Sonnah Ati Rahayu

590 23 3
                                    

Saat sarapan, papa bilang papa mau ngomong sesuatu. Tapi agar tidak ketahuan adik-adikku, mereka dipinjamkan game di hape papa. Di kamarku..

"Kakak tau gak? Hari ini calon mama baru kakak mau dateng lho.."

"Ooh, jam berapa? (dengan ekspresiku yang lempeng-lempeng saja)"

"Kira-kira sih sekitar jam 4. Katanya, dia mau kenalan dulu sama kakak"

"Terus, papa bilang apa?"

"Papa bilang, anak papa yang bernama Nanda cantik skali. Dia anak papa yang paling spesial"

"Aku laporin Lani sama Satria, ya.."

"Eeehhh... jangan gitu dong. Nanti uang jajan mereka harus papa tambah, lagi..."

"Canda kali, pah. Mana mungkin mereka percaya papa ngomong gitu (sambil tertawa). Yaudah, Nanda mau mandi dulu ya, pah. Papa temenin Lani ama Satria dulu gih. Ntar mereka marah"

"Iyaaa. Papa ke bawah dulu ya"

kabar yang sangat mengejutkan datang dari papa pagi ini, bahkan sebelum aku mandi untuk sekolah. Memang aku sarapan terlebih dahulu sebelum mandi. Tapi tetap saja waktu itu cukup pagi.

Di sekolah, aku terlarut dalam lamunan memikirkan perkataan papa tadi pagi. Sepertinya, banyak teman-temanku yang memperhatikanku.

"Nan, kamu teh kenapa? Aya masalah?" tanya temanku, Desi, sambil duduk di sebelahku dan memegang pundakku. Risma memang orang yang perhatian.

"Eng.. nggak apa-apa kok. A.. aku nggak ada masalah"

"Terus kenapa atuh ngalamun wae..."

"Em... mu.. mungkin.. kayaknya aku cuman lagi gak enak badan aja kali ya? Gak tau tuh. Perasaanku sih, dari tadi aku gak ngelamun. Perasaan kamu aja meureun mah"

"Yaudah atuh ulah ngalamun wae. Eh, tapi, bisi kamu butuh temen curhat, ka abdi aja nya"

"Iya, Des. Nuhun nya"

"Enya sami-sami (sambil tersenyum dan pergi keluar kelas)"

Well, di sekolah, aku sudah terbiasa berlogat sunda sejak kecil. Itu menyenangkan, dan menurutku itu menjadi salah satu khas cewek Bandung dan wilayah Jawa Barat lainnya. Makanya, aku bangga dengan itu.

Cinderella. Seorang wanita yang memiliki ibu tiri yang kejam.  Sinetron ibu tiri, pasti watak si ibu tiri adalah antagonis. Mungkin berat untuk membayangkan gambaran ibu tiri yang akan kita dapatkan. Itu hanya sesuai dengan keberuntungan. Sebelumbenar-benar  hidup dengannya, aku hanya bisa menebak-nebakseperti apa mamaku yang baru nanti. Hari ini, tak ada satupun pelajaran yang aku perhatikan. Aku hanya sibuk menggambar seorang wanita dewasa dengan dua anak perempuan, dan satu anak laki-laki. Ya, wanita dewasa itu adalah mama, anak perempuan yang tinggi itu adalah aku, yang pendek adalah Lani, dan anak yang laki-laki adalah Satria. Mama, aku rindu. Apakah mama udah nggak sayang ama Nanda? Atau mama pergi karena aku? Ma, aku ingin dipeluk dan meemeluk mama lagi...

Sepulang sekolah, kulihat ada mobil honda jazz berwarna hitam terpakir di depan rumahku. Aku bertanya pada supirku siapa yang datang. Tapi kata supirku, tidak tau. Siapa ya? Saat aku masuk rumah,

"Assalamu'alaikum..." ucapku memberi salam.

"Wa'alaikumsalam" ucap dua orang. Aku mengenal suara salah satunya. Tapi tidak untuk suara satunya lagi yang terdengar seperti suara perempuan. Aku langsung menuju ruang tamu, dengan Lani dan Satria tentunya.

"Eh, kakak, abang, adek, kenalin. Ini tante Ati, calon mama baru kalian" papa mengenalkan kami pada seorang wanita berambut sebahu, hitam dan tebal, berbaju putih dengan motif bunga-bunga. Ternyata inilah calon mama baruku.

"Hai, sini, duduk sini. Tante mau kenalan dulu ama kalian (sambil sedikit memukul sofa di sampingnya dengan maksud mengajak kami duduk di situ)"

"Iya tante" jawabku yang langsung menuju ke sofa di samping tante Ati, dengan sedikit senyuman.

"Kamu namanya siapa, cantik?" tanya tante Ati kepadaku dengan senyuman manis dan nada yang ramah.

"Aku Nanda, yang ini Lani (sambil menyentuh pundak Lani), kalau yang ini Satria (sambil menyentuh pundak Satria), tante"

"Ooohh... kenalin ya, nama tante, Sonnah Ati Rahayu, biasa dipanggil Ati. Kalian juga boleh panggil tante Bunda, kok"

Dalam hati, aku mengatakan, belum juga nikah ama papa udah minta dipanggil bunda. Sebel deh...

"Oh, iya tante..eh, maksudnya bunda" kataku sambil sedikit berekspresi judes. Aku masih tak percaya bahwa aku betul-betul memiliki calon ibu tiri dan kini aku sedang berhadapan dengannya.

"Pa, Nanda mau mandi dulu ya, ke atas. Permisi, tan, eh, maksudnya bunda yang sebenarnya belum resmi jadi bundaku. Yuk, Lani, Satria, kita ke atas (sambil mengayunkan tanganku karena mengajak mereka)" ujarku dengan judes dan langsung menuju tangga.

"Oh iya, silahkan" kata "BUNDA" Ati. Setelah itu, aku hanya berdiam diri di kamar dengan kedua adikku. Aku tidak tau apalagi yang tante Ati obrolkan dengan papa. Aku sudah tidak peduli. Aku merasa aku sudah mengambil keputusan yang salah. Aku menyesal...

Jujur, aku sebal dengan tante Ati karena menurutku, dia kepedean minta dipanggil bunda. Enak aja. Sejak saat itu, sepertinya sikapku sedikit berubah. Aku rasa, aku jadi sedikit lebih sensitif dan pemarah, juga judes. Kedua adikku juga merasakannya. Tapi untungnya mereka memahamiku karena aku juga sempat curhat dengan mereka. Mereka mengakui bahwa mereka juga sedikit sebal dengan tante Ati karena menggunakan make-up yang menor. Intinya, aku benci tante Ati. Tak akan pernah seumur hidupku ia kupanggil bunda. Tak akan pernah!!!

Ma, mama di mana? Nanda nggak mau punya mama yang baru. Tapi, Nanda udah terlanjur ngambil keputusan yang salah, ma. Terus sekarang Nanda harud apa? Nanda harus ngomong sama papa? Atau apa? Iya, sepertinya memang harus kubicarakan dengan papa. Tapi, apa kata papa nanti yang sudah mengenalkan calon istri keduanya pada ketiga anaknya? Akankah aku berhasil membujuk papa untuk membatalkan pernikahannya? Bunda, hiks.. tolong Nanda... Nanda..hiks.. kangen bunda..(tanpa sadar, air matapun mengalir di pipipku saat aku sedang termenung di teras kamarku sambil memandang indahnya langit malam yang dipenuhi bintang-bintang).






Bunda (SUDAH TIDAK DILANJUT)Where stories live. Discover now