Once Upon a Time until Happily Ever After

47.5K 2.6K 211
                                    

"Kita memang bukan bangsawan, Elena. Tapi bersikaplah layaknya seorang putri di rumah ini dan di lingkungan kita." Seorang anak laki-laki berumur 9 tahun menyeret seorang anak perempuan kecil dengan surai kecoklatan dan bibir mungil yang memberengut. Anak perempuan itu bahkan menenteng sebelah sepatunya dan berjalan terseok mengikuti anak laki-laki yang menyeretnya menuju ruang makan.

"Apa lagi yang dilakukan adikmu, Justin? Apakah dia melakukan kenakalan tak termaafkan lagi?"

"Mandilah, Elena." Anak laki-laki bernama Justin Edward Leandro itu mendorong adiknya pelan. Elena Grace Leandro jelas memeluknya. Bersembunyi di balik tubuh Justin dari tatapan Mommynya yang menyelidik. Sekesal apapun Justin pada adiknya, dia menyayanginya lebih dari apapun dan tak pernah rela adiknya mendapatkan omelan dari Mommynya.

"Selamat pagi sayang."

Gadis kecil bernama Elena itu segera saja memeluk pria yang baru saja masuk ke ruang makan dan mencium Ibunya.

"Ada apa ini?"

"Kau terlalu memanjakannya, William. Tanyakanlah apa yang sudah dia lakukan pagi ini dan membuat Justin kesal."

"Aku memasukkan kecoa ke baju Britany, Dad. Tapi kecoa itu sudah mati. Apa yang perlu ditakutkan dari kecoa yg sudah mati, Dad? Kecoa itu bahkan sudah tidak bisa apa-apa."

"Apakah Britany masih suka mengataimu, pendek?"

"Masih. Dan semakin menjadi-jadi."

"Baiklah. Kasus selesai. Mandilah, sayang."

"William! Oh..." Autumn berteriak kesal dan tangannya meraih tangan Justin yang terpaku.

"Makanlah sayang. Dan selesaikan pekerjaan rumahmu setelahnya." Justin mengangguk dan duduk di sisi kanan sang Ayah.

"Bagaimana pelajaranmu, son."

"Good." Justin menjawab pendek.

William menepuk bahu anaknya lembut. Putranya yang entah mewarisi gen siapa hingga menjadi jenius dan...dewasa. Agak mengkhawatirkan tapi masih terkendali.

Tigapuluh menit kemudian, Elena sudah bergelayut manja pada Kakaknya yang bahkan tidak pernah benar-benar bisa marah padanya. Elena masih saja cemberut ketika menatap Ibunya. Gadis cilik berusia lima tahun itu merasa bahwa Ibunya selalu saja marah padanya. Hanya Dad dan Kakaknya yang paling mengerti misi balas dendamnya pada anak tetangga yang sok cantik bernama Britany Jones itu. Britany mengatainya pendek hanya karena Elena lebih pendek padahal umur mereka sama. Dan Elena berjanji dalam hatinya, dia akan membuat Britany menyesal suatu hari nanti, karena dia akan lebih cantik dan tinggi dari gadis itu saat mereka dewasa nanti. Sekarang....untuk saat ini, memberi Britany sedikit pelajaran rasanya tidaklah buruk.

Autumn menghela napas lelah. Anak perempuannya jelas tak dekat dengannya karena dia selalu saja mengomel. Tapi daftar keisengan Elena jelas sangat panjang dan itu membuat Autumn kesal. Dia bahkan merasa harus kembali mengirimkan hadiah untuk Ibu Britany agar suasana hati perempuan itu membaik. Kalau mengingat itu tadi adalah keisengan Elena yang kesekian kali dan terhitung parah, rasanya sepasang sepatu cantik tak akan lagi mampu membuat Ibunda Britany tersenyum lebar. Autumn berpikir keras hanya untuk sebuah hadiah yang boleh jadi adalah sebuah sogokan agar Ibunda Britany tak lagi mengomel.

Sambil mencuci piring, Autumn tersenyum. Besok adalah hari Minggu dan Autumn sudah menemukan cara bagaimana agar Ibunda Britany tak mengoceh panjang lebar. Autumn mengeringkan tangannya dan meraih ponselnya di meja makan.

"Nyonya Jones, maukah pergi denganku besok pagi ke Leandro Hotel? Kita bisa sedikit beristirahat sambil melakukan spa? Aku sudah memesan tempat khusus untuk kita. Kuharap kau menyukainya?."

AUTUMN RHAPSODY ( Completed )Место, где живут истории. Откройте их для себя