Epilog

18.8K 1.2K 117
                                    

“TIDAK!!! JANGAN MENDEKAT, DIA DI SANA!!!”
“JANGAN!”
“PERGI! PERGI KALIAAAN!!!”
Anna histeris ketika para suster berjalan mendekatinya, bermaksud memberinya makan dan obat, tapi gadis itu tetap merapatkan tubuh ke dinding. Mengusap-usap tenguknya dan melambai-lambaikan tangan seakan mengusir.
Hal ini sering terjadi. Tiap jam makan Anna, para suster selalu menemukannya meringkuk di pojokan. Memeluk tubuh sendiri tanpa memalingkan pandangan sedikit pun dari dinding. Tanpa gadis itu mau menjelaskan apa yang terjadi.
Anna selalu histeris jika pintu dibuka, Anna selalu histeris jika para suster membawa alat suntiknya, dan Anna selalu histeris ketika di bawa ke ranjangnya sendiri. Mata gadis itu selalu awas untuk memperhatikan sekeliling ruangan, seakan ada siapa pun selain dirinya di ruangan itu yang mengawasinya.
“Ayo Anna, kita butuh waktu untukmu makan.”
Satu orang suster yang membawa nampan berisikan makanan menghampiri Anna setelah menaruh barang bawaannya di ranjang dingin bersprei putih itu.
Ketika tangannya menyentuh bahu Anna, gadis itu histeris kembali.
“TIDAK! JANGAN! JANGAN SENTUH AKU, JANGAN BUNUH AKU! PERGI!”
Tak ada balasan. Kini kedua suster itu mengangkat Anna untuk berdiri. Menuntunnya ke ranjang, tanpa berontakan tapi lagi-lagi yang dilihat suster-suster itu adalah Anna yang mengawasi sekeliling. Dengan kedua mata cantiknya yang membola tajam.
Dan kedua suster itu pun maklum. Karena, hal ini adalah salah satu dari tugas mereka.

-o-o-o-


Mereka mendekamku di sebuah ruangan kecil. Ruangan yang dingin, lantainya yang juga sama dinginnya, cat dinding berwarna putih kusam karena debu, ranjang tak seberapa besar, cukup kecil untuk diriku sendiri. Bantalnya juga keras, tak seperti bantalku di rumah. 

Aku rindu rumah.
Sebelum aku dibawa ke sini, mereka mengintrogasiku, menanyakan padaku hal-hal menyangkut ‘bagaimana aku bisa menemukan mayat Laura?’. Aku hanya tersenyum akan kebodohan mereka. Bagaimana mungkin para polisi tak mengetahui Charters memiliki sebuah ruangan yang dirahasiakan Alana. Bagaimana mungkin para polisi tak ada satu pun dari mereka yang mencurigai Alana?
Mereka semua bodoh. Para polisi yang bodoh tak menemukan mayat Laura, John Charters yang bodoh tak mempercayai putrinya sendiri, mereka-mereka semua yang bodoh dengan mudahnya mempercayai wanita psikopat seperti Alana.
Mereka bilang aku tak bisa bicara. Mereka bilang aku bisu. Mereka bilang aku gila. Mereka salah. KALIAN YANG BODOH!
Dan pada akhirnya, harus aku yang terlibat. Terlibat pada masalah keluarga mereka, masalah yang membuatku harus terus melihat si hantu itu. Membuatku meringkuk di pojok ruangan yang dingin. Membuatku menggigit-gigit jari sendiri, merasakan lantai dingin dan kotor.
Gadis itu di sana, Laura di sana. Di tengah ruangan. Lengkap dengan baju tidur yang ia tinggalkan kala kulihat di koper waktu itu. Rambut hitam legamnya berantakan, menutupi sebagian wajahnya, kulitnya pucat pasi layak seperti waktu mayatnya kutemukan. Dapat kulihat titik kebiruan pada satu lengannya. Titik bekas suntik dari Alana.
Ia menatapku tajam dengan raut datarnya, meskipun ia menunduk aku masih bisa melihatnya wajahnya. Wajah pucat, cantik, namun sayang sudah jadi hantu. Makhluk beda alam yang harusnya sudah tak di dunia lagi. Bahkan sampai rahasia kematiannya terungkap, gadis itu masih saja mengikutiku.
Dan kalungnya masih berada di leherku. Tak bisa lepas. Seakan para pengaitnya sudah menyatu. Hidupku hancur sudah…
Mereka mengatakan aku berhalusinasi. Tapi ia nyata. Aku berkata jujur kala mereka bertanya-tanya tentang Laura. Tak ada yang percaya. Mereka bodoh untuk tidak mempercayaiku. Para suster-suster itu bodoh menganggapku gila.
Tiap harinya mereka menghampiriku di jam-jam tertentu hanya untuk menyuapiku makan dan menyuntikan cairan ke dalam tubuhku, yang membuatku mengantuk seketika.
Aku histeris setiap mereka mengeluarkan alat suntiknya. Aku tahu mereka adalah salah satunya seperti Alana. Berniat untuk membunuhku seperti Alana.
Tapi, aku selalu terbangun di lain waktu, dan mengingat-ngingat kapan terakhir aku mati. Dan nyatanya aku belum mati, setelah itu aku selalu terbangun, membuka mata, dan menemukan diri meringkuk di pojok ruangan, dan ketika mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ketika itu juga aku selalu melihat Laura di sini. Dia selalu ada di tengah ruang. Menatapku dalam diamnya. Selalu membuatku tegang dan takut seketika kala dulu. Dia selalu tiba-tiba ada. Dan sekarang aku terbiasa akan kehadirannya.
Pintu terbuka, dua orang suster berada dibaliknya. Yang satu membawa makanan dan yang satunya membawa alat-alat seperti yang dikoleksi Alana.
Mereka lagi, mereka pasti akan melakukannya lagi. Aku takut. Semakin merapatkan tubuh ke dinding. Tak peduli dingin, dingin-dingin itu bagai kehangatan untukku.
“Ayo, Anna. Waktunya tidur.”
Satu dari mereka berjalan mendekatiku, yang satu juga mendekatiku dengan memegang tangan-tanganku erat tanpa kuat untuk kuberontak. Menggiringku ke atas ranjang. Mataku awas untuk melihat apa yang tengah dilakukan Laura kali ini.
Gadis itu tetap ditengah ruangan, menatapku tajam tanpa bersuara. Gadis itu memang tidak pernah berbicara padaku, mulutnya selalu bungkam jika aku menanyakan apa pun tentang ‘mengapa dia masih mengikutiku?’. Ia juga tak pernah berkutik lebih untuk menakut-nakuti siapa pun yang datang ke ruangan ini. Yang kutahu, hanya aku yang melihat bahwa Laura sudah menemaniku hampir satu tahun mendekam di ruangan dingin ini. Gadis itu setia menemaniku.
Aku merasakan dingin dan nyeri di saat bersamaan ketika melihat sebuah jarum menempel di kulit lenganku membuatku mengernyit kecil. Dan setelahnya, beberapa detik kemudian aku merasakan hal yang sama tiap kali cairan itu mengalir ke dalam tubuhku. Mataku berat, rasa kantuk hinggap, membuatku memejamkan mata, dan semuanya pun menjadi gelap.


HAI! gimana puas? emang pendek sih ya, namanya juga epilog....
jadi disini aku mau cerita, mau ceritain awal mula gimana kepikiran buat bikin cerita horror semacam ini. awal, okesip, jadi dulu itu nggak sengaja nemu film di salah satu stasiun televisi yang sering munculin film-film luar lah ya, gausah di sebut namanya apa. judul filmnya itu The Uninvited, adaptasi dari film korea kalo gasalah. The Uninvited itu mengisahkan seorang cewek yang namanya Anna (oke, inspirasi nama Anna sendiri emang diambil dari sini) yang sebenernya 'sakit', dia punya halusinasi sendiri kalo nyokapnya dibunuh sama suster yang dulu ngerawat nyokapnya (nah, ngambil dari sini banget nih), padahal enggak sama sekali (kalo di I'm Laura kan, emang bener-bener Alana yang bunuh), kalo mau tau lanjutannya mending nonton filmnya aja deh. intinya bener-bener banyak ngambil ide dari sana.
untuk sisa sisa ide lainnya mungkin di ambil dari beberapa film lain, contonya... The Hole --> ngambil scene bagian kamar mandi (kalo kalian masih inget sih). The Covenant --> sama kayak The Hole, aku juga ngambil scene toilet juga yang agak-agak dimodif dikit. Terus, The Ring --> Samara Morgan (nama Morgan dari sini nih) tentang si Samara yang didekem di ruangan gitu, aku lupa udah lama banget ganonton. Terus dari Novel, yang aku ambil tempatnya jadi Asrama, kan ceritanya Charters semacam Asrama gitu.. Dan beberapa film lainnya yang lupa judul atau pun lupa sebut.
sekarang review I'm Laura yaaa. siapa tau masih ada yang bingung.
Anna Morgan harus tinggal di Asrama karena tuntutan pekerjaan orang tuanya yang pindah-pindah, orang tuanya nggak mau ganggu sekolah Anna, jadi milih untuk masukin Anna ke Asrama. Nah pas di Charters, Anna mulai ngerasain hal janggal kemudian hari setelah dia sempet ke gudang dan nemuin pintu putih 'yang katanya nggak boleh dibuka' dan nemu kalung. janggal-janggalnya itu semacam kayak dia sering liat cewek sendirian tanpa ngerjain apa-apa di setiap tempat, yang dia yakinin kalo itu Laura setelah beberapa kali nyoba mastiin dengan ngintrogasi temen sendiri. sampe akhirnya Anna mulai mimpi-mimpi aneh yang ada sangkut pautnya sama Laura dan keluarga Charters. baru dari situ dia sadar kalo emang Laura nyoba ngasih tau hal-hal yang dia alamin lewat mimpi-mimpi Anna. yang artinya kalo Laura minta tolong buat ngungkapin kematiannya. di dalam mimpi itu, dikasih tau kalo Laura mati karena Alana. akhirnya Anna mulai nyari tau dengan ngintrogasi Alana yang berakhir pada Alana mati karena ketusuk gunting. Haha... yaaa, intinya, semenjak itu, Anna jadi 'bisa dibilang agak kurang waras' sampe akhirnya direhabilitas di........ rumah sakit jiwa.....
Btw thank you yang sebesar besarnya buat siapa pun kalian yang setia baca cerita ini dari prolog sampe epilog ini. cerita ini nggak bakal ada tanpa dukungan kalian juga. dannn selamat ketemu dicerita selanjutnya.. Kalo ada sih._. sekali lagi, Salam dari dhita, MAKASIH!!!!!
sori AN kepanjangan wkwkwkwk

btw besok aku UKK, doain nilai bagus yaaa hehe._.

I'm Laura [Charters School]Where stories live. Discover now