Insiden Caramel Milk Tea

141K 12K 380
                                    

Acc dok

Bab 3

Senja sudah kembali menggurat langit. Untungnya, resep sudah tidak menumpuk sebanyak tadi setelah kami bekerja secepat kilat, satu menit untuk satu pasien, meski tak jarang ada banyak pasien yang mendapatkan lebih dari sepuluh item obat.

Melihat ini semua, aku benar-benar bersyukur dalam hati. Ketika aku masih diberi napas secara gratis. Ketika aku sama sekali tidak meminum berbagai macam obat yang harus diminum setiap hari.

Terkadang, ada serbersit tanya, apa pasien yang mendapat item obat lebih dari sepuluh benar-benar meminun obatnya tepat waktu? Belum lagi pasien kejiwaan. Tak jarang ada banyak sekali yang berpenampilan normal, tetapi sudah mengkonsumsi obat-obat kejiwaan selama lebih dari dua tahun.

Aku mengembuskan napas lega ketika resep sudah benar-benar habis untuk sementara. Waktu sudah menunjukan pukul 17.00 WIB, artinya jam kerjaku telah usai. Melirik Eirene yang juga mengangguk, aku memutuskan untuk berpamitan pulang. Kebetulan, aku dan Rere--aku lebih senang memanggil Eirene begitu, mendapat satu sift yang sama, dan kami berencana nongkrong cantik, di salah satu pusat perbelanjaan. Rere butuh teman bicara dan mendengar, dan aku siap menjadi sahabat yang baik untuknya.

Memacu motor kami membelah jalanan Kota Surakarta, kami memutuskan memilih Grand Mall menjadi tempat nongkrong kami kali ini, kebetulan aku sedang ingin mencicipi caramel milk tea milik Chat Time yang baru saja buka di pusat perbelanjaan itu.

Membiarkan Rere yang memilih tempat, aku melangkahkan kaki menuju counter Chat Time, Ah, pasti segar sekali rasanya, minum caramel milk tea sehabis kerja ditambah aneka topping Chat Time yang memang juara!

"Ada yang bisa dibantu Kak?" tanya pelayan Chat Time itu ramah.

Dengan senang hati aku memasang senyum, "Vanilla milk tea, sama caramel milk te—" belum selesai aku melanjutkan kalimatku, seorang pemuda dengan sengaja menggeserku tanpa mau mengantri.

"Mbak, caramel milk tea pakai topping coffe jelly satu, tambah americano satu ya."

Barista yang melayani kami menjadi kebingungan, lagi pula kenapa sih? Pemuda ini main srobot aja, pakai ngantri kan bisa, masa kalah sama pasien, ngantri berjam-jam aja masih sabar.

"Maaf kakak-kakak, caramel milk tea-nya kebetulan hanya tersisa satu cup reguler, kalau mau menunggu agak lama, tidak masalah, karena teman kami juga sedang dalam perjalan kesini."

Aku melotot, aku sudah ngidam dari kemarin! Harus dapet caramel milk tea, nggak mau yang lain!

"Saya dulu mbak, yang dateng duluan, harusnya saya dong yang berhak dapet!" kataku sinis, sambil melirik rival dadakan-ku

Eh tunggu, itukan... Dokter Erlangga?! Bodo amat sama etika dan sopan santun kerja, sekarang sudah diluar jam kerja, jadi aku bebas melakukan apapun untuk kelangsungan hidupku!

"Dia belum mengucapkan pesanannya dengan benar, jadi saya lebih berhak untuk mendapat minuman itu lebih dulu." ucapnya tak kalah sengit.

Aku melotot sekali lagi. "Ya nggak bisa gitu dong dok! Dimana-mana, yang dapat duluan itu yang ngantri di depan, bukan yang main serobot kayak dokter!"

Netra hitam tajam itu menatapku lekat, mulai dari ujung rambut, sampai ujung kaki. Membuatku risih, sepertinya dia mau bawa-bawa Nirwana nih. Oke, Aranea, sikaaat!
"Pegawai Nirwana juga ternyata? Kayaknya kamu bukan perawat, bukan bagian pendaftaran juga, karena saya nggak pernah lihat juga di poli."

Aku balas menatapnya tak kalah sengit. "Ada di divisi manapun, itu bukan urusan anda. Saya tahu anda, sangat tahu, dan saya nggak peduli, anda dokter, dan saya cuma pegawai rendahan. Disini hak kita sama, jangan bawa-bawa Nirwana, karena baik saya, maupun anda, Nirwana Hospital sudah melekat dengan diri kita semenjak kita memakai seragam ini. Apa anda nggak malu jika besok ada headline yang tidak-tidak tentang Nirwana Hospital sedangkan Rumah Sakit lain sedang berlomba meningkatkan kualitasnya."

Acc Dok? (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang