan sebentar lagi nggak, sih?"

"Nggak."

"Seongwoo sering cuek juga."

"Apalagi Minhyun," Hyunbin menambahkan omongan Daniel, "kapan jadiannya kalau dianya cuek terus?"

"Pokoknya aku mau ke New York."

"Sadar diri, Lin. Bentar lagi kita ujian."

Guanlin memutar bola matanya, "Ya sadar, makanya pengen langsung selesaiin semua!"

"Jangan ngegas, bro."

"Sabar, Kak Dongho.."

"Nggak, aku biasa aja, kok," Dongho mengedikkan bahu, "tapi apa yang dikatakan sama yang lain benar, Lin. Lagian Sungjae yang dipost di SNSnya Seonho itu belum tentu juga yang bikin Seonho cuek."

"Who knows?" Guanlin masa bodo, "aku mau ke New York. Malam ini."







"Tapi, aku benar nggak ada hubungan sama Kak Sungjae kecuali teman."

"Yah, aku nggak tahu juga aslinya gimana."

"Woojin! Kamu nggak percaya juga sama Seonho?"

"Percaya, Seobie," Woojin mencubit pipi Hyungseob, "becanda."

"Terus Guanlin benar pacaran sama Somi?"

Mereka yang di sana saling bertukar tatap, tidak yakin dengan apa yang ada di pikiran.

"Hm, Guanlin memang dekat sama Somi. But, I don't know," Woojin mengedikkan bahu.

"Ceritakan semua tentang Somi yang kamu tahu."






-Cigarette-






Hari ini hari pertama Guanlin di Korea. Tidak buruk. Di sekolah baru ini, Guanlin sudah bertemu Somi. Perempuan yang ditemui di gerbang itu ternyata teman sekelas barunya.

"Anak-anak, perkenalkan teman baru kalian dari Taipei. Ayo, Guanlin."

Guanlin masuk kelas dengan senyum kikuknya. Somi dengan antusias menatap Guanlin sampai di tempatnya kini berdiri.

"Halo, saya Lai Guanlin. Seperti yang Pak Kim katakan tadi, saya berasal dari Taipei. Mohon bantuannya!"

"Halo, Guanlin!"

"Guanlin, kamu ganteng!"

"Guanlin!"

"Linlin-ah!"

"Ssstt," Pak Kim menepuk telapak tangannya, menenangkan keadaan kelas, "nanti lagi ngobrolnya. Guanlin, kamu duduk di sebelah Woojin, yang di pojok belakang."

Guanlin melangkah mendekat ke tempat duduknya. Woojin yang disebutkan Pak Kim itu masih menelungkupkan wajahnya ke meja, tanpa bergeming.

"Halo, aku Guanlin."

"Udah tahu."

"Oh," Guanlin memilih untuk tidak melanjutkan atau ia dicap sebagai pengganggu.

Empat jam pelajaran sebelum istirahat pertama hari itu tidak berat, hanya Bahasa Inggris dan Seni Musik. Sama sekali tidak menyulitkan Guanlin. Hanya saja hubungannya dengan teman sebangkunya tidak membaik, jadi, ketika waktu istirahat tiba, ia memilih mengajak Somi untuk bersama.

"Somi!"

Guanlin menghampiri Somi di tempat duduknya ketika sedang memoles liptint merah muda miliknya.

"Iya, Guanlin?"

Sekejap Guanlin tersipu. Namun, kembali tersadar sesaat setelah senyum Somi mengembang manis.

"Mau ke kantin?"

Cigarette +guanhoWhere stories live. Discover now