CHAPTER 2

2.1K 221 32
                                    

Tidak ada yang berubah dari ruangan itu sejak hampir dua bulan yang lalu. Hari pertama kali dia harus menempatinya. Hanya sebuah ruangan kecil dengan satu tempat tidur di pojoknya dan sebuah meja dengan satu kursi di tengah ruangannya. Sebuah lemari yang penuh buku berada di dekat ranjang kecil itu. Sebuah pintu kamar mandi sedikit terbuka tidak jauh dari lemari.

Seorang pria tua tampak duduk di kursi dengan tumpukan buku di meja, tepat di depannya. Tangannya yang dipenuhi keriput masih tampak kuat, memegang pena dan menulis di buku catatan yang penuh dengan coretan tidak bermakna. Hasil dari pemikirannya selama ini. Selama sebulan dia disekap oleh orang - orang yang menculiknya dari tempat tinggalnya yang nyaman di Osaka.

Suara derit pintu terbuka membuat pria tua itu menghentikan seluruh kegiatannya. Mata hitamnya masih tajam untuk melihat siapa yang masuk. Dua orang pria muda dan seorang pria tua yang adalah pemimpin mereka. Berjalan menghampirinya dengan langkah angkuh.

"Benarkah informasi yang kudapatkan dari anak buahku bahwa akhirnya kau bisa memecahkan kode itu?'' Tanpa harus duduk pria tua itu bertanya. Suaranya rendah dan dalam. Auranya menekan dan mengintimidasi.

"Bukankah kau sudah mendapat jawabannya. Kau tidak percaya?'' Sahutnya sinis. Dia sama sekali tidak takut dengan pria di depannya ini.

Kekehan pelan terdengar dari mulut si pria tua yang berdiri. Tubuhnya membungkuk agar wajahnya sejajar dengan pria yang tengah duduk.

"Dengar, aku tidak segan - segan untuk menyakiti keluargamu jika kau tidak bersikap hormat padaku. Kau paham kan, Madara!'' Ancamnya serius.

Pria tua bernama Madara itu mengetatkan rahanganya, mencoba mengendalikan amarahnya. Bagaimanapun, untuk saat ini tidak ada yang bisa dia lakukan.

"Aku masih tidak yakin dengan hasil analisamu itu. Bisa jadi kan, kau menipuku. Membuatku harus pergi ke hutan kematian. Memang apa yang bisa di temukan disana selain mayat yang sudah menjadi tulang belulang''.

Kening Madara berkerut, tentu itu juga yang menjadi pikirannya. Apa yang ada di dalam hutan Aokigahara, sampai harus pergi ke sana.

"Aku yakin ada petunjuk lain di gulungan yang diambil Hashirama dulu, tapi sekarang gulungan itu entah dimana''.

"Brengsek!'' Suara makian disertai pukulan keras pada permukaan meja di depan Madara membuat pria itu terlonjak kaget.

"Aku sudah menghapal isi gulungan itu. Dan aku yakin tidak ada petunjuk lain selain kode aneh itu'' teriaknya di depan wajah Madara.

"Yang tidak terlihat, belum tentu tidak ada'' sahut Madara pelan.

Si pria tua menarik rambutnya keras, melampiaskan emosinya. Sudah sedekat ini dan apakah dia akan menyerah setelah menghabiskan waktu bertahun - tahun.

"Sialan kau Senju Hashirama. Seandainya kau tidak mati, semua ini tidak akan merepotkan'' makinya.

Dia sungguh menyesal menganggap Hashirama sudah tidak berguna karena sudah mati. Harusnya dia mencari gulungan itu dan bukannya terlalu percaya diri karena sudah menghapal isinya. Nyatanya, gulungan yang asli tetap di perlukan. Pria itu yakin Hashirama sudah menyerahkan gulungan itu pada seseorang, mungkin keluarganya. Tapi sialnya, dia tidak bisa melacak dimana keluarganya. Tidak ada yang bermarga Senju yang masih hidup.

"Aku tidak akan mengambil resiko mengirim orang - orangku ke hutan itu tanpa penjelasan darimu. Apa yang membuatmu yakin itu tempatnya?''.

"Aku terlalu rumit memikirkannya. Itu hanya permainan kata. Teka - teki mencari huruf. Semuanya tertulis dengan jelas. Aku hanya harus memahami kata per kata''.

TREASURE HUNTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang