[3] Kotak Makan Misterius

Start from the beginning
                                    

Awalnya Anka tidak berniat cerita pada Bora, toh ini tidak penting, pikirnya. Tapi, saat Bora mengajaknya ke kantin tadi, mau tidak mau dia harus bilang kalau sudah ada makanan, dengan menunjukkan kotak makan misterius itu. Dan pada akhirnya, dia tetap berakhir di kantin, seperti sekarang, karena Bora malah jadi 'sok detektif' dengan mencari tahu siapa pemberi kotak makan itu, padahal hal itu sepele menurut Anka.

"Menurut lo siapa?" tanya Bora pada Anka, lagi-lagi untuk ke sekian kalinya. Begitu Anka baru menghela napas lelah, Bora langsung mengangkat tangan. "Oke, oke. Lo udah jawab tadi. Tersangka utama Danny. Kalo menurut lo gimana?"

Reksa yang kini menjadi sasaran pertanyaan mengerutkan kening. Dia tidak terlalu akrab dengan Anka, hanya sekadar berteman karena Bora. Juga tidak terlalu tahu bagaimana kehidupan cewek itu, jadi jelas, tebakannya pasti sama. Atau lebih tepatnya, hanya menumpang pendapat. "Yang gue tau sih si Danny masih belom nyerah. Paling mungkin dia."

Bora mengangguk-angguk. "90 persen Danny, Ka. Udah nggak usah pusing-pusing kita. Eh tunggu! Bisa juga si cowok yang mirip Jung Hae In oppa itu. Siapa namanya?"

"Brav," jawab Anka singkat.

"Nah!" Bora menjentikkan jari penuh semangat, seolah sudah memecahkan soal matematika tersulit.

"Tapi kan dia ngikutin gue mulu ke kelas," bantah Anka.

"Kata lo tadi sempet lo tinggal pas pura-pura ke toilet." Anka mengangguk-angguk membenarkan dan Bora merasa sangat pintar karena ucapannya benar. lalu tiba-tiba dia bertepuk sekali, seolah baru teringat sesuatu. "Atau bisa jadi ...."

Kata-katanya yang menggantung membuat Reksa dan Anka menatap penuh tanya, tapi yang ditatap hanya nyengir lalu membisik ke Reksa. "Bisa jadi Rendra, kan? Dia bilang pindah gara-gara Anka."

Reksa langsung mengembuskan napas berat begitu mendengar omongan Bora tadi. Bora masih saja mengira alasan Rendra pindah benar-benar karena Anka, padahal Reksa yakin, itu karena Bora. Reksa tidak buta, jelas. Dan dia juga cowok. Dia tahu bagaimana tatapan orang yang punya rasa lebih, dan itu terlihat jelas di mata Rendra saat cowok itu menatap Bora.

"Lo bisik apa deh, Yong?" tanya Anka akhirnya. Bukan karena dia penasaran, tapi karena melihat perubahan ekspresi Reksa yang tiba-tiba setelah mendengar bisikan Bora.

"Ada deh. Masih rahasia sekarang, Ka." Bora sok-sok punya rahasia, padahal Anka tahu, dia adalah orang yang paling tidak bisa menyembunyikan sesuatu. Mendapat tatapan tajam dari Anka dan merasa pertahanannya sebentar lagi akan runtuh, Bora buru-buru mengecek ponsel untuk mengalihkan perhatian. Lalu tiba-tiba tawanya menggelegar.

"Lo liat apa lagi?" Perhatian Anka teralihkan.

Mungkin di kehidupan sebelumnya Suzy meluk bom buat nyelamatin negara sampai nasibnya sebagus ini. Baru putus dari Lee Min Ho, digosipin deket sama Lee Jong Suk, eh taunya jadian sama Lee Dong Wook.

Tweet itu yang barusan berhasil membuat Bora terbahak dan jadi pusat perhatian di kantin. Bahkan saat menunjukkannya pun, Bora masih berusaha menahan tawa. "Bener juga, ya. Bagus gila sih nasibnya Suzy. Semoga gue juga dulu meluk bom buat nyelamatin negara deh biar sekarang nasib gue kayak dia."

Anka mendecak lalu menggeleng-geleng. Sahabatnya ini sudah sulit diselamatkan sepertinya. "Yong ... Yong ... makin nggak ...."

"Eh atau sekarang aja gue meluk bomnya yak, biar di kehidupan abis ini gue bisa bareng para oppa," potong Bora, membuat Anka makin mendengus kencang.

"Bor Kecil ...," ujar Reksa penuh penekanan yang hanya dibalas cengiran lebar oleh Bora.

"Lo masih nggak puas juga, Yong." Tiba-tiba terdengar suara lain. Brav. Cowok itu datang dan langsung duduk di sebelah Anka.

"Nggak puas gimana?" tanya Bora bercampur kaget dan bingung.

"Iya, udah punya cowok setia dan setulus Reksa ini, lo masih aja ngarepin oppa-oppa. Susah lho nyari cowok kayak dia, yang nggak ngelirik cewek cantik di depannya sama sekali." Brav mengedikkan kepalanya ke arah Anka. Bukan berniat menggombal, cowok itu hanya terlalu jujur. Dia suka mengatakan apa pun yang ada di kepalanya begitu saja. Bertingkah dan berkata semaunya sudah jadi kebiasaan Brav, tapi anehnya, kebiasaan ini berkurang begitu dia di depan Anka. Contohnya tiap Anka menggeser tubuh saat dia duduk di sebelahnya. Dia hanya bisa membiarkan, padahal ingin merapat. Ada bagian di diri Anka yang membuatnya memiliki batas dengan sendirinya, dan itu membuatnya merasa aneh.

Tanpa sadar Bora bertepuk tangan, takjub dengan kemampuan modus sekaligus ngegombalnya Brav. Bisa-bisanya cowok itu memuji Reksa di awal untuk akhirnya menggombali Anka. Bora benar-benar salut. "Jago juga gombalan lo."

"Eits ... bukan gombal, ini beneran. Cowok mana sih yang nggak setuju kalau Anka itu cantik. Dan cowok lo itu hebat, nggak tergoda sama sekali."

Bora mengangguk-angguk setuju. Bisa dibilang, baru kali ini dia terpikir apa yang Brav bilang. Dari dulu ada Anka, tapi kenapa Reksa terarah padanya? Eh tunggu, seharusnya begini, dari dulu ada sekian banyak orang di antara mereka, kenapa Reksa terarah padanya? Entah. Jawaban hati itu misteri. Ke mana dia akan teralih, tidak ada yang pernah tahu.

"Tapi bagus sih, ngurangin satu saingan gue. Ya, nggak, Ka?"

Anka hanya menghela napas dalam. Saingan katanya. Persaingan yang tidak diinginkannya itu sepertinya hanya akan menyusahkan.
_____________________________________________

Woops ... woops ... akhirnya bisa update setelah dua minggu ngilang. Stuck banget parah, buntu ide. Ini aja maksain, semoga nggak jelek-jelek bangetlah, ya.

Siapa coba yang ngasih kotak makan 🤔

With love,
junabei

Captivated!Where stories live. Discover now