Cool Senior - 55

184K 11.9K 1.1K
                                    

Sudah berjam-jam Agatha menangis di sudut kamarnya. Hawa dingin dari hujan yang mengguyuri kota tidak membuat cewek itu merasakan kedinginan.

Kamarnya gelap tanpa ada secelah pun cahaya lampu. Hanya ada sorotan bulan yang menerpa tempat tidurnya yang belum ia sentuh sedikitpun sejak pulang sekolah.

Denting jam menggema nyata di keheningan malam, saling bersahutan dengan isak tangis cewek yang sedang dilanda kepedihan itu. Jarum jam yang telah menujuk angka 2 tak lantas membuat rasa kantuk menyerbunya.

Menangis, menangis, dan menangis. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.

Menangisi takdir, menangisi nasib, menangisi keadaan, menangisi kesendirian, menangisi kesepian, menangisi kekosongan, menangisi kepedihan hati, dan menangisi dirinya yang telah pergi.

Detik demi detik, pikirannya terus memutar lagi dan lagi kejadian seharian ini yang telah ia lewati dengan penuh senyuman dan kegembiraan hati. Perih, sakit, menyayat hati.

Seandainya Agaha tahu rasanya akan sesakit ini, ia bersumpah tidak akan mau merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta.

Untuk apa jatuh hati jika pada akhirnya ia harus menderita? Untuk apa dia menjalani hubungan ini jika pada akhirnya ia ditinggal sendiri?

Sial. Ia telah terbuai oleh rayuan cinta. Persetanan dengan kesenangan yang telah ia dapat selama ini. Toh, kesenangan itu telah sirna dan hanya akan menjadi bayangan-bayangan hidup yang akan membunuhnya secara perlahan.

Ini tidak adil. Kenapa hanya dia yang menderita seperti ini? Kenapa hanya dia yang merasakan sakit seperti ini? Kenapa orang 'itu' tidak? Kenapa? Kenapa Tuhan pilih kasih? Argh! Bahkan Tuhan memihak padanya dari pada Agatha.

Agatha menatap kagum ke sekelilingnya. Banyak arena permainan, penjual makanan dan minuman, lalu pengunjung dari berbagai macam usia. Namun senyumannya memudar sedetik kemudian.

Hal itu pun tak luput dari pandangan Galaksi yang terus memperhatikan wajah cewek itu. Ia berjongkok di depan Agatha yang duduk di kursi rodanya. Setetes air mata jatuh di wajah Agatha, membuat Galaksi panik dan segera menghapus jejak cairan bening itu.

"Kenapa? Ada yang sakit? Kenapa nangis, hm? Bilang sama aku yang mana yang sakitnya?"

Agatha hanya diam tanpa berniat menjawab atau pun merespon pertanyaan Galaksi padanya. Ia menatap Galaksi dengan tatapan lirihnya.

"Ada apa, Sayang?"

"Aku mau jalan."

Kali ini Galaksi yang terdiam. Respon bagaimana yang tepat untuk ia berikan? Kenapa hatinya berdenyut sakit mendengar keinginan Agatha? Ditambah lagi mata cewek itu yang berkaca-kaca, membuat hatinya seakan terguncang.

Dengan senyuman dipaksakan, Galaksi membelai pipi Agatha lembut dan mengecup keningnya. Lalu menggenggam kedua tangan cewek itu erat.

"Tinggal dua bulan lagi, kamu harus sabar."

Agatha menghembuskan napas. Galaksi benar, hanya dua bulan lagi. Bukan waktu yang terlalu lama, pikirnya. Dia harus bersabar dan dia akan kembali berjalan lagi.

"Aku mau permen kapas."

Mendengar rengekan Agatha, Galaksi tersenyum kecil. Namun tak dapat ia pungkiri, rasa sakit itu masih mengganjal di hatinya.

Kesalahannya telah membuat Agatha nenjadi seperti ini. Dia seharusnya bertanggung jawab, namun apa dayanya jika malam ini...

"Ayo!"

Cool Senior [SUDAH TERBIT]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum