스물하나

976 176 9
                                    

"Yakin nggak mau diantar ke bandara?"

Seonho tersenyum, "Nggak usah, Kak. Seonho sudah pesan taksi."

"Huh, kenapa, sih?"

"Takut nangis nanti pisah sama kakak."

Guanlin tersenyum. Kalau saja mau dan tidak malu, ia bahkan sudah menangis dari tadi.

"Terima kasih, Guanlin, sudah mau bantu Seonho packing."

"Tidak masalah, Tante," Guanlin menanggapi lembut, sama lembutnya dengan suara ibu Seonho.

"Selama Seonho pergi kamu boleh main ke sini, nemenin Seungho."

"Siap!"

"Yeay!" Suara nyaring Seungho terdengar setelah sedari tadi diam, "Kak Seonho jangan lupa belikan Seungho oleh-oleh!"

"Iya-iya," Seonho mengacak lembut rambut adiknya itu, kemudian mengecek ponselnya, "taksinya sudah dekat."

"Ayo keluar," Guanlin bangkit dari duduknya dan membawa koper Seonho, "kakak bawakan."

Seonho tersenyum kembali. Kini disertai dengan air matanya yang sudah terkumpul, kapan saja bisa jatuh.

"Terima kasih."

Guanlin merangkul kekasihnya dengan tangannya yang kosong dan menuntun berjalan keluar. Sesampainya di teras, taksi yang ditunggu telah datang dan Guanlin segera memasukkan koper Seonho ke bagasi.

"Kamu jaga diri baik-baik, Sayang," ibu Seonho memeluk anaknya itu sayang, bersamaan dengan Seungho yang ikut masuk ke dalam pelukan hangat itu.

"Iya, Bu. Ibu juga, ya?" Seonho mengusap punggung ibunya, "Seonho akan sering telepon ibu."

Butuh beberapa waktu untuk Seonho melepas pelukan itu, hingga akhirnya ia menyadari Guanlin yang tengah menatapnya lembut.

"Kakak, Seonho pergi, ya?" Seonho ganti memeluk Guanlin, "jangan sakit lagi di sini."

"Kalau itu mau kamu, kakak nggak akan sakit lagi."

Seonho benar-benar menangis sekarang. Pelukan Guanlin itu dirasakan sangat tulus.

"Kamu belajar yang rajin, ya?" Guanlin melanjutkan ketika suara tangisan Seonho mulai terdengar, "jangan menangis. Kakak sudah pernah bilang nggak suka kamu nangis, kan?"

Seonho menatap wajah Guanlin dengan mata yang berair. Ia tidak pernah mau berhenti mengagumi kekasihnya itu. Bukan hanya paras, tetapi perasaannya juga yang sangat ia kagumi.

"I love you, remember that."

"Me too. Always."






-Cigarette-







Hyungseob duduk di teras rumahnya dengan ponsel yang masih setia menempel di telinga. Beberapa kali ia mengecek layar ketika yang dihubungi tidak menjawab.

"Seonho, jawab dong.."

"Hyungseobie!"

Hyungseob mendongak, mengalihkan pandangannya menuju gerbang. Ada Woojin di sana.

"Ngapain ke sini?" Kali ini Hyungseob bangkit.

"Bosan di rumah," Woojin mendekat pada Hyungseob, "libur masih seminggu lagi, tapi aku sudah kangen berat sama kamu."

"Heol."

"Kamu lagi apa, sih?"

"Telepon Seonho. Dia pergi sekarang dan aku malah nggak bisa ikut ke rumahnya tadi."

Cigarette +guanhoWhere stories live. Discover now