Bab 03 - Tatapan itu (Bagian 2)

97 2 0
                                    

Bab 03 (Bagian 2)

(22 Maret, Pukul 11.01, Negara Ruia, Hutan Linus)

Pasukan berkuda yang para penunggangnya mengenakan jubah putih, terlihat berjalan menyusuri jalan tanah yang membentang di tengah hutan tak berpenghuni Negara ini. Hutan Linus, sebuah hutan di luar daerah kota dan berada di dekat suatu perdesaan kecil yang terletak di pinggiran kota Ruben.

Tanahnya begitu coklat subur, dan harum seperti genangan air yang jernih. Pohon-pohon tumbuh dengan rindang, rerumputan Irun tumbuh begitu liar sepanjang pinggiran jalan tanah hutan Linus. Kicauan burung di dalam hutan, setidaknya mampu menghibur para pasukan berjubah putih itu dari kegagalan yang baru mereka alami.

Jubah Penyihir Kucing Putih yang mereka pakai, begitu nampak bersih dan lembut. Sesekali, saat hembusan angin lewat, jubah tersebut berkibar dan mengeluarkan aura penuh kharsima pada tiap pemiliknya. Dan hal itu, sudah cukup membuat mereka bangga.

Pada barisan terdepan pasukan Penyihir Kucing Putih ini yang tengah berkuda, seorang pria bertubuh tinggi dan memiliki wajah maskulin terlihat tengah merenung. Fokusnya tetap ia bagi untuk berkuda dan memikirkan sesuatu yang ada di dalam kepalanya.

Bola mata coklat keemasan yang dimiliki pria ini perlahan menjadi redup saat pikirannya semakin larut. Rambut kuning gelapnya yang rapih itu semilir mulai tertiup angin, dan itu malah semakin membuatnya nampak menyedihkan.

Kuda putih yang ia tunggangi, seakan mengerti akan perasaan kacau pemiliknya. Nampak, kaki kuda putih tersebut berjalan dengan langkah yang pelan dan tenang.

"..Mario.." panggil seseorang.

Mengetahui namanya di sebut oleh seseorang dari belakang, pria berwajah maskulin itu lalu menoleh lesu kearah sumber suara tersebut.

"..Ada apa, Evan?"

Seorang pria dengan rambut peraknya yang memiliki tatapan tajam itu lalu memacu jalan kudanya agar seirama dengan milik pria bernama Mario. Wajahnya nampak datar dan menatap dingin sekitarnya.

"..Aku lelah mengingatkan mu untuk tetap fokus pada misi kita kali ini.." balas datar pria bermata ungu tersebut.

Mario lalu kembali menatap kedepan dan tersenyum kecut, "..Maaf. Sejujurnya, aku sangat terpukul dengan operasi kita di kota Sonsan kemarin.."

"..Begitu. Apa Kau tidak menyadari, atau Kau memang bodoh?"

"..Hmm? Apa maksudmu, Evan?" Tanya Mario bingung seraya menoleh.

"..Kau lihat mereka." Sambung Evan seraya melirikan bola mata ungunya yang kecil kebelakang.

"..?!"

Saat Mario menoleh kebelakang, ia segera terkejut dengan apa yang ia lihat. Merasa tak kuasa untuk memperhatikannya lebih lama lagi. Segera, ia menatap kedepan kembali.

"..Saat seorang anak buah melihat pemimpinnya tak berkutik dan menundukan kepalanya. Menurutmu, apa yang akan mereka rasakan sebagai seorang anak buah?"

"..Mereka pasti, menyalahkan diri mereka.." jawab pelan Mario.

Evan yang mendengar itu mengangguk samar, "..Ya, Kau benar. Dan itulah yang tengah terjadi kini, Kau menyalahkan diri mu sendiri karena kegagalan operasi kita. Sementara pasukan kita, juga menyalahkan diri mereka sendiri karena merasa gagal menjalankan misi mereka.."

"..Sepertinya, aku berhutang lagi padamu."

"..Tcih. Kau memang merepotkan.." balas Evan seraya membuang pandangannya.

Setelah berjalan berkuda beberapa saat. Pasukan Penyihir Kucing Putih memutuskan untuk berhenti di sebuah hamparan rerumputan Irun ketika mereka telah keluar dari hutan. Mario memutuskan untuk beristirahat  dan membiarkan pasukannya berhenti sejenak melupakan segala kegagalan yang mereka bawa.

Re Build a New History Start from Zero (Hiatus)Where stories live. Discover now