12

21.5K 1.9K 71
                                    

VOTE dulu sebelum membaca ya

---------------

Dengan kesal Hani mendorong tubuh Bian untuk melepaskan diri dari cengkeraman tangan Bian. Namun sia-sia karena cengkeraman tangan Bian yang sangat erat.

"Mas mau apa? Hani mau istirahat."

Bian mendecak kesal. "Kamu, kenapa dekat-dekat dengan si duda itu?!"

"Dia punya nama dan namanya bukan si duda, tapi Mas Yudi." Tukas Hani kesal. "Lagi pula, mau dekat dengan siapa aja itu urusan Hani, bukan urusan Mas Bian. Hani juga gak pernah kok larang Mas Bian dekat dengan siapa aja. Nempel terus sama si India itu Hani juga gak peduli."

"Tapi itu beda. Mas laki-laki dan kamu perempuan. Kalau mas dekat dengan banyak wanita, reputasi mas tidak akan rusak. Sedangkan kamu, kalau dekat dengan banyak laki-laki reputasimu bisa rusak. Kamu akan dicap sebagai wanita murahan." Ucap Bian berapi-api.

Hani memutar bola matanya dengan sebal. "Hani hanya mengobrol, bukan menggoda. Jadi gak usah berlebihan."

"Awas aja kamu kalau berani menggoda laki-laki." Desis Bian.

Astagaaa! Tingkahnya udah seperti pacarku saja, tapi pacar yang tak dianggap.

"Iiihhh....apa sih Mas. Lepasin tangan Hani. Sakit, Mas." Hani terus berusaha meronta agar bisa terlepas dari Bian.

"Tidak sebelum kamu mendapat hukumanmu." Bian menundukkan kepalanya perlahan-lahan mendekati wajah Hani yang menatapnya dengan ketakutan. Namun tepat ketika bibir Bian menyentuh bibir Hani, Bian merasakan kesakitan luar biasa karena tulang keringnya ditendang Hani menggunakan ujung sepatunya yang runcing.

"Awww......." Bian mengaduh kesakitan dan otomatis cenkeraman tangannya di tangan Hani terlepas. Matanya menatap nyalang ke wajah Hani yang terlihat senang sambil memegang tulang keringnya yang sakit ditendang Hani tadi.

"Rasain! Jangan mas kira Hani perempuan murahan yang mau-mau saja mas cium ya. Pelajaran seks udah selesai! Hani gak butuh diajari lagi! Selamat malam." Hani buru-buru masuk ke kamar dan menguncinya. Dia takut Bian akan menyusulnya masuk ke kamar.

Hani bersandar di pintu dengan tangan kanan memegang dadanya dan nafas tersengal. Dia tidak mengerti sikap Mas Bian akhir-akhir ini. Kenapa Mas Bian sekarang suka sekali menciumnya walau dengan alasan pelajaran seks. Hahh, Hani tertawa miris. Dia harus melupakan Mas Bian. Mas Bian hanya akan mempermainkan hatinya saja. Lihatlah, dia seperti kupu-kupu yang hinggap dari satu bunga ke bunga lain untuk menghisap madunya. Dan dia tidak mau dijadikan salah satu bunga yang setelah dihisap madunya lalu ditinggal pergi. BIG NO! Dia tidak siap patah hati lagi untuk kedua kalinya.

Hani berjalan ke lemari pakaian dan mengganti bajunya dengan piama. Setelah membersihkan wajahnya, Hani pun membaringkan tubuhnya di ranjang namun tetap tidak bisa tidur. Hani masih berpikir bagaimana caranya melepaskan diri dari Mas Bian yang sangat posesif itu hingga akhirnya dia baru bisa tertidur menjelang pagi.

Hani terbangun karena merasa silau dengan sinar yang masuk ke kamarnya. Perlahan mata Hani terbuka dan melihat bayangan kabur menjulang di sisi tempat tidurnya.

"Ckckck...perempuan kok bangunnya siang-siang. Ayo bangun, pemalas."

"Eeennghhhhh...masih ngantuk Ma, Hani mau tidur." Ucap Hani serak dengan mata tetap terpejam dan memiringkan tubuh untuk memeluk gulingnya. Dia mengira yang membangunkannya adalah mamanya.

"Hani, ayo bangun, kita harus segera kembali ke Jakarta."

Kok, suara mama berbeda ya. Itu seperti suara pria?

Mr. POSESIFOnde histórias criam vida. Descubra agora