Persetujuan Papa

521 16 0
                                    

Hari Selasa jam 19:00. Ini saatnya aku bilang sama papa untuk tidak menikahi tante Ati. Lani dan Satria juga mendukungku. Kami sudah sepakat bahwa Lani dan Satria hanya akan menguping dari tangga dan aku yang berbicara sama papa.

"Pa, boleh tolong matiin tvnya dulu gak? Nanda mau ngomong sesuatu sama papa. Boleh?" tanyaku pada papa yang sedang nonton tv.

"Oh, ya boleh dong, pasti (sambil menekan tombol on/off yang ada di remot tv). Kakak mau ngomong apa? Soal sekolah ya?"

"Bu.. bukan pa. Ini soal.... tapi papa jangan marah ya"

"Iya nggak akan. Apa, soal apa?"

"Soal mama baru Nanda nanti, pah"

"Ooohh... soal bunda?"

"Papa nih nikah aja belum. Masa tante Ati udah harus aku panggil bunda sih?? (dengan alisku yang menunjukkan bahwa aku mulai marah)"

"Nggak harus, sayang. Kan kalo manggil bunda dari sekarang, lama-lama bisa terbiasa..."

"Pah, nanda langsung ngomong to the point aja ya. Nanda nggak mau papa nikah sama tante Ati, dan tante Ati nggak akan pernah nanda panggil bunda (dengan nada yang sedikit keras dan tinggi karena emosiku yang meningkat)"

"Maksud kakak? Kan waktu itu kakak setuju punya mama yang baru... Kakak coba dulu ya.. kalau kakak belum mau panggil bunda, ya, gak papa. Pasti lama-lama juga kakak seneneng kok hidup sama tante Ati. Ya?"

"Ummmm..... yaudah deh, terserah papa aja. Nanda mau ke atas dulu ya pa, mau ngerjain pr"

"I..iya. Selamat belajar"

"Makasih. Maaf ya tadi Nanda ngomongnya marah-marah"

"Iya nggak papa kok"

Di tangga, aku bertemu dengan Lani dan Satria. Aku hanya menggelengkan kepalaku dan menaikkan kedua pundakku sejenak dan wajahku yang terlihat kecewa. Mereka mengerti apa maksudku. Aku gagal. Gagal total. Gagal gagal gagl. Lani dan Satria juga terlihat kecewa. Aku langsung memeluk mereka agar mereka merasa lebih baik.

"Sabar ya Sat, Lan. Kakak tau kalian sedih. Tapi mau gimana lagi. Papa udah cinta ama tante Ati. Tapi memang semua ini salah kakak. Kakak yang awalnya setuju dengan papa untuk menikahi orang lain. Hiks.. maafin kakak ya"

"Iya kak gak papa. Kakak jangan nangis. Kita akan selalu ada buat kakak, di manapun, kapanpun" ujar Satria yang mulai terlihat gentle.

"Iya kak" kata Lani mengiyakan.

"Makasih. Kakak juga akan selalu ada buat kalian. Kakak sayaaang sama kalian. Sayang banget. Makasih ya Satria dan Lani. Kakak akan selalu sayang sama kalian"

Kamipun kembali berpelukan. Hangat. Terasa lebih baik. Akupun menangis. Tapi bukan menangis karena kesedihan, kesakitan, dan keperihan. Tetapi menangis karena bahagia dan bersyukur aku punya adik yang sangat pengertian dan penyayang. Mareka mau memahami dan menyayangiku. Walau mereka sebenarnya tak menerima takdir untuk memiliki ibu tiri dan itu adalah kesalahanku, mereka tetap memaafkanku dan bahkan menguatkanku untuk tetap tegar dan kuat. Lani, Satria, apa arti hidup ini tanpa kalian?

Bunda (SUDAH TIDAK DILANJUT)Where stories live. Discover now