"Tapi, wajar-wajar aja sih.. soalnya dia,'kan masih muda, kaya, pintar, terkenal pula, siapa sih yang nggak mau sama dia ?"

"God has his own plan, we just need to wait."

Iqbaal yang tadi tampak dengan wajahnya yang tidak terlihat rasa bersalah kini berganti dengan wajah tampannya yang dingin, ia terlihat menaruh dendam, dan kebencian. Ini bukan dia.

'Everything can changes, don't u ?'

**

(Namakamu) tersenyum saat mendengar ucapan Dio yang sangat semangat saat ia membicarakan mengenai nilai-nilainya, ia memperhatikan Dio dengan saksama. Dio adalah sahabatnya yang sangat ia percaya saat ini, sejak SMA hingga di bangku perkuliahannya. Sungguh, dia lah yang menyadarkan (Namakamu) tentang kebiijakan yang salah itu.

Dirinya dan Dio tidak pernah menjalin hubungan sepasang kekasih, ia hanya menerima saran dari Dio untuk melakukan sesuatu tentang kejahatan Sherly di masa itu, ia ingin Sherly percaya jika dirinya menjauh dari Iqbaal. Namun, lama tak mendengar kabar tiba-tiba ia mendengar Iqbaal telah putus hubungan dengan Sherly – ia juga mendengar bahwa Iqbaal telah berpindah sekolah entah ke mana.

(Namakamu) juga tidak mengetahui kepindahan Iqbaal yang secara tiba-tiba itu, begitu juga dengan rumahnya yang hanya ditempati oleh para pembantunya. Hingga 4 tahun sudah berlalu pun, (Namakamu) tidak mendengar kabar dari Iqbaal.

"Semoga aja gue camlude ya, (Namakamu)," ucap Dio dengan penuh harapan.

"Amin... ." Akhir kata (Namakamu) dengan kedua tangannya ia usapkan ke wajahnya.

Dio tersenyum melihat (Namakamu) tertawa kecil mendengar harapan-harapannya itu, (Namakamu) itu gadis cantik, ia periang, namun juga gadis yang rapuh. Ia banyak menyimpan beban berat di pundaknya, tapi entah kenapa itu tidak mempengaruhi dirinya untuk melanjutkan hidupnya.

Dio kagum, Dio sayang dengan (Namakamu). Entah sejak kapan ia menyayangi (Namakamu), ia akan melakukan apapun untuk melihat senyum manis gadis ini.

"Gue harap lo akan selalu tertawa kayak gini, ya... ,"gumam Dio dengan suaranya yang berat itu.

(Namakamu) menjatuhkan kepalanya tepat di pundak Dio, ia tersenyum dengan menikmati similar angin di sekelilingnya. "Gue harap..,"bisik (Namakamu) dengan pelan.

Dio hanya mengusap pundak (Namakamu) dengan lembut, (Namakamu) menutup kedua matanya.

'Aku harap juga Tuhan berbaik hati untuk memberi tawa itu kembali seperti sedia kala.'

**

Iqbaal kembali menghembuskan asap rokoknya dengan tenang, rambutnya terlihat kembali berantakan, dan kedua matanya yang memerah. Setiap ia memutuskan gadis yang ia pacari, dirinya akan kembali menjadi seorang laki-laki yang frustasi. Club, merokok, alkohol adalah peneman dirinya dikala merenung seperti ini. Iqbaal menyelipkan rokoknya di sela-sela jarinya, kemudian ia meminum alkohol nya dengan sekali teguk, membanting gelas itu dengan keras ke meja di sampingnya, lalu mengusap mulutnya dengan kasar.

"Hahaha.. dikiranya gue laki-laki lemah apa ? Dasar bodoh! Gue juga bisa kalik hidup tanpa dia. Lihat? Gue kaya, gue ganteng, gue pintar, terus? Kurangnya gue apa ? Dia nolak gue? Hahahaha.. perempuan bodoh!" ucap Iqbaal dengan kesadarannya yang kurang.

Iqbaal segera menghisap rokoknya kembali, pelayan bar itu kembali mengisi gelas Iqbaal yang kosong itu dengan alkohol yang baru. Lalu kembali ia mengeluarkan air matanya dengan sedihnya, Iqbaal dengan air matanya kembali meminum alkohol itu.

Lalu meletakkannya dengan perlahan gelas itu, ia tersenyum dengan tangisnya. " Dia pasti semakin cantik dari hari ke hari dan ... gue rindu dengan (Namakamu), perempuan bodoh yang bikin gue kayak gini.. ,"lirih Iqbaal dengan air matanya.

Ia menjatuhkan rokoknya begitu saja, ia menatap gelasnya dengan air matanya yang entah kapan dapat berhenti.

"Gue kangen sama lo, (Namakamu). Lo di mana ?" bisik Iqbaal dengan isakan tangisnya.

**

(Namakamu) dengan buku-buku yang berada di dalam pelukannya membuat dirinya harus segera menuju kelas pagi nya kali ini, jika dosennya telah berada di kelas sebelum dirinya maka yang terjadi adalah absensinya akan kotor dengan tanda alpa. (Namakamu) melihat jam di pergelangan tangannya kembali. Waktunya sudah hampir menuju angka 8, (Namakamu) semakin panik. Dengan cepat ia berlari menuju kelasnya.

BRUGH!

(Namakamu) menjatuhkan semua buku-bukunya, ia yang sangat panik pun dengan cepat pula mengumpuli semua buku-bukunya. Ia tidak ingin alpa.

"Makas—"

Seseorang yang secara tiba-tiba membantunya untuk mengumpulkan buku-bukunya tadi membuatnya terpaku. Ia merasakan sesuatu menahan napasnya seketika.

'Dia.. dia kembali?'

"Iqbaal..," lirih (Namakamu) dengan sangat pelan.

Iqbaal melihat gadis itu, gadis yang menghancurkannya, gadis yang membuat dirinya menjadi jahat kepada setiap kaum hawa, gadis yang membuatnya frustasi, gadis yang membuatnya hampir membunuh dirinya itu. Kini ada di hadapannya, dia ada di hadapannya!

Iqbaal melepaskan buku-buku yang sempat berada di tangannya, ia berdiri dengan dengan cepat.

(Namakamu) pun berdiri, ia tersenyum sedih melihat Iqbaal yang kini ada di hadapannya," Hai.. ."Kini sesuatu yang terhenti di tenggorokkannya telah ia keluarkan dengan suaranya yang serak.

Iqbaal menyisir rambutnya yang berantakkan itu ke belakang, ia menahan airmatanya yang ingin jatuh saat ini,"seharusnya lo nggak perlu lagi nyapa gue lagi, (Namakamu). Belum cukup lo bikin gue sakit selama 4 tahun?"

(Namakamu) melupakan semuanya, tentang kelasnya, tentang buku-bukunya, dan tentang absensinya. Iqbaal mengalihkannya.

"Baal, gue—"

"Anggap aja kita nggak pernah kenal, pertemuan ini adalah pertemuan terakhir kita. Sorry, gue ada kelas," Iqbaal memotong perkataan (Namakamu) dengan tenang. Ia dengan cepat berlari kecil meninggalkan (Namakamu) yang masih menatapnya.

(Namakamu) tersenyum dengan sedihnya melihat punggung tegap Iqbaal yang telah menghilang, " ternyata lo baik-baik aja."

**

Bersambung...

Mrs. Happy EndingWhere stories live. Discover now