Chapter 13 || Regret

7.7K 641 3
                                    


Jangan lupa follow instagram:

Ali Alfikri :@ali.fikrial_
Prilly :@Prilly.alexaa
Reno :@Sgtrenoo_

***

Ali meletakkan handphone nya di sampingnya , berniat untuk tidur. Namun, baru sebentar memejamkan mata, handphone nya kembali bergetar.

Cowok itu berdecak malas, menutup telinganya dengan bantal berusaha untuk tidak mendengar nada dering handphone nya. Sejenak, handphone nya tak lagi bergetar membuat Ali berpikir seseorang itu telah memutuskan panggilan. Namun, baru beberapa detik, kembali ada panggilan masuk, kali ini lebih lama dari sebelumnya.

Ali menggeram kesal, tangan kirinya meraba ke samping untuk mengambil benda pipih itu. Setelah mendapat nya, Ali memasang posisinya menjadi kepala yang disandarkan disandaran ranjang.

"Hallo" sapa seseorang disebrang sana.

Dahi Ali berkerut, menjauhkan handphone dari telinganya untuk melihat siapa yang menelpon.

Tanpa nama

Ali berdecak lalu memutar bola matanya malas.

"Hm?"

"Jauhin Prilly secepatnya." Ucap seseorang di seberang sana.

Tangan Ali mengepal, handphone yang tadi di telinga, di pindahkan di depan bibirnya.

"GUE. BILANG. BATALIN!" Tegas Ali penuh penekanan.

Seseorang disebrang sana, terkekeh sinis. "Papa baru pulang dari malaysia, beliau nanyain lo sama tante. Gue kasih tau aja, ya?"

"BRENGSEK LO DION!"

"YANG LO BILANG BRENGSEK INI ADEK LO BANG!"

"LO BUKAN ADEK GUE!"

Ali berteriak marah, tangannya menghempaskan lampu tidur yang terletak diatas nakas hingga jatuh di lantai, hancur berserakan. Kamar Ali seketika menjadi gelap, hanya cahaya dari handphone lah yang ada.

Aura kamar seketika berubah, mendominasi kemarahan Ali yang semakin mendidih karna ucapan orang yang ia panggil dengan nama Dion.

"Papa nanya terus, gue cuma tinggal jawab sebenarnya, tapi gue ingat janji sama lo. Kalo lo mau, gue bisa ngomong langsung. So, masih mau batalin?" Rupanya, orang itu belum menyerah.

Ali bangkit dari tempat tidurnya, kakinya melangkah kearah balkon kamar yang memperlihatkan pemandangan kota jakarta pada malam hari.

Ali menopang tubuhnya dengan sebelah lengannya yang di tekuk dan menempelkan sikut ke dinding sebagai penopangnya.

Ali terkekeh dingin, sekitaran tubuhnya, terdapat aura berbeda.

Lagi, Ali murka.

Setiap kemarahannya, seperti dikuasi oleh iblis yang mengepungnya.

"Lo sentuh Prilly sedikit aja, gue habisin lo detik itu juga!"

Sempat beberapa lama terdiam, kali ini Ali mengubah posisinya menjadi tegak dengan tangan yang dimasukkan kedalaman saku celana.memandang lurus kedepan, seakan bisa menembus gedung-gedung yang menjulang tinggi di depannya.

Ali menyeringai, "Perjanjian itu masih berlaku."

Maaf---

Ali memutuskan sambungan telpon, lantas tubuhnya berbalik kemudian menghantam dinding yang ada di depannya, meninju dinding itu sekuat tenaga hingga tangannya penuh memar.

"Mwhehe sayang Ali,"

Cewek itu,

Prilly.

Ali tak lagi meninju dinding, tubuhnya bersandar disana, lalu perlahan mulai melemah dan jatuh terduduk di lantai dengan kepala yang bersandar di dinding.

Ali tersenyum masam, tangannya mengambil sebuah kalung yang bersembunyi di balik bajunya.

Kalung pemberian gadisnya, Prilly.

"Maaf, Prill.... " Lirih Ali penuh penyesalan.

Ali menekuk kakinya, dengan kepala yang ia jatuhkan di lututnya.

Ali menyesal kenapa menerima perjanjian itu,

Tanpa perjanjian itu Ali sudah bisa menjaga mamanya.

Hanya saja, Ali terlalu takut.

Takut semuanya terulang. Kejadian beberapa tahun silam.

Dulu, saat malam-malam penuh pilu itu, terus menghantuinya. Ali selalu kesepian, cowok itu sendirian. Menangis disudut kamar dengan kaki ditekuk sembari memandang takut pintu kamar, dimana raungan dan tangisan pilu menggema.

Beberapa tahun silam, dimana kebahagiaan yang seharusnya didapatkan, namun malah kehancuran.

"Lo bukan adek gue!"

"ALI!!!"

Plakkk

Semuanya masih membekas, saat tamparan itu mengenainya, saat dimana tak ada satu orang pun yang membelanya.

Ali marah dengan semua orang yang terlibat.

Ali kecewa, tetapi tak ada tempat untuk berbagi cerita.

Disitu, untuk pertama kalinya.

Ali benci dengan Papa.

***

Next Pendek lagi, sampai chapter 16.

Revisi: 15 Maret 2019

Ali Alfikri [Selesai]Where stories live. Discover now