17

20.1K 1.7K 135
                                    

"Ma, pliss, Ma. Kasih tahu Bian dimana Hani." Mohon Bian entah untuk yang keberapa kali kepada Mama Tiara. Dia sudah dalam taraf stres akut karena sudah dua bulan dia tidak bisa menemukan jejak Hani sama sekali. Tidak pernah selama ini dia tak melihat Hani kecuali waktu dia mengenyam pendidikan S2 di luar negeri. Itupun dia selalu meminta pengawalnya mengirimkan video kegiatan Hani setiap hari kepadanya.

Mama Tiara tersenyum lembut menatap Bian. "Kamu membuat kesalahan Bian. Hani memang tidak cerita apa-apa ke mama. Tapi mama melihat dia menangis malam sebelum dia pergi."

Bian terdiam mendengar penuturan Mama Tiara. Bian berpikir kalau Hani memang melihat kejadian di lorong toilet kafe itu. Aarrgghhh...sialan!

"Tapi, Ma, beri Bian kesempatan untuk ketemu Hani dan menjelaskan, Ma." Mohon Bian lagi.

Mama Tiara menghela nafas. "Bian, bukan maksud mama menyembunyikan Hani, tapi mama sudah terikat janji dengan Hani. Mama tidak ingin menjadi orang yang mengingkari janji. Maafkan Mama, Bian. Kamu sabarlah dulu. Nanti dia juga pulang. Dia cuma sedang belajar kok."

Rasanya memang percuma meminta Mama Tiara mengatakan dimana Hani, pikir Bian.

"Baiklah, Ma. Tapi Bian akan tetap berusaha menemukan Hani. Mama tahu kan, Bian berhak mengetahui dimana Hani." Ucap Bian dengan nada kesal.

Mama Tiara menunduk karena merasa bersalah dan dilema.

"Bian pergi dulu, Ma." Bian mencium punggung tangan Mama Tiara.

"Hati-hati, Bian." Ucap Mama Tiara lembut.

Setelah Bian pergi, Mama Tiara menelepon Hani.

"Halo sayang, apa kabar kamu."

"Halo, Ma. Hani baik, Ma. Mama kangen sama Hani ya."

"Udah pasti sayang. Apa semua lancar disana, sayang?"

"Sangat lancar, Ma. Mama tahu nggak, Hani sekarang sudah punya tambatan hati. Mama pasti suka. Orangnya baik, tampan dan...."

"Hani! Mama kan sudah bilang kamu gak boleh pacaran, kamu..."

"Mama, kenapa Ma. Kenapa Hani gak boleh pacaran. Semua perempuan seusia Hani pasti pernah pacaran. Kenapa Hani gak boleh, Ma. Ini gak adil."

Mama menghela nafas dan berkata lebih lembut. "Turuti kata Mama, sayang."

"Sudah terlambat, Ma. Hani sudah jadian sama dia sebulan ini."

"Hani!" Bentak Mama Tiara.

Namun Hani segera menutup teleponnya sebelum mamanya berbicara lebih lanjut.

Mama Tiara meremas-remas jemarinya karena resah mendengar putri semata wayangnya sudah memiliki kekasih hati.

Di tempat lain, Hani merasa sangat kesal dengan kungkungan keluarganya selama ini. Dia lelah dikekang terus. Apa-apa gak boleh, kemana-mana harus lapor dan selalu dalam pantauan keluarga melalui Pakde Supar yang selalu mengantarnya kemanapun Hani pergi.

Terkadang ia ingin juga jalan-jalan beramai-ramai bersama teman-teman sekolahnya dulu, misalnya pergi berkemah dan menginap di luar kota. Tapi semua itu tidak pernah diijinkan. Dia hanya bisa berlibur dan jalan-jalan jika bersama mama atau mom atau bang Deni. Bahkan dia dulu sampai tidak pernah punya teman akrab. Tidak ada seorangpun yang mau berteman dengannya. Hanya Dini lah temannya, yang dikenalnya sejak dia mulai kuliah. Bisa dibilang dia itu kuper. Teman-temannya menjulukinya 'anak mami'. Hani kurang menikmati masa remajanya, walaupun dia tidak pernah kekurangan materi. Dia bagai hidup di sangkar emas. Itulah sebabnya dia memilih magang ke luar negeri. Dia ingin sedikit kebebasan. Syukurlah mamanya waktu itu mengijinkannya. Tapi sekarang mungkin mamanya sedang menyesal melepasnya pergi jauh ke negeri orang.

Mr. POSESIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang