Chapter 8

1.7K 267 22
                                    


She's like broken glass. Dangerous with sharp edges; but beautifully complex.

- Jordan Sarah weatherland -

***

"Berikan aku satu gelas yang sama sepertinya," tukas pria bermata tajam itu terduduk kesal di di depan meja bar di klub malam yang sering dikunjunginya.

"Yak, kenapa kau di sini?" tanya pria lainnya yang sudah tiba lebih dulu. Menatap bingung ke arah sahabatnya.

Tidak menjawab, pria yang mengenakan dalam turtleneck dan dilapisi mantel cokelat itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menegak habis cairan memabukkan yang diberikan bartender.

Netranya mengecil seiring ia mengecapi tajamnya alkohol yang ia terima.

"Yook Sungjae, apa kau tidak mendengarku? Kubilang kenapa kau di sini? Bukannya hari ini tunanganmu tiba?" Itu suara Park Chanyeol, pria yang duduk di sebelahnya dan mengulang pertanyaan yang sama.

Masih sama. Sungjae membisu. Hanya saja, netranya kian memerah. Tangannya ikut meremas sloki kosong itu erat.

Hari ini memang menjadi hari kepulangan Sohyun sekembalinya dari London, tempat ia menempuh pendidikannya. Setelah tiga tahun lamanya wanita Kim itu tidak pernah sekali pun menginjakkan kakinya ke Korea. Memang bukan karena tanpa alasan. Penyebab terbesarnya sudah pasti sang ayah.

Namun, mungkin Sungjae juga menjadi alasan tambahan Sohyun enggan kembali. Pertunangan yang merupakan politik dua keluarga.

Sama seperti Sohyun, Sungjae juga sama terkejutnya waktu mengetahui kalau mereka akan bertunangan. Ia mengakui kecantikan Sohyun, tapi Sungjae merasa terlalu cepat untuk mengikatkan dirinya pada satu wanita. Ditambah ia merasa belum mengenal Sohyun.

Dan setelah tiga tahun? Kenapa wanita itu harus kembali? London, mungkin lebih tepat untuknya.

Sungjae kembali menegak minumannya. Kekesalannya tak berkurang setiap mengingat  tunangan sahnya sudah kembali.

Berikutnya, entah rencana apalagi yang akan dilakukan keluarga mereka.

Menikah?

Memikirkan kata itu, Sungjae biram. Ia melempar sloki yang sempat dipegangnya hingga mengenai lemari kaca di belakang meja meja bar. Bunyi kaca berkecai. Menaruh perhatian tamu lainnya.

Namun, ia tak peduli.

***

Seoul. Akhirnya Sohyun kembali ke negara yang menorehkan luka di hatinya. Kalau bukan karena ayahnya, mungkin dia masih memilih tinggal di London yang menawarkannya ketenangan.

Berkat kejeniusannya—berdasarkan penilaian orang lain—cukup waktu tiga tahun bagi Sohyun untuk menyelesaikan pendidikannya.

Selama masa 'pengasingannya' Sohyun sempat menjadi pengajar piano classic di salah satu perguruan musik ternama. Tentu saja hal ini ia lakukan tanpa diketahui ayahnya.

Itu momen pertama Sohyun merasa lebih 'hidup' ketika dikelilingi orang-orang yang memberikan energi positif untuknya. Ah, Sohyun memang menyukai piano, tapi sepertinya instrumental indah itu tak akan lagi bisa ia sentuh sekembalinya ke sini. Bagaimanapun, ayahnya membenci piano. Termasuk membenci putrinya—Sohyun— memainkannya. Katanya, mengingatkan ia pada sang ibu yang lihai bermain piano.

I Was Made For Loving You [END]Where stories live. Discover now