3

5.1K 600 7
                                    


**

Iqbaal meletakkan tasnya tepat di atas meja di dalam kelasnya. Ketika ia hendak duduk, tak luput dari pandangannya banyaknya surat-surat dan bingkisan hadiah untuk dirinya memenuhi meja bahkan kursinya. Iqbaal mengernyitkan dahinya, kenapa harus di meja dan kursinya ? MENGANGGU!

“Fajar!” panggil Iqbaal dengan suaranya yang menggema di dalam kelas itu. Fajar- nama yang dipanggil oleh Iqbaal-itu pun berdiri dari duduknya, ia tampak pucat mendengar namanya terpanggil kuat.

Iqbaal menatap tajam kepada Fajar. Fajar menundukkan kepalanya, ia masih berdiri tepat di bangkunya. “Udah gue bilangin! Jangan sampai ada yang bikin meja gue banyak sampah! Kenapa lo izin ‘kan juga mereka buat sampah di kelas gue!” teriak Iqbaal marah.

Fajar dengan cepat mengambil kotak kosong yang selalu ada di dalam kelasnya, ia dengan sigap membersihkan hadiah-hadiah dari penggemar Iqbaal. “Ta-tadi se-sebelum gu-gue datang hadiahnya memang udah ad—“

Iqbaal menarik kerah baju Fajar dengan wajah amarahnya. Fajar semakin pucat, ia ketakutan. “Gue nggak butuh penjelasan lo! Gue mau detik ini juga, lo harus jaga meja gue dari sampah-sampah ini, ngerti ?!” bisik Iqbaal tepat di wajah Fajar.

Fajar menganggukkan kepalanya dengan cepat, Iqbaal pun menjatuhkan Fajar dengan keras. Iqbaal dengan hentakkan kakinya yang kasar pun pergi meninggalkan kelasnya kemudian terdengar sebuah bantingan pintu yang keras. Fajar sangat ketakutan, ia bahkan menjatuhkan dirinya ke lantai kelasnya, ia begitu takut .

“Untung dia nggak bunuh gue,” gumam Fajar dengan penuh rasa syukur.

**

(Namakamu) tersenyum melihat somay miliknya berada di hadapannya. Ia berencana akan makan di taman sekolahnya bersama sahabatnya. Ketika akan berbalik, tiba-tiba saja somay yang baru saja ia bayar dan belum disantap nya pun jatuh mengenai kemeja sekolahnya serta roknya. Ia disenggol keras oleh siswa tidak sengaja.

“Ma-maaf, Kak.  Aku benar-benar nggak sengaja.” Terdengar suara perempuan dengan nadanya yang terdengar sangat menyesal.

(Namakamu) melihat kemeja dan roknya yang tertumpah kuah somay bersama dengan sahabat-sahabatnya itu. Ia tersenyum menatap adik kelasnya yang terlihat ketakutan, “nggak perlu takut gitu, lah. Ini ‘kan hanya somay, lagian gue bisa beli lagi kok. Santai aja,” ucap (Namakamu) dengan senyum tulusnya.

“Ta-tapi ba-baju ka—“

“Gue bisa ganti seragam olahraga kok, lagian bentar lagi ada jam olahraga,” potong (Namakamu) dengan senyumnya yang manis.

Adik kelas itu tampak tersenyum dengan ragu, ia ingin sekali mengganti semuanya. “Maaf, Kak.” Adik kelas itu pun menundukkan kepalanya tanda ia benar-benar tidak enak hati kepada (Namakamu).

(Namakamu) menepuk  lembut bahu adik kelas itu kemudian mengusapnya lembut. “Gue nggak apa-apa kok, lagian lo kan nggak sengaja. Ya, udah kalau gitu gue mau ganti baju dulu, ya. Lain kali hati-hati, oke ?” ucap (Namakamu) dengan lembut.

Adik kelas itu menegakkan kepalanya menghadap (Namakamu), ia mengganggukkan kepalanya dengan senyum tulusnya. (Namakamu) menyampirkan rambutnya lalu melambaikan tangannya sekilas kemudian berjalan meninggalkan kantin dengan seragamnya yang kotor akibat tumpahan somay.

(Namakamu) mengambil ponselnya dari saku kemejanya lalu mulai mengetik sesuatu di sana sambil berjalan. Ia terlihat fokus kepada ponselnya hingga tanpa ia sadari Iqbaal yang tengah bersandar pada tiang gedung sekolah ini menatap (Namakamu). Iqbaal menyipitkan sedikit menatapnya saat melihat seragam (Namakamu) yang kotor. Iqbaal yang sejak tadi bersandar kini menegakkan badannya dengan tegap.

“(Namakamu),” panggil Iqbaal dengan suara beratnya.

(Namakamu) yang tadinya fokus kepada ponselnya kini teralihkan oleh suara yang memanggil namanya, namun setelah tahu siapa yang memanggil namanya membuat (Namakamu) memutar badannya dan mencari jalan lain. Kali ini ia tidak ingin bertemu oleh manusia pengganggu itu.

Tapi, sudah telat! Iqbaal terlebih dahulu melihat gelagatnya yang hendak lari. Sekarang saja sudah ada di hadapannya, cepat juga.

“Pasti mau kabur ‘kan ?” tebak Iqbaal dengan senyumnya.

(Namakamu) menatap Iqbaal dengan tajam, “sotoy lo! Gue mau ikat tali sepatu, nih liat!” bantah (Namakamu) dengan badannya yang mulai turun. Namun harus terhenti oleh Iqbaal yang terlebih dahulu menahannya.

“Baju lo kenapa ? kok kotor kayak gini ? siapa yang buat ?” tanya Iqbaal dengan bertubi-tubi. (Namakamu) bersedekap dada, “bukan urusan lo! Lagian suka-suka gue lah, mau kotor kek, mau bersih kek. Suka-suka gue! Urus aja hidup lo dulu,” jawab (Namakamu) dengan penuh penekanan.

Iqbaal  memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, ia tersenyum di hadapan (Namakamu). “Ini gue lagi urusin hidup gue. Hidup gue ‘kan elo, bukan ?”

(Namakamu) tertawa mencemooh saat mendengar gombalan Iqbaal yang mulai aktif. “ Lucu banget, sih. Boleh dijitak nggak ?” balas (Namakamu) dengan tangannya mulai membentuk sebuah kepalan ke hadapan Iqbaal. Iqbaal tertawa kecil, ia mulai memperpendek jaraknya dengan (Namakamu). (Namakamu) sebagai perempuan yang tidak ingin kalah pun hanya dapat mempertahankan posisi tempat ia berdiri.

Iqbaal menelusuri wajah cantik (Namakamu),”untung aja cinta, kalau enggak udah gue cium lo!” bisik Iqbaal tepat di hadapan (Namakamu).

(Namakamu) mengernyitkan dahinya saat mendengar bisikan Iqbaal, “otak lo perlu dicuci deh, Baal. Serius gue!” (Namakamu) tampak menggelengkan kepalanya. Iqbaal mengendikkan kedua bahunya kemudian mengeluarkan sapu tangannya dari saku celanannya.

Ia terlihat mengusap lengan (Namakamu) yang tampak kotor, (Namakamu) memutar kedua bola matanya dengan malas. “Lo ternyata baik, ya, (Namakamu),” ucap Iqbaal dengan tatapannya fokus kepada sapu tangannya yang membersihkan lengan (Namakamu).

(Namakamu) tersenyum angkuh, “Of course gue memang baik. Memang kayak lo manusia amoral!” balas (Namakamu) dengan senyum angkuhnya.  Iqbaal tersenyum kecil mendengar suara (Namakamu), “ Bukan perut aja dikasih makan. Tangan, seragam sekolah lo aja lo kasih makan. Memang baik versi orang gila simpang tiga. Gue kagum!” ucap Iqbaal dengan tenang.

(Namakamu) mendengar itu dengan cepat melepaskan tangannya dari genggaman Iqbaal. Iqbaal pun menatap (Namakamu). “Iya, gue gila! Kenapa ? Takut? “ (Namakamu) melototkan kedua matanya kepada Iqbaal.

Iqbaal menggelengkan kepalanya, “mending lo ganti baju. Gue bakal ambil seragam baru dari TU kita. Jad—“

“Nggak perlu. Gue mau ganti baju olahraga aja, gue nggak mau hutang budi sama lo. Bye!” potong (Namakamu) dengan cepat, namun kembali ditahan oleh Iqbaal. (Namakamu) dengan kesal menatap Iqbaal ,”apa lagi sih! Gue mau—“

Iqbaal melepaskan sweater- nya yang ia pakai, ia pakaikan ke (Namakamu). (Namakamu) terdiam seketika, Iqbaal dengan telaten memakai kannya.”Gue nggak mau orang lain liat dalaman lo. Kalau butuh bantuan telpon gue , oke ?” setelah memakaikan sweater-nya kepada (Namakamu), ia pergi menuju lapangan sekolah.

(Namakamu) tampak berpikir sebentar lalu setelah ia menyadari dengan ucapan Iqbaal, (Namakamu) menyilangkan kedua tangannya tepat di depan dadannya. “DASAR OTAK MESUM!”

**

Bersambung

Mrs. Happy EndingKde žijí příběhy. Začni objevovat