26. Ketemu Camer

6K 891 62
                                    

A/N

Berbahagialah kalian wahai pemuja Guanlin

Gue sering update ini sebagai pelarian dari skripsi

Besok sore maju dosen gue tapi malah pegang wattpad

No wattpad no life bruh

.
.
.
.
.

"Y/N aku mandi dulu ya sama Jun."

"Yaudah sih mandi aja sana. Aku lagi masak nih."

Suara teriakan-teriakan itu terdengar di rumah Guanlin. Gak terasa kalian sudah menjalin hubungan selama 3 bulan lamanya. Kamu tidak sungkan lagi jika diminta datang ke rumah dan memasak untuk Guanlin dan Junhui. Begitu juga sebaliknya, Guanlin juga tidak sungkan mampir ke apartemenmu jika di rumah lagi gak ada makanan dan dia malas masak. Istilah kerennya dia cuma numpang makan di apaetemenmu. Tapi kamu senang kok direpotin sama mereka.

"Astaga, Nak kamu kok jadi berat gini sih," kata Guanlin sambil menggendong Junhui setelah mandi.

"Ihh Papa juga gendut," Junhui tidak terima dibilang berat oleh ayahnya. "Papa buncit."

"Ihh malah ngatain. Junhui gendut."

"Papa buncit."

"Kalian bisa gak ganti baju dulu baru berantem? Makanannya sudah siap dan aku mau ke kampus," katamu mencoba menginterupsi perkelahian ayah dan anak itu.

"Papa dulu nih Mi yang mulai," kata Junhui.

"Iya udah maafin Papa. Ganti baju dulu yuk, nanti Mami telat ke kampus."

Mami, panggilan baru Junhui padamu yang disarankan oleh Guanlin. Perlu diketahui bahwa hubungan kalian bukanlah pacaran seperti halnya remaja pada umumnya. Guanlin benar-benar serius saat mengatakan bahwa dia ingin kamu jadi ibunya Junhui. Akhir pekan ini rencananya Guanlin ingin mengajakmu ke rumah orangtuanya untuk mengenalkanmu pada mereka.

Saat kamu sedang melepas celemek, terdengar seseorang yang masuk apartemen Guanlin.

"Jun sayang, Nenek datang."

Kamu terpaku melihat seorang wanita paruh baya yang datang sambil membawa tas besar. Ibu Guanlin, wanita yang baru saja datang itu menatapmu heran. Kamu segera meletakkan celemek di sembarang tempat dan membungkuk memberi salam.

"Se-selamat pagi," katamu gugup.

"Selamat pagi. Maaf, Anda siapa?" Tanya Ibu Guanlin.

"Mama, itu pacar Guanlin."

.
.
.
.
.

Kamu duduk di ruang makan sambil menundukkan kepala dan memain jemarimu di atas pangkuanmu. Kamu tak tahu harus bagaimana. Pikiranmu kosong dan kamu gugup saat ini. Guanlin masih menyantap sarapannya tapi dalam hati dia juga gugup setengah mati.

"Jadi kalian pacaran sejak kapan?" Tanya Mama Guanlin.

"Kurang lebih 3 bulan, Ma," Guanlin yang pertama menjawab.

"Mama baru inget, kamu itu kan teman kecilnya Guanlin yang pernah kabur itu kan?"

"I-iya Tante."

"Panggil Mama juga tidak apa-apa. Kan waktu kecil kamu manggilnya gitu" Mama Guanlin menyuapkan omelet buatanmu kepada Junhui.

"Eh... Iya Tante. Eh, Mama."

"Kok tumben Mama ke sini gak telpon dulu?"

"Ya memang gak boleh? Mama pengen ketemu cucu Mama. Ya kan sayang?" Mama Guanlin mengusap dagu Junhui diikuti eye smile yang imut dari pria kecil itu. "Sekarang kamu kerja? Atau masih kuliah?"

"Saya sedang kuliah S2, Ma. Jurusan Teknik Lingkungan," jawabmu.

"Wah, kamu hebat sekali," puji Mama Guanlin. "Oh iya, gimana kabar kakakmu?"

"Kak Yifan... Sudah meninggal, Ma," Guanlin yang menjawab.

"Astaga, maaf Y/N, Mama gak tahu. Mama turut berduka cita, Nak."

"Terima kasih Ma. Kak Yifan sudah meninggal saat saya umur 19 tahun."

"Terus orangtuamu? Gimana kabar mereka?"

"Ma..." Guanlin mengisyaratkan bahwa tidak perlu membahas itu lagi karena takut kamu semakin sedih.

"Orangtua saya juga sudah meninggal, Ma. Saat saya umur 15 tahun, mereka berdua meninggal akibat kecelakaan lalu lintas. Jadi sekarang saya yatim piatu."

"Sungguh Mama ikut berduka untuk itu, Nak," kini Mama Guanlin benar-benar merasa tidak enak karena sudah menanyakan hal itu.

"Tidak apa-apa Ma."

Beberapa menit kemudian hanya ada suara sendok dan piring yang beradu di meja makan. Hingga akhirnya suara Guanlin menginterupsi.

"Ma, sebenarnya kami ada rencana untuk menikah."

Mama Guanlin meletakkan sumpit yang dipegangnya lalu melihat Guanlin.

"Kita bicara habis sarapan ya?"

.
.
.
.
.

Selesai sarapan, kamu diajak bicara bertiga bersama Guanlin dan ibunya di ruang tengah.

"Kalian serius kan?"

"Iya, Ma. Guanlin serius. Aku sayang sama Y/N. Y/N juga mau terima aku apa adanya. Jun juga udah cocok banget sama Y/N. Jadi Guanlin rasa gak ada alasan Guanlin untuk gak lanjut ke pernikahan sama Y/N."

"Iya, Ma. Saya serius. Saya juga sayang sama Guanlin dan Junhui," jawabmu.

"Kalau sudah serius, Mama gak bisa ngelarang. Asal Junhui bahagia, Mama gak masalah kamu ingin menikah dengan siapa, Nak. Kamu sudah dewasa dan Mama yakin kamu mampu memilih yang terbaik buat kamu dan Junhui."

"Jadi Mama kasih ijin ke Guanlin untuk menikah sama Y/N?"

"Sampai saat ini iya. Tapi Mama perlu tahu lebih banyak lagi tentang Y/N. Sering-sering ajak main ke rumah ya Lin, biar Mama bisa lebih dekat sama Y/N."

Guanlin dan kamu bertatapan sebentar lalu tersenyum bersamaan setelah mendengar ujaran Mama Guanlin. Kamu gak percaya dengan apa yang baru saja kamu dengar. Mendapat restu dari Mama Guanlin itu seperti mendapat lotre bernilai jutaan. Bahagianya sungguh tak terkira. Dalam hati kami berharap semoga ini merupakan awal yang baik untukmu, Guanlin, dan juga Junhui.

.
.
.
.
.

TBC

[✔] Papa ❌ Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang