17

5K 592 45
                                    

(Namakamu) menggelengkan kepalanya saat Dio dari telepon menanyakan tentang datang atau tidaknya (Namakamu).

"Memang sesakit itu ? " Terdengar suara Dio yang begitu penasaran.

(Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas. " Makanya, ganti posisi. Lo yang jadi perempuan, biar lo tahu rasanya lagi datang bulan."

"Yee.. santai kali, Mbak. Kayak orang lagi pms aja!"

"Lah ? Kan gue memang pms, Tukiem!"

"Eh ? Gue forget hehehe... "

"Tau ah! Intinya izini gue, oke ?"

"Sip! Udah ah, gue mau main lagi."

"Nyesal gue punya teman kayak lo! "

Dan kemudian panggilan pun diakhiri tanpa ada salam penutup dari kedua belah pihak. (Namakamu) kembali meletakkan ponselnya ke nakas di sisi tempat tidurnya. Ia kembali bergelung di tempat tidurnya, baru kali ini sakitnya saat ia tengah mensturasi sangat memperdaya dirinya hingga tidak kuliah.

Rasanya, ingin sekali ia menggigit sesuatu atau menangis sekencang mungkin – agar sakitnya dapat hilang. (Namakamu) ingin tidur kembali agar ia tidak merasakan sakit terus menerus.

**

"Eh, Iqbaal... udah lama lho, Mbok nggak ketemu kamu. Kamu apa kabar?"

Iqbaal menggaruk kepalanya belakangnya yang tidak gatal, ia tersenyum saat perempuan paruh baya itu menyapanya. " Iqbaal pindah sekolah, Bik. Biasalah, tuntutan orangtua." Iqbaal terkekeh di akhir kalimatnya.

Perempuan paruh baya itu mengusap rambut Iqbaal yang lebat dengan senyum keibuannya." Kamu makin ganteng, lho Baal. Dulu, masih main kelereng di tanah.. Eh, sekarang udah ganteng aja kayak artis di tipi-tipi," puji perempuan paruh baya itu dengan senyumannya.

Iqbaal tertawa mendengar pujian perempuan paruh baya di hadapannya ini.

" ( Namakamu)- nya di mana, Bik ?" tanya Iqbaal dengan senyumnya yang masih berbekas.

"Itu, dia masih di kamar. Katanya, dia lagi sakit biasalah perempuan."

Iqbaal menganggukkan kepalanya pelan, " kalau gitu, Iqbaal ke kamar, ya Bik," pamit Iqbaal dengan sopan.

Perempuan paruh baya itupun menganggukkan kepalanya. Iqbaal dengan langkah kakinya yang panjang, ia melangkaui dua tangga sekaligus untuk mempercepat tujuannya.

**

(Namakamu) merasakan pelukan hangat yang tiba-tiba menyelimutinya. Dengan cepat, (Namakamu) membalikkan badannya, ia sedikit terkejut melihat Iqbaal memeluknya dari belakang.

Iqbaal mengernyitkan dahinya saat melihat wajah (Namakamu) pucat, " sakit banget, ya ? " tanya Iqbaal dengan suaranya yang berat.

(Namakamu) menganggukkan kepalanya dengan pelan, ia mulai memeluk Iqbaal dengan wajahnya di dada bidang Iqbaal. Iqbaal dengan lembut mengusap rambut (Namakamu), sembari mengecup lama puncak rambut (Namakamu).

"Sakit, Baal.. mau nangis.. ," lirih (Namakamu) di dalam pelukan Iqbaal.

Iqbaal mengusap punggung mungil (Namakamu) dengan lembut. " Iqbaal harus gimana sayang ? Mau ke rumah sakit ? " tanya Iqbaal yang merasa kasihan kepada kekasihnya ini.

(Namakamu) menggelengkan kepalanya, " takut..," bisik (Namakamu). Iqbaal menghembuskan napasnya dengan perlahan-lahan. " Ya udah, gigit aja tangan aku. Atau kamu pukul, cubit, jambak.. terserah, yang penting jangan nangis. Aku nggak sanggup lihat kamu nangis."

Mrs. Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang